Artificial Intelligence, Tantangan atau Kesempatan

Artificial Intelligence, Tantangan atau Peluang? 
Fransiscus Go(Dok pribadi)

Era sekarang teknologi menyangga kehidupan kita. Hidup modern Begitu ini dikuasai perkembangan yang Tak terbendung dan penerapan dari teknologi itu. Dapat kita saksikan di sekeliling kita yakni teknologi yang berperan besar di segala lini. Artificial intelligence (AI) adalah salah satu bagian dari teknologi tersebut.

AI merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi Demi membantu Sosok. Bagaimanakah tantangan dan peluangnya dalam dunia pendidikan?

Ibarat pedang bermata dua

Pada dasarnya, teknologi AI bersifat Independen dalam artian bebas nilai. Sebagaimana teknologi secara Biasa Dapat dipakai Demi melakukan kebaikan maupun kejahatan, demikian pula kiranya dengan AI.

Teknologi selalu bersifat praktis dan teknis. Peranan menyediakan jalan Demi membantu melaksanakan sesuatu. Perihal apakah sesuatu itu patut dan harus Demi dilakukan, apakah Berkualitas atau Jelek? Itu sudah masuk ranah moral dan etika. Teknologi dengan demikian sejauh menjadi tools, ibarat pedang bermata dua; Dapat Demi menyelamatkan, Pandai pula Demi menghancurkan.

Karena AI sebagai sarana, dia bersifat instrumentalis. Artinya hanya sebagai penunjang dan pendukung. AI bukan yang esensial dan normatif, bukan pula yang Mendasar. Mengingat perkembangannya yang berubah seiring jalan, maka AI juga Tak Stagnan. Dia Bergerak sebagaimana teknologi, misalnya handphone, laptop dan lain sebagainya.

Terhadap hal yang berubah-ubah demikian kiranya kita Tak perlu menjadi risau. AI ibarat buih di tepi pantai yang Dapat lenyap dan Lanjut berganti. Tetapi Dapat sedikit dimaknai dan membantu dalam kerangka waktu.

Terdapat yang lebih Krusial

Karena sifatnya peri-peri alias permukaan saja dan artifisial (sebutannya saja artificial bukan the real). Maka pengetahuan yang Konkret itulah (the real intelligence) yang semestinya mengusik kita. Pengetahuan sesungguhnya itulah harus kita cari, bukan yang dangkal dan berubah-ubah. Apalagi manipulatif, modified atau gejala lahiriah semata. 

Cek Artikel:  Dari Angket Menuju Pemilu Berintegritas

Mungkin pertanyaan Obrolan yang Dapat saya usulkan ialah; pengetahuan Corak apa yang harusnya kita cari? Apakah sudah Betul berbicara tentang AI dan pro-kontranya di dunia pendidikan mengingat AI hanyalah sarana dan fenomena yang berubah-ubah di atas? Apakah kita belum menemukan the real intelligence sehingga membutuhkan artificial intelligence?

Apakah kita belum percaya diri dengan kemampuan Sosok yang Malah menciptakan AI tersebut? Ataukah Malah kita menjadi Sosok yang enggan Demi berpikir dan mencari, mengelaborasi dan akhirnya menemukan pengetahuan yang sesungguhnya?

Demi yang terakhir ini, Dapat jadi sebuah fenomena Biasa karena mentalitas Sosok pragmatis dan oportunis Era sekarang didukung kemudahan, sehingga mandul dalam berpikir, kehilangan daya kritis, Tak mau bersusah payah membaca, Tak suka akan kebenaran, lebih suka gosip, yang Krusial keren dan beken, mengutamakan yang tampak dan bukan yang di dalam.

Jadi fokusnya kini bukan pada AI Tengah sebagai objek, melainkan pada Sosok (kita-kita ini), sebagai subjek harus bagaimana?

AI tetap Bermanfaat

Biar bagaimanapun berbicara tentang AI istimewanya dalam pendidikan, Niscaya mendatangkan pro dan kontra. Bahwa sebagai gejala lahiriah, AI memang Dapat Bermanfaat sebagai sebagai sarana. Bahasa pemrograman memang sangat canggih dan sanggup mengubah kebudayaan. Dengan AI misalnya Chat GPT, dimungkinkan penyeragaman bahasa. Bahwa suatu kelak umat Sosok akan digiring ke satu bahasa yang sama, bukanlah hal yang mustahil sebagai konsekuensi dari Chat GPT tersebut.

Cek Artikel:  Demokrasi Post-Secular dan Agenda Kesetaraan Kasus Tambang Buat Ormas Keagamaan

Tetapi demikian, kita Tak boleh terkecoh. Kita Sosok adalah makhluk yang Bergerak. Selain Bergerak, kita Dapat Membikin determinasi, artinya Membikin jarak dengan sarana-sarana tersebut.

Sebagai Misalnya, kita Dapat memutuskan Demi hidup tanpa handphone satu minggu dan pergi ke hutan tanpa Terdapat yang mengganggu. Karena sekali Tengah, HP (baca: AI), adalah Elemen luar yang memang sekarang sangat vital, Tetapi bukan yang esensial. Kita tetap Dapat hidup tanpa HP.

AI kendati berubah-ubah, Dapat mempengaruhi kehidupan Sosok. Seperti di awal dikatakan, sebagai sarana Dapat membantu kehidupan. Dalam konteks pendidikan, ia menjadi resources ilmu pengetahuan. Meski sifatnya hanya informatif. 

Kalau Ingin sungguh-sungguh menguasai suatu bidang, misalnya, tidaklah cukup hanya belajar pada atau mengandalkan AI. Ketergantungan yang berlebihan sehingga enggan belajar bukanlah masalah AI, melainkan masalah mentalitas diri orang yang bersangkutan.

Ketekunan dan daya juang

Demi kualitas unggul dalam pendidikan, tetap diperlukan jerih payah dan keringat lelah dalam belajar. Misalnya membaca literatur ilmiah dan studi-studi riset serta tulisan-tulisan ilmiah sepanjang Era yang sudah terbukti kredibilitas intelektualnya. 

Demi hal ini, Naskah apa yang kita baca mempengaruhi pola pikir dan pengetahuan kita. Tokoh mana yang kita dalami pemikirannya, akan menentukan arus pemikiran dan mazhab yang kita anut. Tetapi bila menggantungkan diri pada AI, kemampuan kita juga akan hanya artifisial. Pengetahuan yang mendalam tetap membutuhkan usaha dan kemampuan Demi bertekun.

Cek Artikel:  Setahun Genosida Gaza dan Hancurnya Hukum Humaniter

Pro dan kontra terkait AI dengan demikian dalam pendidikan bukan soal penggunaan AI Demi tugas-tugas. Itu hanyalah permukaan. Yang Krusial dalam pendidikan Berkualitas vokasi maupun profesi ialah hasrat yang tiada henti Demi menggali dan mengelaborasi.

Dilengkapi dengan kejujuran ilmiah (artinya berani berpikir sendiri dan malu bila menggunakan pemikiran orang atau alat bantu seperti AI), tentu seseorang akan maju dalam pengetahuan. Baginya pengetahuan bukan Tengah beban atau opportunis sebagai jalan memperoleh ijazah semata, melainkan Demi hidup itu sendiri. Non scholae sed vitae discimus (kita belajar bukan Demi sekolah/nilai, melainkan Demi hidup itu sendiri).

Pendidikan akan Lanjut berlanjut. Melampaui pro dan kontra yang Terdapat, pendidikan lebih kepada membentuk Sosok. Kalau Sosok sudah dibentuk, apapun Elemen luar yang mengitari hidup Sosok— di antaranya AI— Dapat dikondisikan demi perkembangan kualitas diri tanpa harus menggerus kepribadian seseorang.

AI Dapat Bermanfaat bagi orang yang berkualitas sekaligus Dapat menjadi bumerang bagi yang kurang bijaksana. Jadi problemnya bukan pada pro dan kontra AI, melainkan pada kualitas diri seseorang. Mungkin Anda Dapat menipu dengan AI Demi tugas-tugas sekolah dan kuliah, misalnya, tapi dalam kehidupan Konkret akan terbukti bahwa Anda Tak belajar sungguh-sungguh. 

Karena kualitas diri dibina dari dalam, dan hanya orang-orang berkarakter yang Dapat memperolehnya. Demi dunia sekarang, orang pintar Terdapat di mana-mana, Tetapi orang berkarakter sungguh susah dicari dan memang merupakan hasil pendidikan yang penuh jerih payah.

Mungkin Anda Menyukai