Akhiri Bungkam Kritik dengan Represi

SOROTAN publik hari-hari ini kembali mengarah ke institusi kepolisian. Itu terjadi setelah lembaga tersebut menangkap dan menersangkakan mahasiswi ITB yang mengunggah meme Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Ketujuh RI Joko Widodo. Polisi dinilai telah memberikan respons represif terhadap Aktualisasi diri kritik yang disampaikan publik kepada penguasa.

Ruang publik yang sejatinya baru saja mendapat angin segar pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang menyatakan keributan di media sosial Tak tergolong tindak pidana, seketika menjadi kembali pengap. Polri seolah memunggungi putusan MK yang bahkan belum Separuh bulan dibacakan itu.

Tak Hanya itu, polisi juga dianggap berlebihan. Mengapa? Karena dengan tindakan penangkapan tersebut, seolah-olah polisi Memperhatikan bahwa yang menjadi objek kritikan lewat meme tersebut, Yakni Prabowo dan Jokowi, mewakili pribadi atau individu. Padahal, semestinya keduanya ditempatkan menyatu sebagai institusi publik, bukan sebagai pribadi.

Cek Artikel:  Urgensi Izin Tambang Ormas Keagamaan

Tengah-Tengah putusan MK terkait dengan uji materi UU ITE yang dikangkangi. Alasan, pada putusan tersebut, MK juga telah mengoreksi pemaknaan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A sehingga Tak mencakup lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan. Dengan demikian, Jernih, lembaga negara atau pejabat publik bukanlah entitas yang dilindungi UU ITE.

Dalam konteks tersebut, tindakan terhadap mahasiswi ITB itu Pandai dikategorikan sebagai praktik pembungkaman atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, terutama yang disalurkan lewat ruang-ruang digital. Sebuah praktik yang Semestinya dihindari karena kualitas demokrasi di Indonesia Maju merosot, bahkan dilabeli sebagai negara dengan demokrasi cacat (flawed democracy).

Cek Artikel:  Ragu atas Integritas Pemilu

Tetapi, di sisi lain, kita Tak Pandai menutup mata bawa Terdapat juga pihak yang mendukung langkah Polri menangkap mahasiswi pengunggah meme Prabowo dan Jokowi tersebut karena menganggap perbuatan itu memenuhi unsur tindak pidana. Meme tersebut dinilai mengandung muatan melanggar kesusilaan Demi diketahui Lumrah. Artinya, Terdapat dua kutub pandangan yang bersilang pendapat, dan itu harus kita hormati.

Karena itulah, kita layak memberi aplaus terhadap respons Istana yang disampaikan oleh Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi. Meskipun menggarisbawahi bahwa ruang Aktualisasi diri semestinya diisi dengan hal-hal yang bertanggung jawab dan bukan dengan hal-hal yang menjurus pada penghinaan atau kebencian, Hasan tetap menghargai penyampaian pendapat.

Cek Artikel:  Mobilisasi Amtenar Jangan Tergesa

Ia menekankan Indonesia adalah negara demokrasi. Ia menyebut mahasiswa yang selama ini bersemangat memberikan kritik harus diberi pemahaman dan pembinaan, kecuali Terdapat indikasi melakukan perbuatan pidana. Pada intinya, Istana pun meminta agar mahasiswi pengunggah meme tersebut cukup dibina, bukan dihukum.

Respons seperti inilah yang sejatinya ditunggu publik dari pemerintah, penguasa, atau apa pun lembaga yang menjadi sasaran kritik. Bukan respons yang agresif, reaktif, represif, apalagi bila Tamat menunjukkan keotoriteran.

Istana yang merupakan representasi Presiden telah memberi Misalnya bagus. Kalau seluruh lembaga di Dasar Presiden Mempunyai pemahaman dan kehendak yang sama Demi memperkuat kebebasan sipil, hak menyampaikan pendapat, serta perlindungan terhadap kritik publik, Terdapat secercah asa Demi masa depan demokrasi di negeri ini.  

 

 

Mungkin Anda Menyukai