Penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) terus mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini tentunya selaras dengan peningkatan produksi baterai EV yang diproyeksikan mencapai 8,8 ribu GWh pada 2040 atau meningkat sebesar 19%.
Tren ini menyebabkan adanya hal-hal yang harus diperhatikan seperti pengamanan pasokan bahan baku sebagai komponen pembentuk baterai. Sehubungan dengan ketersediaan bahan baku sebagai komponen pembentuk baterai, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki posisi yang kuat dalam hal tersebut, seperti nikel, bauksit dan timah.
Direktur Rekanan Kelembagaan Indonesia Battery Corporation (IBC) Reynaldi Istanto menyatakan itu adalah potensi regional yang dapat dikembangkan bersama melalui kolaborasi yang secara signifikan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi, serta berkontribusi pada transisi global menuju solusi energi yang berkelanjutan.
Baca juga : Indonesia bakal Mulai Produksi Massal Baterai Kendaraan Listrik pada April
“Kita harus punya fokus keberlanjutan yang diperhatikan untuk mendukung implementasi kerja sama regional,” ujar Reynaldi melalui keterangan tertulis, Senin (26/8).
Setidaknya, ia menyebut tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu pertama fokus pada pengembangan berdasarkan potensi terkuat ASEAN yaitu bahan baterai berbasis nikel. Kedua, fokus pada pengembangan hilirisasi bahan baku dan produksi bersama bahan baterai lainnya. Ketiga, fokus pada pengembangan industri baterai terintegrasi mulai dari penambangan, peleburan/pemurnian, PCAM, baterai, hingga fasilitas manufaktur EV.
Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan proses produksi industri baterai yang terintegrasi, dari hulu ke hilir, untuk nikel dan pengolahan material baterai penting lainnya.
Baca juga : RI-Australia Perkuat Hilirisasi Industri dan kerja Sama Produksi Baterai Kendaraan Listrik
Oleh karena itu, Indonesia Battery Corporation (IBC) didirikan pada tahun 2021 untuk menjadi pemain kunci pada pengolahan hilir bahan baku baterai, dimulai dengan nikel yang kemudian akan merambah ke pengolahan material lainnya seperti mangan dan kobalt.
Posisi IBC pada tahun 2030 diproyeksikan menjadi perusahaan yang bergerak pada ekosistem EV dan baterai global. Pengembangan proyek-proyek IBC juga mencakup inisiatif untuk menciptakan dan mempercepat adopsi kendaraan listrik (EV) dan sistem penyimpanan energi (ESS), memastikan bahwa pasar Indonesia dapat menyerap kegiatan hilirisasi yang dihasilkan dari sumber daya bahan baku.
“Kepada membangun ekosistem rantai terintegrasi ini, IBC telah membentuk berbagai kolaborasi dengan mitra global dan tetap terbuka untuk kemitraan lebih lanjut dengan pemain ASEAN. Kolaborasi ini sangat penting untuk memperkuat ekosistem EV regional,” tuturnya. (Z-11)