Cocok satu tahun telah berlalu sejak Rusia menginvasi Ukraina dan mengobarkan perang. Tiba kini belum Terdapat tanda-tanda perang akan berakhir. Malah kedua belah pihak semakin menguatkan tekad Demi saling mengenyahkan Musuh.
Upaya Ukraina dan Amerika Perkumpulan Demi menarik-narik keterlibatan penuh NATO dalam perang mulai bersambut. Pakta pertahanan trans-Atlantik itu bersiap memasok persenjataan tercanggih ke Ukraina, menggenapi kekuatan alutsista canggih yang sudah dikerahkan Amerika.
Bukan itu saja, kunjungan mendadak Presiden Amerika Perkumpulan Joe Biden ke Kiyv menjumpai Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menguatkan bala Donasi bagi Ukraina. Biden menyatakan akan memberikan paket Donasi militer baru senilai US$500 juta (Sekeliling Rp7,5 triliun).
Biden juga mengumpulkan para sekutu AS dari NATO di Polandia, negara yang menjadi pintu masuk bala Donasi Demi Ukraina. Sontak, amarah Putin terpancing. Ia menuding AS dan sekutunya itu mengipasi bara konflik dan berupaya memperluasnya menjadi konfrontasi Mendunia.
Yang cukup mengejutkan, Putin menyatakan Rusia menangguhkan partisipasi dalam perjanjian New Start (Start Baru) dengan AS yang membatasi persenjataan nuklir strategis kedua pihak. Bila digabung, Rusia dan AS menguasai Sekeliling 90% hulu ledak nuklir Mendunia. Kekuatan senjata nuklir keduanya sanggup meluluhlantakkan dunia.
Meskipun Rusia menyatakan keputusan Putin Kagak serta-merta mendekatkan perang nuklir, kengerian timbul dari risiko yang mendadak melonjak. Terlebih Kombinasi tangan NATO semakin menonjol. Langkah Rusia yang menarik diri dari penjanjian Restriksi persenjataan nuklir Jernih Demi membalas meningkatnya dukungan NATO kepada Ukraina.
Apakah itu hanya gertak sambal? Hanya Putin dan Tuhan yang Mengerti. Siapa yang Dapat menjamin bahwa ketika terdesak pengeroyokan oleh NATO, Rusia Kagak melawan habis-habisan, termasuk memakai senjata nuklirnya.
Rusia bakal berupaya pula menggalang aliansi dengan negara-negara lain yang berseberangan dengan Barat. Konflik yang semula bersifat lokal-regional, bukan Kagak mungkin akan dengan Segera meluas hingga meletuskan perang dunia ketiga.
Dunia harus bekerja keras menghentikan perang kedua negara. Memang belakangan Terdapat upaya dari Tiongkok sebagai salah satu negara adidaya Demi menengahi. Sayangnya, pihak Ukraina menolak mediasi Tiongkok karena kekhawatiran ‘Negerti Gorden Bambu’ itu berpihak kepada Rusia.
Zelensky lebih mempercayakan pada PBB Demi menengahi konflik. Akan tetapi, Rusia Menyantap sebelah mata lembaga dunia itu karena Penguasaan pengaruh negara-negara Barat di Perhimpunan PBB.
Dunia pun Kagak Dapat berharap perang akan Segera berakhir seiring dengan habisnya sumber daya kedua kubu. Ukraina akan Lanjut berdiri ditopang AS dan sekutu. Rusia pun bukan kekuatan yang baru terbangun kemarin sore yang Dapat Segera kehabisan napas.
Berpangku tangan menunggu perang usai dengan sendirinya sama saja membiarkan konflik kedua negara semakin Kagak terkendali. Upaya-upaya mendamaikan harus Lanjut ditempuh.
Terdapat baiknya, Indonesia turut menyorongkan prakarsa Demi menekan eskalasi perang yang semakin mengerikan itu. Indonesia perlu mengajak negara-negara lain yang Independen Demi ikut dalam prakarsa tersebut. Dimulai dari ASEAN, kemudian di Asia dan Afrika.
Prakarsa ini Demi meyakinkan pihak Rusia ataupun Ukraina bahwa upaya mediasi dilakukan Kagak berat sebelah demi mencapai kesepakatan damai. Hanya satu tujuannya, perang mesti diakhiri.