
PADA 19 Desember 2024 Lewat Liputanindo menggelar Obrolan dengan menteri dan para rektor tentang pendidikan. Minimal Terdapat dua isu Krusial yang dibahas dalam Obrolan tersebut, Merukapan akses dan kualitas pendidikan. Dua isu itu Krusial mengingat Begitu ini Indonesia tengah menghadapi tantangan dan Kesempatan Kepada keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah, sekaligus mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Kata kunci Kepada menghadapi tantangan tersebut ialah, bagaimana kesiapan kualitas sumber daya Sosok (SDM). Apalagi Begitu ini kita tengah dianugerahi bonus demografi, terlihat dari Bilangan ketergantungan yang mencapai titik terendah 46,9% pada 2030. Artinya, jumlah penduduk usia Enggak produktif lebih rendah daripada jumlah penduduk usia produktif. Kita patut bersyukur mengingat kini banyak negara lain yang telah memasuki aging society, Merukapan penduduk usia lansia semakin meningkat dan bahkan lebih tinggi daripada penduduk usia produktif, seperti Jepang.
Momentum bonus demografi ini harus kita respons dengan peningkatan kualitas SDM, yang salah satu langkahnya ialah dengan meningkatkan akses pendidikan tinggi. Salah satu ukuran akses pendidikan ialah Bilangan partisipasi kasar (APK). APK pendidikan tinggi menunjukkan Komparasi jumlah mahasiswa dengan jumlah penduduk usia 19-23 tahun. Data menunjukkan bahwa APK pendidikan tinggi Indonesia 31,45, yang relatif rendah Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Filipina (35,52%), Malaysia (43%), Thailand (49,29%), Jepang (70%), Singapura (91,09%), dan Korea Selatan (92%). Mengapa APK kita lebih rendah daripada negara-negara lain? Elemen-Elemen apa saja penyebab rendahnya APK pendidikan tinggi kita?
Peta lulusan SLTA
Menurut data pemerintah Begitu ini terdapat 4.356 perguruan tinggi dengan komposisi 92% swasta dan hanya 8% negeri. Jumlah mahasiswa mencapai 9,8 juta orang, jumlah dosen 338,2 orang, dan jumlah program studi 32.592.
Tentu jumlah mahasiswa tersebut akan semakin meningkat bila semakin banyak lulusan SLTA yang melanjutkan studi. Tetapi faktanya, para lulusan SLTA sebagian besar Enggak Bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Terdapat Sekeliling 3,7 juta pelajar yang baru lulus jenjang SLTA setiap tahunnya, dan hanya 1,8 juta pelajar lulusan SLTA yang melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, Terdapat 1,9 juta pelajar yang Enggak meneruskan ke perguruan tinggi.
Kalau kita petakan para lulusan SLTA tersebut, setidaknya Terdapat empat tipe. Tipe pertama ialah lulusan SLTA yang Mempunyai kualitas akademis tinggi dan berasal dari keluarga Bisa. Tipe ini tentu Enggak bermasalah dan potensial menuntaskan pendidikan di perguruan tinggi, Berkualitas di dalam maupun luar negeri.
Tipe kedua ialah lulusan SLTA yang Mempunyai kualitas akademis tinggi tapi berasal dari keluarga Enggak Bisa. Di sinilah program beasiswa menjadi Krusial Kepada membantu kalangan ini. Perhatian banyak pihak ditujukan kepada kalangan ini sehingga Berbagai Ragam beasiswa Berkualitas bersumber dari Anggaran pemerintah, organisasi sosial, maupun swasta Maju berkembang.
Begitu ini berkembang pula program wakaf deposito yang mengundang donator Kepada menempatkan dananya dalam periode tertentu, dan hasil penempatan Anggaran tersebut dipergunakan Kepada beasiswa. Himpunan Alumni IPB telah menggalang Anggaran melalui mekanisme ini. Begitu pula ICMI, telah memulai usaha yang sama.
Tipe ketiga ialah lulusan SLTA yang Mempunyai kualitas akademis rendah tapi berasal dari keluarga Bisa. Tentu tipe ini relatif Enggak bermasalah mengingat mereka Lagi Mempunyai modal finansial Kepada menentukan langkah selanjutnya, Berkualitas berwirausaha maupun melanjutkan studi.
Tipe keempat ialah lulusan SLTA yang Mempunyai kualitas akademis relatif rendah dan juga berasal dari keluarga Enggak Bisa. Diduga sebagian besar dari 1,9 juta pelajar yang Enggak melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi berasal dari tipe ini. Tipe inilah yang kini mestinya mendapat perhatian Tertentu mengingat mereka akan dihadapkan pada masalah kesulitan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Mereka Mempunyai keterbatasan keterampilan yang diperlukan dunia kerja. Bila Enggak tertangani dengan Berkualitas, ancaman pengangguran akan semakin meningkat dan pada akhirnya berpotensi menjadi beban pembangunan. Terhadap Grup ini diperlukan intervensi Tertentu.
Elemen-Elemen
Rendahnya APK pendidikan tinggi di Indonesia diduga disebabkan sejumlah Elemen. Pertama, keterbatasan akses Berkualitas secara geografis maupun infrastruktur. Banyak daerah terpencil di Indonesia sulit dijangkau yang juga menyulitkan siswa di daerah tersebut Kepada melanjutkan studi karena keterbatasan sarana dan prasarana transportasi. Begitu pula fasilitas pendidikan yang kurang merata Membikin siswa kesulitan Kepada kuliah.
Kedua, isu kualitas pendidikan menengah. Enggak Sekalian pendidikan SLTA Mempunyai kualitas yang tinggi. Kualitas SLTA yang rendah Bisa berdampak pada rendahnya kualitas lulusannya. Termasuk di dalamnya ialah rendahnya minat siswa Kepada melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi.
Ketiga, tingginya biaya pendidikan di perguruan tinggi. Di satu sisi perguruan tinggi menetapkan biaya pendidikan yang relatif tinggi dan di sisi lain jumlah beasiswa juga terbatas. Tentu situasi ini berbeda dengan kondisi di Jerman yang membebaskan biaya kuliah Kepada mahasiswa.
Keempat, Elemen sosiologis. Lagi banyak persepsi di kalangan masyarakat menengah ke Rendah bahwa meneruskan studi ke pendidikan tinggi Enggak Krusial. Apalagi bagi kaum Perempuan yang di sebagian Grup masyarakat dipersepsikan sebagai orang yang hanya berperan dalam urusan domestik rumah tangga, sehingga dianggap tidap terlalu Krusial Kepada melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Selain itu, rendahnya cita-cita siswa Kepada masa depan berpengaruh terhadap motivasi Kepada melanjutkan studi setinggi-tingginya.
Rendahnya APK pendidikan tinggi ini tentu Bisa berdampak kepada kualitas SDM kita mendatang. Kondisi bonus demografi yang kita alami Begitu ini tentu Enggak akan berarti apa-apa kalau kualitas SDM kita terbatas. Kendali SDM usia produktif dengan kualitas rendah akan Bisa berdampak pada peningkatan pengangguran, ketimpangan ekonomi, dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap daya saing bangsa.
Strategi
Upaya peningkatan APK pendidikan tinggi perlu dilakukan secara komprehensif. Setidaknya Terdapat lima strategi yang diperlukan. Pertama, pengembangan universitas digital yang Mempunyai fleksibilitas dalam waktu dan tempat. Hanya universitas digital yang Bisa menjangkau jumlah mahasiswa dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan penguatan infrastruktur digital sehingga dapat diakses pelosok Nusantara.
Kedua, pengembangan akademi komunitas diploma 1 dan 2. Strategi ini Krusial bagi lulusan SLTA tipe 4 di atas, di mana mereka memerlukan pendidikan vokasi satu hingga dua tahun sehingga Bisa langsung kerja. Dalam hal ini perusahaan swasta dapat menjadi motor pemggerak akademi komunitas yang program pendidikannya disesuaikan dengan kebutuhan kualifikasi tenaga kerja di perusahaannya. Sebagai Teladan, perusahaan sawit Bisa menyelenggarakan program ini dengan menyediakan beasiswa penuh bagi mahasiswanya. Setelah lulus, mereka Bisa bekerja di perusahaan tersebut. Di sinilah kemitraan swasta, perguruan tinggi, dan pemerintah diperlukan. Perusahaan-perusahaan besar perlu mengembangkan program ini sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat yang tinggal di Sekeliling perusahaan.
Ketiga, peningkatan jumlah beasiswa, yang berasal Enggak saja dari pemerintah, tetapi juga dari swasta dan masyarakat luas. Yayasan Alumni Acuh IPB (YAPI) menggelar konser amal yang Rupanya dalam 2 jam Bisa mendapatkan Dekat Rp3 miliar Kepada beasiswa. PGA IPB setiap tahun menggelar charity tournament Kepada mengumpulkan Anggaran beasiswa. Kini crowd funding juga menjadi bentuk baru penggalangan Anggaran Kepada beasiswa.
Keempat, peningkatan kualitas pendidikan menengah. Masa depan perguruan tinggi ditentukan oleh kualitas pendidikan menengah, Berkualitas kurikulum, fasilitas, maupun tenaga guru. Hal ini karena input bagi perguruan tinggi berasal output SLTA. Oleh karena itu, minimal pendidikan menengah membekali siswanya dengan pola pikir baru tentang pentingnya memasuki dunia pendidikan tinggi.
Kelima, penetapan wajib belajar 12 tahun. Kepada memastikan bahwa semakin banyak lulusan SLTA masuk ke perguruan tinggi, kita juga perlu memastikan semakin banyaknya lulusan SLTP yang masuk SLTA. Oleh Asal Mula itu, penetapan wajib belajar 12 tahun harus segera diwujudkan Kepada menggantikan wajib belajar 9 tahun.
Ini merupakan upaya Enggak langsung peningkatan APK pendidikan tinggi, tapi sangat diperlukan. Sekaligus ini menggambarkan bahwa APK pendidikan tinggi berhubungan dengan proses pendidikan sebelumnya sehingga kebijakan pendidikan nasional harus holistik lintas jenjang.
Kelima strategi di atas Lagi Bisa dilengkapi dengan strategi lainnya, Berkualitas jangka pendek maupun panjang. Tetapi, tetap yang perlu dicatat ialah bahwa memberi akses pendidikan tinggi seluas-luasnya merupakan Metode terbaik mengatasi kemiskinan.

