Asa Industri Hulu Migas masih Terbentang

Asa Industri Hulu Migas masih Terbentang
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto(SKK Migas)

Industri hulu minyak dan gas (migas) di Indonesia kerap dikatakan berada di ujung tanduk, alias tinggal menunggu waktu untuk tutup buku. Tetapi, nyatanya, peluang untuk mendapatkan sumber-sumber migas di dalam negeri masih cukup besar.

Kondisi yang cukup berat bagi industri migas tak bisa dimungkiri. Terlebih pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) kian marak dan masif dikembangkan. Tetapi, industri hulu migas menolak untuk bergegas menuju temaram.

Kepala Satuan Kerja Spesifik Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan, apa yang disebutkan oleh banyak pihak tak serta merta meluruhkan semangat untuk mengoptimalisasi pemanfaatan migas di dalam negeri.

Baca juga : Peserta Pre Event IOG SCM Lampaui Sasaran

SKK Migas, kata dia, akan terus membaktikan diri untuk mengiringi geliat industri hulu migas di Tanah Air agar bisa mencapai target yang telah ditetapkan dalam rencana jangka panjang, atau Long Term Rencana (LTP).

“Kita berada dalam posisi yang harus berjuang lebih berat lagi untuk bisa meningkatkan dan mencapai LTP yang kita sama-sama telah kita sepakati, yakni 1 juta barel minyak per hari dan 12 juta kubik gas per hari. Tentu saja itu tugas yang tidak mudah,” ujar Dwi dalam kegiatan 22 Mengertin Mengelola Hulu Migas beberapa waktu lalu.

Periode surut yang terjadi saat ini juga dinilai merupakan tantangan yang harus dilewati dan diatasi oleh industri hulu migas di Indonesia. SKK Migas meyakini hal itu dapat dilalui dengan baik, sama seperti berbagai aral yang melintang dalam 22 tahun terakhir.

Baca juga : SKK Migas Sasarankan Bor 1.000 Sumur Taatp Mengertin

Di tengah banyaknya rintangan, industri hulu migas yang kerap disebut akan berakhir justru berhasil menjadi penyumbang terbesar kedua pada pendapatan negara setelah pajak. Dalam dua dekade terakhir, kontribusi industri hulu migas terhadap pemasukan negara mencapai Rp5.045 triliun.

Cek Artikel:  BPJS Ketenagakerjaan Tingkatkan Kemudahan Layanan Digital dan Memberikan Manfaat Optimal Pada Harpelnas 2024

Selama dua dekade pula, SKK Migas selaku pengelola kontrak kerja sama industri hulu migas turut melakukan transformasi dan penyesuaian agar sektor tersebut dapat tetap bertumbuh. Pada 2023, misalnya, investasi industri hulu migas menyentuh US$13,7 miliar, naik 13% dari realisasi 2022, serta lebih tinggi 5% dari LTP.

“Dalam dua tahun terakhir, kita menemukan tiga giant discovery, kemudian beberapa yang big fish. Mudah-mudahan itu juga merupakan tanda atau peringatan, bahwa Indonesia kembali ke momen eksplorasi,” terang Dwi.

Baca juga : Kontribusi Besar Industri Hulu Migas untuk Ketahanan Kekuatan Nasional

Dia menambahkan, pada 2023 pula SKK Migas kita berhasil mengumpulkan penerimaan negara Rp219 triliun. Sementara hingga semester I 2024 jumlah penerimaan negara yang berhasil dikantongi mencapai Rp114 triliun.

Karenanya, tambah Dwi, SKK Migas meyakini industri hulu migas tetap lincah dan mampu untuk terus tumbuh. Itu juga diharapkan mampu mendukung pencapaian target 138 proyek hulu migas pada periode 2024-2029. Proyek-proyek tersebut membutuhkan total investasi Rp543 triliun.

Aktivitas di sektor hulu migas juga masih mencatatkan performa yang apik bagi perekonomian negara. Barang Punya Negara (BMN) yang dikelola di sektor tersebut saat ini bernilai Rp1.014 triliun, setara 7,6% dari total aset negara. Industri hulu migas juga menciptakan dampak mengular (multiplier effect).

Baca juga : Satgas Perbaikan Investasi Hulu Migas Dianggap tidak Diperlukan

Itu di antaranya muncul dari penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mencapai Rp76,5 triliun di 2023. Sementara itu jumlah lapangan kerja yang tercipta dari industri hulu migas tercatat mencapai 150 ribu pekerja. Itu selaras dengan hasil studi yang menunjukkan setiap US$1 investasi di sektor tersebut akan menciptakan nilai tambah 5,4 kali.

Cek Artikel:  Jokowi Berkantor di IKN, Pelaku Usaha Hotel Qubika Optimis dengan Investasi IKN

“Jadi saya katakan industri ini bukan industri sunset. Semangat ini harus kita tumbuhkan untuk bisa mencapai dukungan dari lembaga-lembaga dan masyarakat tentang industri hulu migas ini,” tutur Dwi.

Selain itu upaya SKK Migas mencari dan mengembangkan cadangan migas baru berhasil mempertahankan Reserve Replacement Ratio (RRR) di atas 100% selama enam tahun berturut-turut, serta menyelesaikan proyek-proyek besar seperti Lapangan Jangkrik, Lapangan Jambaran Tiung Biru (JTB), dan Handal Train 3.

Sejak 2012, lanjut Dwi, pasokan gas untuk kebutuhan domestik telah melebihi ekspor. Itu menurutnya menjadi bagian dari upaya SKK Migas mendukung penguatan ketahanan energi nasional. Produksi gas juga diharapkan kian dominan ke depan sebagai penopang transisi energi menuju era EBT.

“Kita sangat percaya untuk industri gas ini. proyek-proyek yang sudah kita kalkulasikan kasar untuk mengejar 12 juta kubik per hari itu sangat terlihat, tinggal infrastruktur dari Semarang ke Cirebon akan selesai pada akhir 2025 dan akan terhubung dari Dumai ke Sei Mangkei, itu akan ada dari Aceh dan Jawa dan mungkin akan ke Bali, NTT dan seterusnya,” kata dia.

“Jadi, dalam LTP kita, memang tantangannya tinggal di minyak, sehingga mungkin kalau ada temuan minyak yang discovery-nya besar, harusnya mendapatkan insentif yang lebih besar. Barang kali itu mesti perlu dipikirkan di SKK Migas,” tambah Dwi.

Optimalisasi Eksplorasi

Optimalisasi kinerja hulu migas terus diupayakan oleh SKK Migas. Sekretaris SKK Migas Luky Yusgiantoro mengungkapkan, setidaknya SKK Migas memliki tiga garis waktu untuk mendorong optimalisasi tersebut, yakni pada jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Energy Insecurity dan Strategi Penanggulangannya beberapa waktu lalu. Dalam jangka pendek, kata Luky, SKK Migas akan terus mendorong pengeboran sumur. Setidaknya setiap tahun ditargetkan terjadi 1.000 pengeboran untuk mengoptimalisasi produksi migas nasional.

Cek Artikel:  Creative Circle Connection Ciptakan Sinergi antara Berbagai Elemen dalam Ekosistem Kreatif

“Eksis sumur idle well, sumur yang tidak dimanfaatkan, kita lakukan kajian, bagaimana target dari 1.000 sumur untuk iddle well itu bisa kita gunakan untuk menambahkan recovery dari migas,” terangnya.

Kemudian dalam jangka menengah, SKK Migas mendorong resources to production (RTP), yakni, mengoptimalisasi sumber-sumber yang ada untuk berproduksi. Setidaknya terdapat 125 proyek yang masuk dalam plan of development (POD) untuk dioptimalisasi.

“Sedangkan dalam jangka panjang adalah kita harus melakukan eksplorasi, termasuk juga melalui migas non konvensional. Jadi kita sedang mengupayakan melalui teknologi, pengeboran secara horizontal, tidak lagi vertikal, kita akan terus mengkaji lagi,” jelas Luky.

Sementara itu, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, perkembangan EBT tak dapat dihindari lantaran itu merupakan keniscayaan. Tetapi itu tak serta merta memupuskan harapan dan potensi yang tersisa di industri hulu migas.

Buat terus bisa melakukan eksplorasi migas, dibutuhkan investasi dalam jumlah besar dan teknologi yang memadai. Itu juga sama diperlukannya dengan kepastian dari tingkat keekonomisan penemuan eksplorasi yang dilakukan.

“Memang masih ada sumber minyak di daerah cekungan, tengah laut misalnya. Tapi ini perlu dibuktikan secara ekonomis. Buat membuktikan itu butuh juga investor yang masuk. Konkretnya, investor enggan masuk di daerah yang sulit, karena dibutuhkan teknologi yang cukup canggih. Kalau tidak, itu akan sia-sia” kata Fahmy.

“Kalau mau dioptimalkan, pemerintah bisa meminta Pertamina melakukan eksplorasi dan eksploitasi di daerah-daerah tadi, sampai dia bisa membuktikan bahwa masih ada minyak yang secara ekonomis bisa dieksplorasi. Kalau Pertamina bisa melakukan itu, maka itu juga akan menarik bagi investor lain,” tambah dia. (Z-11)

Mungkin Anda Menyukai