Alarm dari Boyolali

PENGANIAYAAN relawan capres-cawapres Ganjar-Mahfud oleh oknum TNI di Boyolali menjadi alarm penting bahwa masa kampanye menjelang Pemilihan Lumrah 14 Februari nanti sudah mulai memanas dan sangat rawan gesekan. Peristiwa itu harus disikapi dengan serius, baik oleh pemerintah, Komisi Pemilihan Lumrah (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Lumrah (Bawaslu), maupun pemerintah lantaran bisa mencederai pelaksanaan demokrasi dan menghambat penegakan demokrasi.

Dalam peristiwa Boyolali tersebut, aksi kekerasan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI terhadap sejumlah pendukung pasangan calon presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD itu tujuh orang jadi korban. Dua orang mengalami luka berat dan hingga kini masih dirawat di rumah sakit akibat dianiaya oknum tentara di depan markas Batalyon Infanteri Raider 408/SBH Kompi Senapan B Boyolali, Jawa Tengah.

Alih-alih menjadi pelindung bagi peserta kampanye dan pendukung capres, anggota TNI malah menjadi pelaku kekerasan terhadap pendukung Ganjar-Mahfud tersebut.
Insiden ini juga dikhawatirkan bisa memicu prasangka ketidaknetralan TNI dalam pemilu kali ini. Asal Mula, salah satu calon presiden yakni Prabowo Subianto merupakan pensiunan TNI.

Cek Artikel:  Kejaksaan di Puncak Kepercayaan

Padahal, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyerukan agar para penegak hukum, baik TNI, polisi, maupun kejaksaan untuk bersikap netral. Tetapi seruan itu bak gayung tak bersambut.

Sebelumnya, kampanye paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar juga kerap mendapat hambatan saat hendak menggelar acara. Sepanjang paruh kedua pada 2023, setidaknya enam kali izin acara Anies dicabut oleh pemerintah daerah setempat tanpa alasan yang masuk akal. Langkah-cara seperti ini juga bisa memantik terjadinya gesekan yang membahayakan.

Memanasnya situasi juga amat mungkin terjadi bila KPU membiarkan kelalaian Panitia Pemilihan Luar Negeri Taiwan yang melakukan aksi curi star pengiriman surat suara kepada pemilih di Taipei. Di samping itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan KPU juga dinilai belum berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga independensi dari berbagai dugaan intervensi.

Cek Artikel:  Karpet Merah Putra Presiden

Berbagai sikap, perilaku, putusan, hingga pernyataan-pernyataan kedua lembaga tersebut yang berujung pada pelemahan posisi keduanya maupun penyelenggaraan pemilu, bisa saja memantik kemarahan. Karena itu, para pemangku kebijakan di bidang pemilu mesti lebih ketat dalam menjalankan prinsip netralitas dan imparsialitas.

Kegagalan dalam menjaga prinsip-prinsip dasar itu bisa berimplikasi luas, tidak sekadar legitimasi yang terus-menerus dipersoalkan, tapi juga situasi panas antarpendukunga yang hisa berujung pada gesekan di bawah yang kian menajam. Para pihak yang berkepentingan harus menjunjung tinggi azas netralitas untuk meredam gesekan publik dan situasi kampanye yang mulai panas.
Di sisi lain, para kandidat juga dituntut melakukan hal serupa. Mereka hendaknya tidak menyerukan retorika-retorika yang memanasi dan memicu polarisasi para pendukung masing-masing.

Cek Artikel:  Menyoal Inkonsistensi Tahapan Pemilu

Lakukanlah kampanye secara kreatif dan menyampaikan gagasan-gagasan cemerlang untuk kemajuan bangsa ini, dengan adu gagasan serta argumentasi. Ingat, pemilu kita menjadi sorotan dunia internasional. Hasil pemilu yang legitimate, tertib, dan damai bisa menjadi modal untuk perjalanan bangsa ke depan, sekaligus menarik minat berbagai kalangan, baik pelancong maupun investor untuk berbondong-bondong ke Indonesia, menanamkan uang mereka di negeri ini, sehingga perekonomian makin menggeliat, pekerjaan mudah didapat, dan negeri ini kian bermartabat.  

Mungkin Anda Menyukai