Antisipasi Perubahan Pola Partisipasi Politik Pemilih Muda

Antisipasi Perubahan Pola Partisipasi Politik Pemilih Muda
Najmuddin M. Rasul, Dosen Komunikasi Politik Universitas Andalas.(Ist)

PARTISIPASI politik sangat Krusial Buat sebuah negara demokrasi, supremasi hukum, inklusi sosial dan pembangunan ekonomi, dan kemajuan Sekalian hak asasi Orang. Hak partisipasi politik Krusial dalam pemberdayaan individu dan Golongan, yang Krusial Buat menghilangkan marginalisasi dan diskriminasi.

Hak-hak ini juga Kagak dapat dipisahkan dengan hak asasi Orang lainnya seperti hak Buat berkumpul dan berserikat secara damai, kebebasan berpendapat dan berekspresi serta hak atas pendidikan dan informasi.Demokrasi adalah salah satu nilai inti universal Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menjadi arus Penting negara-negara modern. 

Pemilihan Lazim adalah prasyarat Penting di negara demokrasi moderen. Pemilihan Lazim diselenggarakan Buat mewujudkan tujuan demokrasi, Merukapan pemerintahan dari, oleh, dan Buat rakyat. Buat mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilihan Lazim harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

Sistem demokrasi perwakilan bertujuan agar kepentingan dan kehendak Penduduk negara tetap dapat menjadi bahan pembuatan keputusan melalui orang-orang yang mewakili mereka. Di dalam gagasan demokrasi perwakilan, kekuasaan tertinggi (kedaulatan) tetap di tangan rakyat, tetapi dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat sendiri. 

Di sisi lain, pemilihan Lazim disebut sebagai salah satu tahapan proses demokrasi dalam siklus lima tahunan. Buat mencapai demokrasi yang berkulitas, Pemilihan Lazim harus dilaksanakan dengan jujur, adil dan transparan. 

Pemilihan Lazim dilaksanakan oleh suatu badan yang disebut Komisi Pemilhan Lazim (KPU). KPU ditetapkan berdasarkan Undang-undang dan dalam Penyelenggaraan tugas-tugasnya KPU juga dilengkapi dengan regulasi lainnya.  

Proses Penyelenggaraan Pemilihan Lazim sudah Tamat pada tahap penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT). KPU telah mengumukan bahwa jumlah pemilih adalah sebanyak 204.807.222. Pada Pemilu 2024 menurut KPU 51.93 persen adalah pemilih muda yang berumur antara 17 Tamat dengan 40 tahun. Sedangka yang berumur diatas 41 tahun berjumlah 48.07 persen. Artinya, pemilih pada Pemilu 2024 didominasi pemilih muda. 

Berdasarkan uraian di atas, maka tulisan ini bertujuan Buat menjelaskan Ciri dan perilaku politik pemilih muda. Tulisan Buat mengingatkan KPU dan elit politik dalam sosialisasidan komunikasi politik dengan pemilih muda. Oleh Karena itu, tulisan focus menguraikan dua variable Penting yang berkaitan erat dengan perubahan partisipasi politik pemilih muda. 

Komposisi Pemilih

Secara Formal Lepas 2 Juli 2024 Komisi Pemilihan Lazim (KPU) RI secara Formal mengungkapkan jumlah pemilih pada Pemilihan Lazim 2024 adalah 204.807.222. Dari jumlah tersebut Rupanya generasi milenial mendominasi jumlah pemilih pada Pemilihan Lazim 2024 yakni 68.822.389 orang atau 33,60 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT).

Data demografi pemilih menunjukkan bahwa pemilih berusia 40 tahun ke atas berjumlah 98.448.775 orang atau 48,07 persen. Pemilih berusia 17 hingga 30 tahun sebanyak 63.953.031 orang atau 31,23 persen dan pemilih usia 31 hingga 40 tahun sebanyak 42.398.719 orang atau 20,70 persen. Sementara itu, jumlah pemilih paling sedikit berusia 17 tahun ke Dasar. Jadi, Kalau dikalkulasikan Rupanya pemilih berusia 17 tahun hingga 40 tahun maka jumlahnya adalah 51.93 persen. Artinya pemilih pada Pemilu tahun 2024 didominasi pemilih muda atau pemilih yang berumur antara 17 hingga 4o tahun.

Cek Artikel:  Penantian 32 Tahun, Cerminan Sepak Bola Indonesia

Perubahana Pola Partisipasi Politik: Dari Tradisonal ke Moderen.

Banyak Ahli Membangun definisi Partai sipasi politik. Yang Jernih substansinya adalah mengacu pada berbagai Langkah Penduduk negara dapat mengekspresikan pendapat mereka tentang dunia dan mempengaruhi bagaimana negara mereka diatur. Melalui partai sipasi politik, Penduduk negara dapat mempengaruhi bagaimana perwakilan terpilih Membangun danmenerapkan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial.

Partisipasi politik mencakup berbagai kegiatan di mana orang mengembangkan dan mengekspresikan pendapat mereka tentang dunia dan bagaimana dunia diatur, dan mencoba Buat mengambil bagian dan membentuk keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Partisipasi politik dan publik sangat Krusial Buat pemerintahan yang demokratis, supremasi hukum, inklusi sosial dan pembangunan ekonomi, dan kemajuan Sekalian hak asasi Orang. Hak partai sipasi Krusial dalam pemberdayaan individu dan Golongan, yang Krusial Buat menghilangkan marginalisasi dan diskriminasi.

Berkaitan dengan definisi partsipasi politik tersebut, Rasul (2018) menjelaskan bahwa Partisipasi dalam demokrasi adalah sesuatu yang Krusial, karena partisipasi sangat mempengaruhi kualitas demokrasi pada sebuah negara demokrasi. Sementara itu Verba dan Nie, dalam Rasul (2018) menyebut bahwa partisipasi politik adalah jantungnya demokrasi.

Pendapat tersebut didukung oleh Helander (2012), yang menyatakan bahwa partai sipasi politik adalah prasyarat Penting dalam sebuah negara demokrasi. Begitu pentingnya partai sipasi dalam negara demokrasi, Sylvester dan McGlynn, (2010) mengatakan demokrasi Kagak akan Mempunyai Maksud apa-apa dan legitimasi tanpa adanya partai sipasi Penduduk dalam proses demokrasi.  Partai spasi Penduduk Mempunyai Rekanan erat dengan budaya dan Kebiasaan satu bangsa. 

Hal ini dikuatkan pula oleh pandangan Almond dan Verba, (1963); Barnes et al. (1979); Verba dan Nie, (1972), mereka menjelaskan bahwa partisipasi Penduduk dalam demokrasi berhubunan erat dengan budaya politik suatu bangsa. Oleh itu, budaya politik dapat mendorong Penduduk Buat berpartai sipasi, misalnya Penduduk Amerika aktif terlibat dalam perkumpulan sukarela, terlibat dalam Obrolan politik dan masalah-masalah politik lainnya.

Partisipasi dalam demokrasi adalah sesuatu yang Krusial, kerana ianya sangat mempengaruhi kualitas negara demokrasi. Verba dan Nie, (1972) menyebut partisipasi politik sebagai cornerstone dan jantung demokrasi. Pendapat tersebut didukung oleh Helander (2012), bahwa partisipasi politik adalah prasyarat Penting dalam sebuah negara demokrasi.

Cek Artikel:  Dilema Cukai MBDK

Begitu pentingnya partisipasi dalam negara demokrasi, Sylvester dan McGlynn, (2010) mengatakan demokrasi Kagak akan Mempunyai Maksud apa-apa dan legitimasi tanpa adanya partisipasi Penduduk dalam prosesdemokrasi. Partispasi Penduduk Mempunyai Rekanan erat dengan budaya dan Kebiasaan satu bangsa. Hal ini dikukuhkan oleh pandangan Almond dan Verba, (1963); Barnes et al. (1979); Verba dan Nie, (1972), bahawa partisipasi Penduduk dalam demokrasi berhubungan eratt dengan budaya politik suatu bangsa. 

Oleh itu, budaya politik dapat mendorong Penduduk Buat berpartisipasi, misalnya Penduduk Amerika aktif terlibat dalam perkumpulan sukarela, terlibat dalam Obrolan politik dan masalah-masalah politik lainnya.

Berdasarkan laporan penelitian Rasul (2018), Pemilih muda ini Mempunyai Ciri tersendiri. Misalnya, dari sisi pendidikan, social ekonomi mereka relative tinggi. Bahkan, umumnya mereka telah termasuk Penduduk yang melek informasi, Mempunyai jaringan social, kreatif dan inovatif. Mereka Kagak gampang dengan ajakan dan iming-iming politik Doku, mereka Kagak Dapat ditekan. Mereka Kagak mudah digoda bahkan mereka cenderung Kagak aktif dan Kagak mau terlibat dalam kegiatan politik praktis.

Menurut Rasul (2018) perubahan landscape politik, teknologi komunikasi berdampak pula pada pola partisipasi politik yakni: dari partisipasi politik tradisional ke partisipasi politik moderen dalam hal ini aktivitas partisipasi politik pemilih muda banyak dilakukannya dalam bentuk kegiatan Membangun  artikel dan opini di media social dan aktivitas laiannya seperti Obrolan, kegiatan demo yang diorganisir oleh NGO. Ini yang disebut dengan social/civik partisipasi politik. 

Perubahan Kebiasaan Kewarganegaraan: Dari Kebiasaan Duty ke Kebiasaan Engange

Perubahan peta politik dan komunikasi politik turut mempengaruhi normakewarganegaraan dalam kalangan generasi muda. Kebiasaan kewarganegaraan sebagai satu set hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan telah dijadikan wacanadiskusi semenjak Aristotle dan Plato, ini pun turut mengalami perubahan. 

Berkaitan denga isu Kebiasaan kewarganegaraan itu, Dalton (2008) dan Rasul (2018) menjekaskan bahwa dalam negara demokrasi masalah kewarganegaraan menjadi isu Krusial, karena iamemiliki peranan Krusial dalam proses demokratisasi. Penduduk negara bukan hanya sekadar penonton, tetapi merekajuga Mempunyai rasa tanggungjawab terhadap proses demokrasi, misalnya ikut memilih, taat membayar pajak dan berpartsipai dalam politik, meningkatkan kesadaran  masyarakat terhadap demokrasi, membangun Watak bangsa serta melaporkan setiap adanya pelanggaranhukum).

Penduduk negara Mempunyai hak dan tanggungjawab yang dijamin oleh perlembagaan negara. Pandangan tersebut sejalan dengan konsep Penduduk yang dikemukakan oleh Marshal (1950) yakni; hak-hak civil, politik dan sosial Penduduk negara. Sedangkan Zamudio (2004), mengemukakan Terdapat tiga dimensi kewarganegaraan, yakni; status sebagai Penduduk negara, Mempunyai rasa kebersamaan dan kesadaran yang tinggi (exercise dan conscience).

Cek Artikel:  Kang Acil Seniman-Aktivis-Budayawan

Perubahan Kebiasaan dalam kalangan generasi muda tersebut menurut Blumler dan Kavanagh, (1999); Farrell dan Webb, (2000); dan Norris, (2000). berdampak kepada sikap dan pola partisipasi politik, Merukapan perubahan pola partisipasi politik dari partisipasi politik tradisional (electoral participation) kepada partisipasi politik moden dan politik sivik yang berorientasi kepada keterlibatan dalam aksi-aksi yang dilakukan oleh masyarakat sivil dalam organisasi. 

Sedangkan menurut Dalton (2008), dimensi kewarganegaraan telah terbagi pada tiga sub dimensi perubahan Kebiasaan kewarganegaraan, Merukapan Kebiasaan tanggungjawab yang berorientasi pada nilai-nilai tradisional seperti pemungutan Bunyi, taat dan mematuhi undang-undang, dan menjaga Rekanan Berkualitas dengan orang lain, Mempunyai rasa tanggungjawab, dan menghormati etika.

Kebiasaan kedua, Kebiasaan keterlibatan (engage citizenship), Merukapan perubahan dari nilai tradisional ke nilai baru atau Kebiasaan keterlibatan kewarganegaraan. Nilai ini bersifat langsung, lebih berorientasi pada nilai-nilai keterbukaan seperti memberi pendapat di media, melakukan protes terhadapkebijakan  pemerintah dan sebagainya. Perubahan Kebiasaan ini Akibat kepada sikap dan perilaku politik generasi muda.

Umumnya aktivitas Kebiasaan keterlibatan kewarganegaraan menurut Theocharis (2011) lebih bersifat extra-institutional dan berorientasikan pada sivik. Perubahan pola aktivitas ini menurut Franklin (2004); Dalton dan Wattenberg (2000;) Putnam, (2000); Lawson dan Merkle, (1998) dapat mengurangkan minat Penduduk untukikut memilih dalam pilihan Lazim, penurunan minat menjadi Member partai politik,bahkan terjadi pula penurunan kepercayaan modal sosial. 

Dalam Kebiasaan keterlibatankewarganegaraan ini, aktivitas Penduduk sama dengan aktivitas warganegara dalamera pasca–materialisma (Inglehart dan Welzel, 2005) yakni aktivitas langsungyang mencakupi nilai-nilai kebebasa. Perubahan pola dan aksi politik dalamera transisi ke demokrasi ini menurut Jacobsen dan Linkow (2012) dan Dalton(2008), berhubungan erat dengan semakin tinggi tingkat pendidikan Penduduk dansemakin membaiknya ekonomi Penduduk. Perubahan Kebiasaan berdampak dan perngerauh signifikan pada perubahan pola partisipasi politik pemilih muda. 

Menurut KPU Pemilih tahun 2024 berjumlah 204.807.222 orang. Pemilih muda yang berumur antara 17-40 tahun berjumlah 51.93 persen.  Sedangkan yg berumur diatas 41 tahun berjumlah sebanyak 48.07 persen.  Berdasarkan data itu, pemilih muda yang rasional lebih banyak dari Pemilih tradisional. Umumnya mereka tergolong pada Golongan undecided voters. Ini Dapat Kesempatan bagi aktor Buat meraup Bunyi. Tetapi Dapat pula jadi ancaman bagi aktor politik bila aktor politik tdk Bisa berkomunikasi dengan mereka. (S-4)

 

Mungkin Anda Menyukai