SEBAGIAN besar pengamat politik terpaksa harus gigit jari karena penampilan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam debat ketiga di luar prediksi. Debat yang bertemakan pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri, sebelumnya diprediksi bakal dikuasai Prabowo Subianto yang notabene adalah Menteri Pertahanan.
Selain sebagai Menhan, Prabowo juga sudah malang melintang di dunia militer selama 28 tahun hingga berakhir dipecat sebagai Pangkostrad karena terlibat penculikan sejumlah aktivis prodemokrasi. Tetapi, performa Prabowo jauh dari perkiraan. Mantan Danjen Kopassus itu malah menjadi bulan-bulanan capres nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.
Kedua capres ini mempertanyakan kepada Prabowo apa saja yang telah dikerjakan selama dirinya menjadi menhan dalam Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024. Mulai dari pembelian alat utama sistem persenjataan atau alutsista bekas, kesejahteraan prajurit, hingga fenomena ordal alias orang dalam di proyek-proyek Kementerian Pertahanan.
Anies menyodok Prabowo soal standar etika selaku pemimpin, karena dalam pertemuan dengan kader Partai Gerindra Prabowo mengolok-olok perihal etika, bahkan dengan bahasa yang kasar.
Salah satu pendiri ormas Nasional Demokrat itu juga menyinggung soal keberadaan ordal dalam proyek pembelian alutsista di Kemenhan di bawah bendera PT Teknologi Militer (TMI) dan PT Indonesian Defense and Security Technologies dan Ordal dalam proyek Food Estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Menurut Anies, food estate yang ditanami sinkong gagal dan hanya menguntungkan kroni Prabowo.
Sementara itu capres Ganjar Pranowo dengan mengutip sejumlah data mempertanyakan capaian minimal essential force selama Prabowo menjabat sebagai Menhan sebesar 65,49?ri target 79%. Alih-alih menjawab secara gamblang terkait pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Anies dan Ganjar, Prabowo mengatakan waktunya terbatas dalam debat sehingga memilih debat di luar forum yang dibuat Komisi Pemilihan Lumrah.
Prabowo gagal memanfaatkan forum debat untuk menjelaskan program-program yang telah dikerjakannya dalam rangka memperkuat pertahanan negara. Prabowo selama ini terkesan mengerjakan tugas di luar tupoksinya.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Mengertin 2015 tentang Kementerian Pertahanan, tugas Menhan adalah merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan di bidang strategi pertahanan, perencanaan pertahanan, potensi pertahanan, dan kekuatan pertahanan. Tetapi yang sering mencuat justru pekerjaaan di luar ranahnya, seperti bagi-bagi sepeda motor ke Babinsa, pembagian sumur bor, dan bedah rumah.
Indonesia membutuhkan Menhan yang mumpuni, Menhan yang mengerti dan mampu mengukur apa potensi ancaman terhadap pertahanan dan keamanan bangsa ini ke depan. Pasalnya, dengan luas wilayah dan populasi penduduk salah satu terbesar di dunia, negeri ini menghadapi tantangan pertahanan dan keamanan yang high risk di tengah geopolitik global.
Di sisi lain, anggaran Kemenhan periode 2020-2024 mencapai Rp 692,92 triliun atau hampir Rp 700 triliun. Anggaran ini tertinggi di antara kementerian lainnya. Kepada alokasi APBN 2024, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran Kemenhan mengalami kenaikan yang signifikan untuk belanja alutsista dari utang luar negeri menjadi US$25 miliar atau naik Rp65 triliun.
Anggaran jumbo Kemenhan di tengah pertumbuhan ekonomi yang stagnan 5%, itu jelas memerlukan pengelolaan dengan prinsip good governance. Kagak cukup dengan umbar gimik atau jargon. Anggaran sebesar itu jangan sampai salah kelola, salah sasaran, apalagi dikorupsi.
Begitupun kepada Presiden Joko Widodo. Meskipun ia acap terlihat meng-endorse capres Prabowo Subianto, mestinya Presiden tidak boleh membiarkan Prabowo selaku pembantunya mengerjakan tugas-tugas di luar bidangnya demi mengerek elektabilitas dalam Pilpres 2024.