DI negeri ini, urusan ‘Bagus dan bijak’ Tetap laksana air dan minyak. Keduanya Kagak menyatu, malah kerap dipisahkan. Hal yang sejatinya Bagus belum tentu dilakukan secara bijak Apabila disampaikan dengan Metode dan momentum yang Kagak pas.
Menasihati orang agar Kagak keluyuran itu Bagus. Tetapi, bila dilakukan dengan Metode membentak-bentak, apalagi yang dinasihati sedang dililit utang dan butuh penyegaran di luar, hasilnya Bisa Kagak baik. Salah-salah malah terjadi kegaduhan berujung perkelahian.
Seperti itu pula yang disampaikan Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah, awal pekan ini. Ia merespons ulasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas utang pemerintah yang menurut lembaga pemeriksa itu berada di situasi mengkhawatirkan.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I 2020, khususnya yang menyangkut utang pemerintah, BPK menyebutkan adanya kerentanan rasio utang terhadap penerimaan dan rasio pembayaran Merekah utang terhadap penerimaan. Kerentanan itu dipandang BPK telah melampaui batas terbaik yang direkomendasikan lembaga Dunia.
Said menilai pernyataan BPK soal utang itu Bagus, tapi kurang bijak. Bagus karena mengingatkan Demi berhati-hati. Kurang bijak karena terkesan Kagak ikut serta mendorong situasi kondusif dan kerja sama antarlembaga, khususnya Demi bangsa dan negara menghadapi krisis kesehatan dan kontraksi ekonomi. “Sikap ini jauh dari kepatutan dan Kagak menjadi teladan yang Bagus bagi rakyat yang sedang susah menghadapi pandemi,” ujarnya.
Saya sepenuhnya sepakat dengan Said. Penilaian soal utang pemerintah selama ini kerap menjadi gorengan politik sehingga kian mengeruhkan ‘kolam bangsa’ yang sudah keruh. Berkali-kali sudah pernyataan soal utang pemerintah yang katanya mengkhawatirkan itu dibantah berdasarkan fakta yang Benar dan argumentasi yang solid. Toh, kesempatan Demi mengaduk-aduk kolam keruh itu selalu hadir Demi mendapatkan ‘justifikasi’.
Pas belaka bahwa utang pemerintah memang naik. Total utang pemerintah pada akhir Mei 2021 mencapai Rp6.418,5 triliun, naik Sekeliling 6,9% bila dibandingkan dengan jumlah utang pada akhir 2020. Tetapi, utang yang lebih dari Rp6.000 triliun tersebut secara rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) Tetap relatif Kondusif karena Tetap di Nomor 40,49%. Batas atas yang digariskan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara ialah 60% dari PDB.
Eksis Argumen Tengah kenapa kita Kagak usah panik dan berlebihan menanggapi utang yang naik itu, yakni karena sebagian besar utang tersebut berjangka panjang dan dikelola secara hati-hati. Profil utang pemerintah berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan menjadi basis argumentasinya. Data itu menunjukkan risiko valas utang pemerintah menunjukkan tren turun.
Dari total utang pemerintah pada 2019 sebesar Rp4.778 triliun, sebesar Rp1.808,9 triliun (37,8%) dalam bentuk valas. Pada 2020, Bagian valas naik ke level Rp2.037 triliun (33,5%) dari total utang Rp6.074,6 triliun. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 17/KMK.08/2020 menetapkan Bagian utang pemerintah dalam komposisi valas maksimal 41%. Itu berarti jumlah utang valas yang di Nomor 33,5% menandakan semuanya Tetap terkelola dengan Bagus. Kagak ugal-ugalan.
Demikian juga, dalam urusan Anjlok tempo utang yang Tetap Kondusif. Rata-rata tertimbang Anjlok tempo atau average time to maturity (ATM) utang pemerintah menunjukkan tren penurunan. Setidaknya pada rentang 2016-2020, ATM menunjukkan Nomor di Dasar sembilan tahun. Posisi itu menunjukkan indikator manajemen utang terkelola dengan Bagus.
ATM utang pemerintah pada 2016 di Nomor 9,1 tahun, Lewat 2017 di Nomor 8,7 tahun, kemudian 2018 di Nomor 8,4 tahun, 2019 di Nomor 8,5 tahun, dan pada 2020 di Nomor 8,8 tahun. Data itu menjelaskan manajemen penerbitan, penjualan, dan Anjlok tempo utang pemerintah dijalankan dengan tata kelola yang Bagus.
Jadi, meningkatnya utang pemerintah Kagak perlu direspons secara berlebihan, apalagi panik. Respons berlebihan, apalagi panik dan tuding sana tuding sini, berisiko menurunkan imunitas tubuh. Padahal, dalam situasi penularan virus korona yang Tetap masif seperti sekarang ini, imun yang kuat amat dibutuhkan. Jadi, mulailah menyampaikan segala yang Bagus dengan bijak. Jangan mencemaskan hal-hal yang memang Kagak perlu dicemaskan.

