Banyak Masyarakat Usia Produktif Belum Terjangkau Perlindungan Asuransi

Banyak Masyarakat Usia Produktif Belum Terjangkau Perlindungan Asuransi
Konpres terkait perayaan HUT ke-8 PAAI.(Dok.PAAI)

INDUSTRI asuransi di Indonesia terus berkembang dengan bertambahnya jumlah perusahaan asuransi dan agen yang berperan penting dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Data Badan Pusat Stagnantik menunjukkan hingga 2023 terdapat 148 perusahaan asuransi di Indonesia yang terdiri dari perusahaan asuransi jiwa, asuransi kerugian, reasuransi, BPJS, dan penyelenggara asuransi wajib.

“Seiring dengan itu, jumlah agen asuransi juga mencapai ratusan ribu di seluruh Indonesia,” kata Ketua Lazim Perkumpulan Agen Asuransi Indonesia (PAAI) Muhammad Idaham pada perayaan HUT ke-8 PAAI, di Jakarta, Kamis (10/10).

Baca juga : Jasa Raharja Raih Sertifkasi Global

Ia mengatakan agen asuransi berperan penting dalam memberikan edukasi dan membantu nasabah memilih jenis asuransi yang sesuai kebutuhan mereka. Apalagi, jumlah agen di Indonesia masih jauh dari cukup. “Indonesia adalah negara dengan populasi besar dan masih banyak masyarakat usia produktif yang belum terjangkau perlindungan asuransi. Karena itu, peningkatan jumlah agen dan kualitas mereka, sangat diperlukan,” ungkapnya.

Cek Artikel:  Produksi Cerutu Lelahl Berdayakan Petani dan Gandeng UMKM

Ketua Panitia HUT ke-8 PAAI Herold menyoroti dua tantangan utama, yaitu praktik poaching atau perekrutan agen secara tidak sehat, dan repricing atau penyesuaian premi akibat inflasi biaya medis. Selain itu, kualitas agen di Indonesia juga belum seragam.

“Praktik poaching yakni agen pindah perusahaan karena tawaran kompensasi lebih tinggi berpotensi menciptakan ketidakstabilan di industri dan menghambat perkembangan agen secara berkelanjutan. Soal kualitas, banyak agen asuransi yang belum memenuhi standar kualitas dalam pengetahuan produk, etika pelayanan, dan kemampuan berkomunikasi,” tukasnya.

Baca juga : Manulife Kenalkan Program Penghargaan untuk Life Planners Berkinerja Tinggi

Tantangan lain yang dihadapi adalah inflasi biaya medis yang memicu kenaikan premi asuransi kesehatan. Biaya medis yang semakin mahal, perkembangan teknologi rumah sakit, serta kenaikan harga obat membuat perusahaan asuransi harus menyesuaikan premi.

Cek Artikel:  Manfaatkan Fasilitas Kepabeanan, PT PAL dan PLN Luncurkan Pembangkit Listrik Terapung

Selain itu, over-utilization di beberapa rumah sakit, yakni tindakan medis yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, juga menambah beban biaya medis. Ini berdampak pada peningkatan rasio klaim yang signifikan di perusahaan asuransi sehingga premi harus disesuaikan. “Ini tentu mempengaruhi daya beli dan minat masyarakat terhadap produk asuransi dan agen harus mampu menjelaskan penyesuaian ini dengan bijak kepada nasabah,” pungkas Herold.

Pada kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Asuransi Lazim Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan banyak sektor swasta di Indonesia yang kurang menyadari manfaat asuransi sehingga menghambat penetrasi pasar.

Baca juga : Tokio Marine Percepat Kinerja dengan Teknologi Digital Inovatif

Sektor swasta Indonesia dicirikan oleh banyak perusahaan kecil, tetapi dominasi ekonomi hanya dimiliki oleh sedikit perusahaan besar. “Sektor swasta Indonesia merupakan rumah bagi 66 juta bisnis, namun hanya 9 juta yang terdaftar secara resmi (mengikuti program asuransi),” ujarnya dalam acara Indonesia Rendezvous ke-28 Conference di Bali, Kamis (10/10).

Cek Artikel:  XL Axiata Klaim Trafik Data Naik 11% Demi Pemilu 2024

Beberapa tantangan terkait hambatan penetrasi asuransi di sektor swasta ialah masalah ketidakpercayaan tentang kehandalan perusahaan asuransi yang menciptakan ketidakpastian diskresi para penegak peraturan pemerintah.

Karena itu, peningkatan konsistensi peraturan dan mendorong akses ke pasar internasional menjadi kunci melepaskan potensi sektor swasta Indonesia, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan memberikan manfaat terhadap industri asuransi. (Ant/N-2)

 

 

Mungkin Anda Menyukai