Baru Melandai belum Elok Melantai

DALAM rumus peperangan, Eksis Petunjuk bijak: tantangan lebih besar datang Bahkan Begitu tanda-tanda kemenangan kian dekat. Ketika perang Tetap berkecamuk, kekuatan mudah dikumpulkan. Konsentrasi gampang didapat karena musuhnya Jernih. Kekuatan musuh Bisa diprediksi. Kelengkapan senjata kita pun Bisa diukur.

Tetapi, ketika kemenangan sudah benderang di depan mata, muncul pula kelengahan. Kuda-kuda mulai goyah. Konsentrasi berubah. Seperti kanak-kanak merindukan hujan di tengah musim kering berkepanjangan. Begitu hujan tiba, mereka berhamburan Buat mandi hujan. Padahal, boleh jadi badai akan datang, petir menyambar, atau banjir tiba-tiba menerjang.

Begitu pula gambaran perang melawan pandemi covid-19. Bedanya, ini bukan perang sembarang perang. Ini perang asimetris. Musuh bukan hanya Bukan kelihatan, melainkan juga sanggup Segera berubah-ubah dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Dia Bisa bermutasi menjadi varian beta, delta, dan yang terakhir varian Mu.

Di Indonesia, perang melawan korona seperti sudah di ambang kemenangan. Nomor terkonfirmasi positif sudah jauh berkurang. Dalam sepekan terakhir, kasus positif rata-rata sudah di Dasar 10 ribu dalam sehari. Bandingkan dengan beberapa waktu Lampau, Begitu kasus positif covid-19 di atas 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu, bahkan Dekat 57 ribu dalam kurun 24 jam.

Cek Artikel:  Insan Akademis

Nomor Kematian juga menurun, di Dasar 1.000 kasus per hari. Jauh bila dibandingkan dengan Begitu badai varian delta melanda ketika kasus Kematian per hari lebih dari 5.000. Begitu pula dengan tingkat keterisian ranjang rumah sakit Buat pasien covid, yang umumnya sudah di Dasar 30%, turun jauh daripada beberapa Begitu Lampau ketika ranjang rumah sakit tak sanggup Tengah menampung pasien covid karena sudah 100%. Sudah full capacity, bahkan banyak yang over capacity.

Alhasil, catatan statistik merekam bahwa covid-19 sudah melandai. Kemenangan boleh jadi makin dekat. Akan tetapi, kita belum menang. Melandai bukan berarti kita Bisa ‘melantai’. Bisa pesta pora. Boleh ‘mandi hujan’. Tantangan kita terbesar Bahkan ketika kasus sudah landai karena selalu diikuti penurunan kepatuhan protokol kesehatan.

Di sejumlah titik, saya menyaksikan orang mulai berkerumun. Di Pasar Ciputat, Tangerang, banyak pedagang Bukan memakai masker. Eksis yang Guna masker, tapi Buat menutupi dagu. Di sebuah kafe di Kemang, Jakarta, anak-anak muda nongkrong hingga Pagi hari dengan tempat duduk yang rapat. Mereka seolah Ingin mendeklarasikan kemenangan. Tetapi, sekali Tengah, Tetap terlalu Pagi.

Cek Artikel:  Jokowi dan George Washington

Para Ahli mengingatkan bahwa covid-19 Bukan mungkin menghilang secara mendadak atau secara total. Kita diingatkan Buat berupaya mengendalikan diri dan menghindari euforia yang berlebihan terkait turunnya kasus covid-19. Seperti Begitu perubahan rezim dari otoriter ke demokrasi, kita diajak Buat bijak mengelola transisi. Itu karena kegagalan mengelola transisi Bisa berujung kegagalan mengonsolidasikan kekuatan yang dibutuhkan Buat Terbangun.

Jangan seperti Inggris dan India. Inggris sebetulnya sudah punya ‘peta jalan’ Buat kick-off injak gas. Bisnis di Inggris bahkan telah penuh semangat mengantisipasi Copot 21 Juni, waktu itu, sebagai ‘hari kebebasan’ ketika Seluruh Restriksi protokol virus korona akan dicabut. Akan tetapi, secara prematur, pada 14 Juni atau sepekan sebelum Copot itu tiba, Perdana Menteri Boris Johnson menghancurkan Cita-cita mereka. “Sudah waktunya melepaskan pedal gas,” kata Boris Johnson sebagaimana dikutip dari The Economist.

Cocok saja, ketergesaan Boris berujung miris. Kasus rawat inap dan penerimaan Buat perawatan intensif covid-19 meningkat. Maka itu, Irlandia, Prancis, dan Jerman pasang kuda-kuda. Mereka termasuk di antara negara-negara yang telah memperketat Restriksi pelancong dari Inggris. Mereka mengkhawatirkan meluasnya varian Delta.

Cek Artikel:  Berburu Booster Mengabaikan Moral

Begitu pula dengan India. Pemerintah terburu-buru mengumumkan ‘hari kebebasan’ dari covid-19. Mereka seperti mengirim masyarakat berbondong-bondong menuju jurang, alih-alih menyalakan Cita-cita kebangkitan. India kelewat percaya diri dengan menyebut ‘tinggal selangkah Tengah mencapai herd immunity’. India terbuai oleh Nomor statistik Begitu kasus covid-19 kian melandai selama 30 pekan berturut-turut. “Kami sudah amat dekat dengan kesuksesan,” kata Bhramar Mukherjee, Ahli biostatistik India, tiga pekan sebelum badai varian delta mengempas India.

Seruan kemenangan semu itu dirayakan rakyat India dengan menanggalkan Dekat Seluruh atribut protokol kesehatan yang membelenggu. Festival keagamaan digelar berhari-hari dengan kerumunan penuh, tanpa masker, tanpa berjarak. Kampanye politik pilkada India dihalalkan di seluruh negeri. Stadion menampung penuh penonton Aliansi kriket. Hasilnya, ledakan korona secara eksponensial nan mengerikan terjadi.

Kiranya dua pengalaman Krusial itu cukup sebagai Petunjuk. Virus korona memang kian melandai, itu patut kita syukuri. Akan tetapi, ruang kesabaran Tetap perlu kita perluas Tengah. Seperti Petunjuk Gandhi: ‘Kalau kesabaran lebih bernilai daripada apa pun, pertahankan itu hingga akhir Era. Dan, kesabaran yang dipegang Kokoh, akan bertahan di tengah terpaan badai terbesar sekali pun’.

Mungkin Anda Menyukai