NORMALNYA, sistem kekebalan tubuh atau antibodi manusia berfungsi untuk menjaga tubuh terhindar dari organisme asing, seperti bakteri dan virus penyebab penyakit. Tetapi, di beberapa kondisi, antibodi justru menyerang sel-sel sehat dalam tubuh yang disebut sebagai penyakit autoimun.
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi tubuh dari infeksi virus atau bakteri justru menyerang sel-sel tubuh sendiri. Hal ini kerap terjadi pada sebagian orang dewasa, tetapi hal ini bisa juga terjadi pada anak-anak.
Autoimun pada anak-anak sering kali disebabkan berbagai macam faktor internal dan eksternal. Unsur internal seperti genetik sangat rawan menjadi penyebab anak terkena penyakit autoimun yang disebabkan oleh keturunan dari orangtua.
Baca juga : Idap Kelainan Stiff Person Syndrome, Celine Dion Bersandar pada Dukungan Anak-Anaknya
Unsur lingkungan seperti, pola makan, paparan infeksi, merkuri organik seperti pestisida pada makanan, terpapar sinar matahari terlalu lama, hingga faktor kemiskinan juga menjadi alasan mengapa seorang anak bisa terjangkit penyakit autoimun.
Penyakit autoimun pada anak bisa terdeteksi melalui gejala seperti anak tiba-tiba kelelahan, demam yang tidak jelas penyebabnya, nyeri otot atau sendi, ruam pada kulit, hingga masalah pencernaan.
“Gejala autoimun pada anak-anak sebenarnya tidak bisa terdeteksi secara pasti apabila hanya mengalami gejala seperti penyakit yang umum seperti penyakit batuk dan pilek. Maka dari itu apabila gejala-gejala seperti yang sudah dijelaskan terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama maka orangtua direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter spesialis atau laboratorium” ucap dokter spesialis anak subspesialis alergi imunologi Endah Imejresmi dalam webinar, Selasa (3/9)
Baca juga : Daisy Ridley Ungkap Didiagnosis Penyakit Graves
Penyakit autoimun, pada dasarnya, dapat menyerang seluruh bagian tubuh manusia mulai dari organ luar hingga organ dalam tubuh. Tetapi penyakit autoimun pada anak-anak umumnya menyerang bagian tubuh seperti sendi dan tulang ataupun kulit.
Autoimun yang menyerang sendi dan tulang anak disebut sebagai Juvenile Idiopathic Arthritis (JIA), kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sendi, menyebabkan peradangan, nyeri, dan pembengkakan.
JIA dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari anak karena pembengkakan pada sendi menyebabkan anak pincang, gangguan pertumbuhan, keterbatasan gerak dan penurunan berat badan.
Baca juga : Imunisasi Jadi Kunci Menjaga Penyebaran Polio
Autoimun jenis JIA ini rentan terjadi pada anak-anak dengan usia 7 tahun dan dapat terjadi selama berbulan-bulan hingga tahunan.
Kedua, penyakit autoimun yang menyerang kulit biasa dikenal secara umum sebagai lupus (Systemic Lupus Erythematosus) yang dicirikan dengan kondisi kulit anak mengalami ruam, rambut rontok, pusing tidak normal, sariawan tidak sembuh, hingga sesak nafas.
Sebenarnya lupus tidak hanya menyerang kulit melainkan dapat menyerang seluruh bagian tubuh seperti ginjal, hati, sendi, dan otak.
Baca juga : Demam Berdarah Merebak, Lindungi Si Kecil dari Gigitan Nyamuk
Penyakit autoimun multisistem atau lupus ini dapat terjadi pada segala usia dan 10% terjadi pada masa kanak-kanak dan didominasi menyerang kalangan perempuan pada masa pubertas.
Penyakit autoimun yang terjadi pada anak-anak dapat ditangani dengan cara pengobatan medis seperti konsumsi obat antiinflamasi yaitu jenis obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, pembengkakan, hingga nyeri dan obat imunosupresif untuk mengurangi aktivitas berlebih pada imun tubuh.
Pengobatan nonmedis seperti hindari paparan sinar matahari berlebih, terapi fisik dan dukungan psikologis juga berpengaruh besar pada pengobatan penyakit autoimun.
Selain itu, dalam mengobati penyakit autoimun anak-anak perlu dilakukan pemantauan lebih untuk melihat apakah autoimun pada anak akan kembali kambuh.
Karena kenyataannya penyakit autoimun adalah jenis penyakit yang sekali-kali bisa kambuh kembali seperti penyakit alergi dan asma. (Z-1)