Anak Indonesia Berhak Kepada Hidup Damai

Anak Indonesia Berhak untuk Hidup Damai
(Dok. Pribadi)

MASALAH kekerasan di sekolah di Indonesia Lagi berlangsung dan belum terselesaikan sepenuhnya. Berita tentang intimidasi di sekolah, Berkualitas yang dilakukan siswa terhadap sesama siswa maupun guru atau kepala sekolah terhadap siswa, sering kali muncul di media.

Sayangnya, anak-anak Indonesia tampaknya belum sepenuhnya dapat menikmati hak-hak mereka Kepada tumbuh dan berkembang dalam lingkungan pendidikan yang Kondusif dan positif. Mereka yang Lagi dalam masa pembentukan diri harus menghadapi situasi yang menghalangi proses belajar dan perkembangan sehingga potensi mereka Kagak dapat berkembang secara optimal. Ironisnya, beberapa di antara mereka yang tak Bisa mengatasi kekerasan yang dialami akhirnya memutuskan Kepada menghentikan proses belajar dan pertumbuhan.

Meskipun telah Terdapat program-program pemerintah yang bertujuan mengatasi kekerasan di sekolah, seperti sekolah ramah anak, hasilnya Lagi belum mencapai tingkat yang diharapkan. Beberapa program terkadang hanya berfungsi sebagai formalitas belaka tanpa memberikan Dampak yang signifikan.

Baru-baru ini, saya menguji tesis seorang mahasiswa yang meneliti kasus perundungan di sebuah sekolah. Meskipun sekolah tersebut sudah Mempunyai status sebagai sekolah ramah anak, kasus perundungan Lagi sering terjadi di sana. Bahkan, dari 50 guru yang diundang Kepada berpartisipasi dalam penelitian tesis ini, hanya sembilan guru yang bersedia menjadi responden.

Ketika topik kekerasan di sekolah Sepatutnya menjadi perhatian Penting Kepada dibahas dan diatasi, keengganan guru Kepada membicarakannya sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin kita dapat menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan damai bagi siswa Kalau guru sendiri Kagak menunjukkan komitmen Kepada menghadapinya?

Cek Artikel:  Ruang Sempit Pemerintahan Prabowo

 

Mencari akar permasalahan

Pada 18 Juli 2023, Yayasan Sukma menyelenggarakan Percakapan Naskah Manajemen Konflik Berbasis Sekolah di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Acara ini dihadiri guru dari berbagai sekolah di Sekeliling Jakarta. Dalam Percakapan tersebut terungkap bahwa pemahaman guru tentang konsep kekerasan Lagi terbatas.

Kalau dilihat dari masa Lewat, Rupanya guru belum Mempunyai pemahaman yang memadai tentang konsep kekerasan Demi mereka belajar di FKIP, fakultas pendidikan yang mencetak guru. Kurangnya pemahaman guru mengenai konsep kekerasan mungkin menjadi akar dari Lagi seringnya terjadi tindak kekerasan di sekolah, yang Kagak hanya dilakukan siswa, tapi juga guru itu sendiri.

Beberapa guru Lagi menganggap bahwa menjewer atau mencubit adalah tindakan yang dapat diterima, dan Menyaksikan siswa mengejek Sahabat mereka dianggap sebagai bercandaan Lazim. Mereka bahkan menggunakan pengalaman masa kecil sebagai Dalih Kepada tindakan kekerasan. Seluruh ini menunjukkan bahwa pemahaman guru tentang konsep kekerasan perlu diperbaiki.

Ketika siswa di sekolah melakukan tindakan kekerasan, tanggapan yang sering terjadi ialah berusaha memperbaiki perilaku siswa tersebut. Seperti menganggap bahwa tanggung jawab atas tindakan kekerasan yang dilakukan siswa sepenuhnya Terdapat pada siswa itu sendiri. Guru dan orang dewasa lainnya di lingkungan sekolah, termasuk wali siswa, sering kali menyalahkan siswa sepenuhnya.

Jarang sekali orang dewasa di sekolah melakukan introspeksi Kepada menyadari bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan siswa sebenarnya merupakan hasil dari pendidikan yang diberikan orang dewasa yang bertanggung jawab atas pendidikan siswa. Selanjutnya, apa langkah yang Sepatutnya diambil oleh sekolah?

Cek Artikel:  Generasi Klik, Generasi Penyelamat Bumi

 

Melembagakan MKBS

Memastikan sekolah menciptakan lingkungan yang positif dan damai dapat terwujud dengan menerapkan manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS). MKBS merupakan pendekatan yang memastikan bahwa konsep, keterampilan, dan nilai-nilai damai menjadi panduan bagi Seluruh Kaum sekolah Demi menghadapi masalah.

Naskah Manajemen Konflik Berbasis Sekolah yang ditulis Rizal Panggabean dkk (2015) menawarkan tiga pendekatan yang harus dilakukan Berbarengan sekolah Kepada mencapai lingkungan yang positif, damai, dan bebas dari kekerasan.

Pendekatan pertama ialah memastikan bahwa setiap individu di sekolah memahami konsep-konsep perdamaian dan kekerasan, Mempunyai keterampilan dalam menyelesaikan masalah secara damai, dan mengadopsi nilai-nilai perdamaian dalam kehidupan sehari-hari. Guru merupakan pihak Penting di sekolah yang harus memahami konsep ini, Mempunyai keterampilan penyelesaian masalah yang damai, dan menerapkan nilai-nilai perdamaian.

Hal itu dapat dicapai melalui pelatihan bagi guru agar menjadi agen perdamaian. Oleh karena itu, pendidikan guru haruslah serius dalam mengajarkan Kagak hanya kemampuan mengajar, tetapi juga kesadaran akan peran guru sebagai agen perdamaian.

Selain itu, para guru harus Lalu belajar Kepada memperkuat pemahaman mereka tentang konsep perdamaian, meningkatkan keterampilan penyelesaian masalah, dan menerapkan nilai-nilai damai. Hanya ketika para guru menyadari peran sebagai agen perdamaian, mereka dapat mendidik siswa menjadi individu yang berkomitmen pada perdamaian dan menolak kekerasan.

Cek Artikel:  Year of Culture Qatar-Indonesia 2023 Merayakan Kebudayaan dan Kreativitas Bangsa

Pendekatan kedua, mengintegrasikan perdamaian dalam organisasi sekolah. Sekolah harus secara Jernih menunjukkan komitmen mereka terhadap perdamaian melalui visi, misi, dan tujuan sekolah yang diimplementasikan dengan Konkret oleh seluruh Kaum sekolah dalam kegiatan pembelajaran.

Visi, misi, dan tujuan sekolah bukan sekadar pernyataan yang terpampang di dinding sekolah, tetapi harus dihayati dan dijalankan pula oleh seluruh Kaum sekolah. Visi, misi, dan tujuan ini mencerminkan komitmen sekolah terhadap perdamaian dan harus tecermin dalam peraturan dan kegiatan sekolah sehingga tercipta budaya damai di sekolah. Dengan budaya damai ini, sekolah dapat melindungi siswa dari tindakan kekerasan.

Pendekatan ketiga, melibatkan penerapan mekanisme penyelesaian masalah yang berbasis perdamaian dalam berbagai kegiatan di sekolah. Setiap unit kegiatan di sekolah harus dikelola dengan mengutamakan prinsip perdamaian. Mekanisme penyelesaian masalah harus Jernih dan dipahami seluruh Kaum sekolah sehingga ketika muncul masalah, Berkualitas antarsiswa maupun siswa dengan guru, mereka dapat menyelesaikannya dengan damai tanpa melakukan tindakan kekerasan. Dengan melatih Seluruh pihak di sekolah Kepada menyelesaikan masalah dengan Metode damai, siswa akan terbiasa dan menjadikan mekanisme tersebut sebagai panduan ketika menghadapi masalah.

Sebagai dambaan setiap anak, sekolah yang damai harus menjadi hak mereka. Oleh karena itu, orang dewasa yang terlibat dalam mendidik anak harus berkomitmen Kepada menciptakan lingkungan pendidikan yang damai dan positif. Dengan demikian, anak-anak dapat terhindar dari tindak kekerasan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang menganut nilai-nilai perdamaian.

Mungkin Anda Menyukai