Bahaya Mata Malas pada Anak, Dapat Bikin Buta, Ini Penjelasan Dokter

Liputanindo.id – Dokter Spesialis Mata Rumah Ngilu (RS) Mata Cicendo, Feti Karfiati Memed mengingatkan pentingnya menangani mata malas atau ambliopia pada anak agar bisa mencegah kebutaan saat dewasa.

Feti menyebutkan penyebab paling umum dari hilangnya penglihatan pada orang dewasa usia 20-70 tahun adalah ambliopia yang tidak diobati dengan baik pada masa anak-anak.

“Hanya anak-anak yang bisa mengalami ambliopia. Kalau tidak diterapi pada masa anak-anak, hal ini akan mengakibatkan hilangnya penglihatan secara permanen,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Ambliopia, katanya, adalah penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan normal dari mata. Menurutnya, ambliopia sering disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismus atau mata juling, serta kelainan di dalam mata seperti katarak.

Cek Artikel:  Metode Tanda Tangan di Word dengan PIV Card dan PDF

Pemeriksaan penglihatan pada usia sekolah sebetulnya bisa jadi terlambat, kata Feti, karena ambliopia mulai sulit disembuhkan setelah usia 5 tahun. Selain itu, kehilangan penglihatan permanen dapat mulai terjadi jika terapi dilakukan setelah usia 8 hingga 10 tahun.

Terdapatpun anak-anak yang berisiko mengalami ambliopia, katanya, antara lain mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau mata juling, mata malas, atau penggunaan kacamata sejak kecil.

Dia menyebutkan riwayat medis, seperti kelahiran prematur, perkembangan terlambat, dan diabetes juga dapat meningkatkan risiko ambliopia. Selain itu riwayat masalah mata, seperti mata juling, mata berair, ptosis, dan penglihatan kabur juga perlu diperhatikan.

Skrining pada bayi baru lahir sebaiknya dilakukan pada usia sekitar 35 bulan atau usia 0 hingga 2 tahun untuk mengetahui riwayat kesehatan, termasuk masalah mata pada keluarga.

Cek Artikel:  Dibanjiri Pujian, Erina Gudono Bongkar Perilaku Kaesang Selama Dirinya Hamil

“Kemudian cek penglihatan pergerakan mata atau adanya nistagmus, jadi matanya tidak diam, dia bergerak terus, kemudian bagaimana posisi bola mata apakah ada juling, dan refleks pada kornea serta cover tes untuk melihat ada juling atau tidak,” kata Feti.

Dia melanjutkan skrining berikutnya dilakukan pada usia 36 hingga 47 bulan atau sekitar 3 hingga 4 tahun. Pada usia ini, anak seharusnya mampu mengukur ketajaman penglihatannya dan dapat mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada baris 20/50 di masing-masing mata.

Dia menuturkan pemeriksaan dilakukan pada jarak 10 kaki (feet) atau 3 meter dan mata yang tidak diperiksa harus tertutup dengan benar.

Skrining selanjutnya dilakukan ketika anak berusia di atas 60 bulan atau 5 tahun, katanya, di mana anak diharapkan dapat mengidentifikasi sebagian besar optotipe pada baris 20/30 di setiap mata, dan skrining ulang dianjurkan setiap tahun.

Cek Artikel:  Clara Shafira Krebs Dinobatkan Jadi Miss Universe Indonesia 2024

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi mengatakan sebagian pembiayaan kesehatan untuk ambliopia atau kasus-kasus anak lainnya akan ditanggung oleh BPJS jika mereka terdaftar sebagai peserta.

“Dalam rangka Hari Kesehatan Mata, kami benar-benar ingin mengingatkan kepada masyarakat, terutama untuk melakukan deteksi lebih dini, dan kalau memang kita perlu perkuat guru-guru di sekolah agar dapat memperhatikan anak didiknya. Kalau anak didik duduk pada jarak tertentu tapi tidak bisa baca, ini harus segera dikonsultasikan,” kata Nadia.

Mungkin Anda Menyukai