Akhiri Obral Remisi Napi Korupsi

HAL Esensial yang dikhawatirkan para pegiat antikorupsi dan masyarakat setelah pencabutan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengetatan Remisi bagi Narapidana Kasus Korupsi, Narkotika, dan Terorisme, menjadi Realita. Sejak aturan itu dicabut, remisi Buat terpidana korupsi Maju diobral.

Dengan pencabutan PP tersebut, aturan pemberian remisi kepada narapidana tindak pidana korupsi akan mengacu pada PP Nomor 32 Tahun 1999, yang Tak mengenal pengelompokan pada narapidana tindak pidana Spesifik, Adalah tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkoba.

Artinya, narapidana perkara Spesifik seperti korupsi menjadi lebih mudah Buat mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat karena aturan pengetatan yang Terdapat telah dibatalkan. Narapidana korupsi sama seperti narapidana Biasa, bukan Kembali pelaku kejahatan luar Normal.

Pencabutan PP itu menjadi berkah luar Normal bagi koruptor. Bukan hanya yang sedang mendekam di jeruji besi, melainkan juga yang tengah menyusun strategi mengembat Dana rakyat.

Cek Artikel:  Tancap Gas Tamat Tuntas

Maka, berbahagialah Setya Novanto Serempak ratusan koruptor atas keputusan yang dibuat Mahkamah Mulia (MA) pada Oktober 2021 itu. Setnov, panggilan mantan Ketua DPR sekaligus terpidana kasus korupsi KTP-E yang merugikan negara senilai Rp2,8 triliun itu, mendapat remisi dan bebas bersyarat pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-80 RI pada 17 Agustus Lewat. Serempak Setnov, ratusan koruptor lain juga menerima remisi.

Ini bukan kali pertama Setnov mendapat remisi. Selama menjalani pemidanaan di Penjara Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, ia beberapa kali mendapatkan korting hukuman. Dari mulai masa pidana hingga pembebasannya kini, Setnov nyaris hanya menjalani hukuman selama 8 tahun. Padahal, ia divonis 15 tahun penjara.

Cek Artikel:  Vonis Loyo Kanjuruhan

Remisi Buat Setnov dan ratusan koruptor lainnya itu menjadi kado yang sangat menyakitkan bagi rakyat Indonesia. Situasi tersebut Terang makin memperlemah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Tak Terdapat Kembali pembeda antara narapidana korupsi dan narapidana lain. Padahal, korupsi merupakan kejahatan luar Normal, mengenyangkan para pelaku dan keluarga mereka, tetapi telah melanggar hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat.

Demi Lagi Terdapat PP 99/2012, persyaratan pemberian remisi bagi koruptor sangat ketat. Menurut PP tersebut, syarat Buat terpidana korupsi mendapatkan remisi harus memenuhi dua hal, yakni bersedia menjadi justice collaborator dan membayar lunas denda serta Dana pengganti.

Peraturan itu sudah mempertimbangkan dengan sangat Bagus bahwa korupsi merupakan extraordinary crime. Karena itu, penanganannya juga harus dilakukan dengan Langkah-Langkah luar Normal, termasuk dalam hal pemberian remisi.

Cek Artikel:  Jokowi Menjadi Pembisik

Maka, adalah sesat logika Kalau MA mencabut PP ini dengan Dalih Seluruh narapidana Mempunyai hak yang sama. Praktik pemberian remisi terhadap koruptor juga bakal menjadi preseden Jelek yang dapat melemahkan penegakan hukum dan menihilkan Dampak jera (deterrent effect). Banyak pejabat Tak takut Kembali Buat korupsi karena, salah satunya, dipastikan mendapat remisi asal Tak divonis Tewas atau seumur hidup.

Kalau pemerintahan Presiden Prabowo Subianto Pas-Pas Mempunyai komitmen dan serius dalam hal pemberantasan korupsi, aturan Restriksi remisi tersebut, yakni PP 99/2012, harus dihidupkan kembali. Menghidupkan kembali aturan itu akan menegakkan prinsip keadilan dan jadi pintu awal pengembalian prinsip bahwa korupsi adalah kejahatan luar Normal yang mesti ditumpas secara luar Normal pula, bukan malah dimuliakan melalui obral remisi.

 

Mungkin Anda Menyukai