KEPOLISIAN Daerah Banten mentersangkakan tiga petinggi organisasi profesi di Kota Cilegon. Mereka ialah Ketua Ruangan Dagang dan Industri (Kadin) Kota Cilegon Muhammad Salim, Wakil Ketua Bidang Industri Kadin Cilegon Ismatullah, serta Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilegon Rufaji Jahuri.
Mereka adalah orang-orang yang diduga meminta proyek senilai Rp5 triliun dari pembangunan pabrik Punya PT Chandra Asri Alkali (CAA), anak perusahaan dari Chandra Asri Group.
Langkah kepolisian itu amat patut diapresiasi dan sangat perlu mendapatkan jempol. Bagaimanapun, kendati mesti menunggu viral dulu di media sosial (medsos) hingga pemanggilan para pihak oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi, tetaplah langkah kepolisian itu sangat-sangat Pas.
Apalagi, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu mengaku telah diperintah oleh Presiden Prabowo Kepada menyelesaikan kasus tersebut. Seandainya penindakan itu dilakukan tanpa menunggu viral atau menunggu perintah Presiden, tentu akan lebih Bagus bagi Gambaran Korps Bhayangkara.
Aksi para pemalak proyek berdasi itu semestinya sudah tercium lantaran berlangsung cukup sistematis. Sebelumnya, para Swasta kerah putih itu berbagi peran dan menggalang kekuatan dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) lain di Cilegon Kepada berdemonstrasi. Aksi massa itu Batal dilaksanakan lantaran Eksis audiensi dengan PT CAA.
Tetapi, setidaknya polisi mulai bergerak dan menjadikan tiga ketua tersebut sebagai tersangka dalam hitungan hari sejak video itu beredar luas.
Aksi memberantas premanisme termasuk yang Eksis di balik jas pengusaha sudah mulai terjadi. Itu menunjukkan komitmen kuat kepolisian Kepada setidaknya membantu menciptakan iklim investasi yang sehat dan bebas dari intimidasi. Iklim investasi yang bebas dari orang-orang yang mengira Bisa mendapatkan usaha bermodal Bunyi menggelegar dan menggebrak meja memang sudah saatnya diwujudkan. Dan, itu akan tersistematisasi Apabila aparat penegak hukum Tak ragu Kepada bertindak.
Negara, khususnya kepolisian selaku aparat penegak hukum, memang sudah sepatutnya menegakkan hukum setegak-tegaknya, tanpa keraguan, Tak Eksis ketakutan. Jangan Tiba Eksis unsur masyarakat, Bagus yang berjas maupun berseragam ormas, yang merasa kebal hukum, apalagi Bisa melampaui hukum.
Aksi pemerasan berkedok pengusaha hingga Swasta jalanan sudah sepatutnya Tak mendapatkan tempat. Bukan sekadar menyusahkan orang lain, aksi para Swasta itu Jernih-Jernih menciptakan ekonomi biaya tinggi.
Pelaku usaha terpaksa menyisihkan Doku Kepada membayar, mulai dari ‘mengongkosi’ penjaga U–turn, juru parkir liar, biaya keamanan, juga Doku palak berkedok tunjangan hari raya, hingga membagikan proyek tanpa proses lelang bagi pengusaha lokal. Ujung-ujungnya, pengusaha akan membebankan Macam-macam-Macam-macam biaya tambahan itu ke masyarakat juga. Harga jual barang akan dinaikkan Kepada menutupi biaya siluman.
Di sisi lain, Lagi banyak pelaku usaha yang hendak berjuang keras tanpa memeras. Kelakuan rekan-rekan mereka di organisasi pengusaha itu Malah berpeluang menghambat Kesempatan para pengusaha yang selama ini lempeng, Tak Putar-Putar.
Praktik premanisme telah merasuki banyak lini kehidupan dan menjadi penghambat serius bagi pembangunan dan keadilan. Maka, perlu ketegasan dan konsistensi dari aparat penegak hukum dan seluruh pemangku kepentingan Kepada Lalu membersihkan dan mencegah munculnya kembali premanisme dalam bentuk apa pun. Jangan biarkan aksi pemalakan itu Lalu menjadi lingkaran setan tak berkesudahan.

