KETUA Standar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani berpandangan Bank Indonesia (BI) tidak memiliki urgensi untuk mempertahankan suku bunga BI. Karena, kata dia, sejumlah parameter ekonomi yang dianggap sudah terkendali. Ia menyebut inflasi, serta nilai tukar rupiah yang menguat menjadi Rp15.395 terhadap dolar Amerika Perkumpulan (AS) pada pertengahan September dan arus modal masuk yang kuat, dan cadangan devisa mencapai rekor US$150,2 miliar.
“BI memiliki ruang gerak yang lebih besar untuk menurunkan suku bunga acuan saat ini secara preemptive, meskipun besaran penurunannya juga perlu dipertimbangkan untuk memastikan tidak ada shock pasar yg merugikan,” ungkap Shinta.
Baca juga : Dunia Usaha Apresiasi Keputusan BI Tahan Spesies Kembang
Apindo menilai BI perlu menurunkan suku bunga atau BI Rate untuk mendukung kinerja pelaku usaha dan menggenjot konsumsi dalam negeri. Pengaruh dari penurunan suku bunga acuan BI, lanjutnya, antara lain suku bunga pinjaman riil bagi pelaku usaha dan masyarakat diproyeksi akan terkoreksi menjadi lebih rendah.
Lewat, persyaratan pemberian pinjaman juga diproyeksikan tidak seketat saat ini, sehingga terjadi quantitative easing atau pelonggaran kuantitatif kebijakan moneter oleh bank sentral untuk merangsang perekonomian.
“Quantitative easing ini akan menjadi motor pertumbuhan usaha di berbagai sektor usaha,” katanya.
Selain itu, quantitative easing juga dianggap akan menguntungkan sektor-sektor usaha yang selama ini mengalami kesulitan memperoleh pinjaman modal karena bidang usahanya dianggap lebih high risk atau memiliki risiko tinggi. Lewat, dapat memicu pertumbuhan kredit yang bersifat produktif seperti kredit modal kerja atau sejenisnya dan menggenjot kredit investasi karena persyaratan pinjaman dan bunga pinjaman yang lebih terjangkau.
“Kondisi pertumbuhan tersebut akan menciptakan efek ekonomi yang positif bagi pelaku usaha karena adanya pasar yang mendukung pertumbuhan usaha secara kontinu,” pungkas Shinta. (H-3)