SETIDAKNYA ada tiga orang yang hari-hari ini menjadi atensi. Mereka disandingkan, lalu dibanding-bandingkan. Eksis anak muda yang idealis, ada yang bersahaja, ada pula yang suka-suka.
Anak muda pertama ialah Iqbal Ramadhan. Sosok yang satu ini menyedot perhatian setelah ditangkap dan menjadi korban kekerasan aparat saat ikut demonstrasi menentang akal-akalan DPR terkait dengan RUU Pilkada di Jakarta, Kamis (22/8). Iqbal kian menjadi perhatian sebab dia ternyata bukan anak sembarangan. Dia anak Moerdiono, letnan jenderal TNI purnawirawan. Pensiunan tentara dengan tiga bintang.
Bagi generasi now, Moerdiono mungkin agak asing di telinga. Sekadar gambaran, Moerdiono ialah menteri sekretaris negara 1988-1993 dan 1993-1998 di era Orde Baru. Dia penyambung lidah Pak Harto. Soal kewenangan dan kekuasaannya? Jangan ditanya.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?
Tetapi, tak semua anak suka memanfaatkan nama besar orangtua mereka. Termasuk Iqbal. Dia mengaku lahir dari rahim seorang perempuan yang penuh perjuangan. Ibunya, pedangdut Machica Mochtar, harus bekerja keras merawat dan membesarkannya tanpa kehadiran sosok ayah. Memang ada persoalan dalam hubungan cinta Moerdiono dan Machica.
“Saya tidak pernah menggunakan nama besar almarhum ayah saya untuk kepentingan pribadi. Saya menjaga rapat latar belakang kedua orangtua saya. Bahkan, ketika saya berada pada situasi yang sangat mengerikan di hadapan aparat bersenjata yang melecehkan, memukul, menendang kepala saya,” begitu Iqbal bilang.
Iqbal berujar dirinya bukan anak yang hidup dalam kemewahan dan kekuasaan. Sejak kecil dia berjuang melawan ketidakadilan. “Di saat yang lain memanfaatkan nama besar orangtuanya agar mendapatkan kedudukan dan jabatan, ada banyak orangtua dan pemuda yang berjuang untuk membayar biaya pendidikan yang mencekik, mencari kerja untuk menjadi tulang punggung keluarga, dan menjadi ojol hanya untuk bertahan hidup sehari.”
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Itulah Iqbal, anak muda yang kiranya masih idealis. Semoga idealismenya tak luruh oleh godaan dan rayuan baik harta maupun kuasa.
Sosok kedua ialah Armand Wahyudi Hartono. Usianya sebenarnya tak lagi muda, sudah 49 tahun, tapi saga inspiratifnya semasa muda kembali mengemuka. Kesederhanaannya diangkat-angkat lagi. Kisahnya naik pesawat komersial kelas ekonomi diviralkan lagi. Kepatuhannya untuk menapaki jalan normal seperti menjalani tes pada umumnya dalam meniti karier di perusahaan keluarga disebarkan lagi.
Armand bukan orang sembarangan. Dia anak Robert Budi Hartono, pemilik BCA dan perusahaan rokok Djarum. Keluarga Hartono salah satu orang terkaya di Indonesia. Hartanya ratusan triliun rupiah. Tak habis 10 turunan. Tapi, ya itu tadi, Armand yang kini menjabat Deputi Presiden Direktur BCA tetap bersahaja. Ketika ditanya dalam sebuah wawancara soal apakah keluarganya punya jet pribadi, dia tegas menjawab itu privasi. Tak perlu dipublikasikan. Dia suka pakai pesawat komersial.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Jejak kesederhanaan Armand juga ada pada keluarganya. Sang paman, Michael Bambang Hartono, amsalnya, masih suka makan di warung. Penyumbang medali perunggu buat Indonesia dari cabang bridge di Asian Games 2018 itu pelanggan setia tahu pong di Semarang. Saban jajan, penampilannya biasa saja. Betul-benar biasa, bukan demi citra.
Anak muda yang juga menjadi sorotan ialah Kaesang Pangarep. Kaesang juga bukan anak sembarangan. Dia putra bungsu orang paling berkuasa di Indonesia dalam 10 tahun terakhir hingga saat ini, Presiden Jokowi. Tetapi, beda dengan Iqbal dan Armand, Kaesang dipandang berkebalikan.
Oleh sebagian rakyat, dia dinilai aji mumpung. Mumpung bapaknya berkuasa, dia punya hasrat tinggi untuk berkuasa pula. Baru dua hari menjadi anggota kemudian ujug-ujug menjadi Ketua Standar PSI adalah indikasinya. Meski belum cukup umur, berambisi menjadi gubernur atau wakil gubernur ialah indikasi yang lain.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Dia seperti masnya, Gibran Rakabuming Raka, yang juga belum cukup usia, tapi mau menjadi wakil presiden. Bedanya, kalau sang kakak berhasil setelah aturan diutak-atik di Mahkamah Konstitusi, Kaesang tidak. Kali ini, akal bulus untuk kembali mengubah ketentuan mendapat penentangan luar biasa. Iqbal dan kawan-kawan berada di garis depan perlawanan.
Soal kekayaan, perihal gaya hidup, Kaesang juga disoal. Kesukaan sang istri, Erina Gudono, memamerkan kemewahaan alias flexing membuat rakyat marah, geram. Sulit dimaklumi, seorang anak presiden bepergian keluar negeri dengan pesawat pribadi. Biayanya diperkirakan hampir Rp9 miliar. Kalau bayar, dari mana uang sebanyak itu? Kalau gratis, siapa yang membayari? Kiranya KPK perlu serius mengusut itu.
Sulit diterima, keluarga presiden memamerkan makan roti seharga Rp400 ribu, atau beli stroller bayi puluhan juta rupiah. Bukankah masih banyak rakyat yang untuk makan saja sehari-hari saja berat? Bukankah Presiden Jokowi berulang kali meminta jajarannya untuk tidak hedonistik?
Pemuda ialah tulang punggung negara, tapi bisa juga menjadi beban bangsa. Tak bosan saya menyitir kata-kata Bung Karno soal pentingnya pemuda. ”Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.”
Tentu pemuda yang dimaksud Bung Karno ialah yang beridealisme, setia pada jalan perjuangan menentang ketidakadilan dan kesewenang-wenangan. Bukan yang mengandalkan kekuasaan atau kekayaan orangtua, yang gemar bermewah-mewah, bukan pula yang tunaempati atas situasi negeri.