Akademisi Minta Sunarto Bebaskan Mardani Maming Demi Jaga Muruah Mahkamah Akbar

Liputanindo.id – Terpilihnya Sunarto sebagai Ketua Mahakamah Akbar, membuka Asa baru akan ditegakkannya kebenaran dan keadilan Buat Mardani Maming berupa putusan bebas.

Sunarto pernah menjadi Wakil Ketua Mahkamah Akbar Bidang Yusidisial. Dia dikenal berintegritas dan independen. Makanya dia dinilai cocok membereskan masalah peradilan di Indonesia, setelah baru-baru ini masyarakat dipertontonkan dengan kasus Zarof Rikard, mantan Pejabat Eselon I Mahkamah Akbar sebagai makelar kasus perkara Ronald Kompor.

Kasus tersebut membuka fakta banyaknya perkara yang selama ini ditangani Mahkamah Akbar terindikasi diputus secara Bukan independen dan sarat intervensi. Hal ini terlihat dalam perkara yang menjerat Mardani Maming yang pada tingkat kasasi dipidana dengan pidana penjara selama 12 tahun.

Putusan pemidanaan Mardani ditengarai sebagai akibat intervensi dan rekayasa hukum pihak tertentu yang memaksakan agar Mardani Maming dipidana.

Di masa Sunarto, Member Komisi Yudisial (KY), Prof Amzulian berharap terjadi perubahan Buat MA. Sehingga MA menjadi badan peradilan yang Akbar dan semakin dipercaya publik. “Terpilihnya Prof Sunarto sebagai Ketua MA, menjadi angin segar penegakan hukum yang berkeadilan serta bebas dari intervensi. Harapannya, semoga MA menjadi badan peradilan yang Akurat-Akurat dipercaya publik,” harap Amzulian dalam siaran pers yang diterima, Senin (28/10/2024).

Cek Artikel:  Seorang Santri di Kota Solo Tewas Akibat Korban Perundungan Abang Kelasnya

Para akademisi, Ahli hukum dan pegiat antikorupsi juga mempunyai Asa yang sama pada Sunarto. Begitu ini, muruah MA sebagai benteng terakhir Buat mencari keadilan, Terdapat pada sosok Sunarto.

Di tengah Asa itu, para Ahli juga mewanti Sunarto agar bebas dari intervensi dalam penanganan kasus hukum. Salah satunya dalam proses penanganan kasus Peninjauan Kembali (PK) mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming.

Sunarto diminta Buat Akurat-Akurat mempergunakan hukum pada tempatnya, dan menggunakan nuraninya dalam memproses perkara Maming. Hal itu dikarenakan adanya dugaan kuat kalau kasus Maming sengaja direkayasa.

Hal senada disampaikan Ahli hukum Prof. Topo Santoso. Dia meminta agar pengusaha Mardani Maming segera dibebaskan karena adanya kekhilafan hakim. Akademisi yang juga menjabat sebagai Tim Asistensi Penyusunan Rancangan UU Pemberantasan Tipikor dan RUU KUHP Nasional ini menyatakan Terdapat beberapa hal yang menunjukkan kekeliruan hakim yang mengadili Mardani.

“Putusan pengadilan atas Mardani Maming dengan Jernih memperlihatkan kekhilafan atau kekeliruan Konkret. Unsur menerima hadiah dari pasal yang didakwakan Bukan terpenuhi karena perbuatan hukum dalam proses bisnis seperti fee, dividen, dan utang piutang merupakan Rekanan keperdataan yang Bukan Dapat ditarik dalam ranah pidana,” katanya.

Cek Artikel:  Polres Sahabatggung Waspadai Hoaks Jelang Pilkada

Apalagi Terdapat putusan Pengadilan Niaga yang ditempuh dalam mekanisme sidang terbuka. Putusan itu menyatakan Bukan terdapat kesepakatan Tenang-Tenang, karena itu Bukan Terdapat Rekanan Alasan akibat antara keputusan terdakwa selaku Bupati dengan penerimaan fee atau dividen.

“Sehingga Bukan terdapat niat jahat (mens rea) pada perbuatan terdakwa. Dengan demikian, Mardani Maming harus dinyatakan bebas,” kata akademisi yang juga menjadi pengajar pendidikan calon Hakim Tipikor di Mahkamah Akbar ini.

Pendapat yang sama juga dilontarkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Prof. Romli Atmasasmita. Ketua Tim Penyusun RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan RUU Pembentukan KPK ini menyampaikan bahwa terdapat delapan kekeliruan serius dalam penanganan perkara Mardani.

Ia menegaskan bahwa tuntutan dan putusan pemidanaan Bukan didasarkan pada fakta hukum, melainkan lebih didasarkan pada imajinasi penegak hukum.

“Proses hukum terhadap terdakwa bukan hanya menunjukkan kekhilafan atau kekeliruan Konkret, tetapi merupakan sebuah kesesatan hukum yang serius,” tegas Romli.

Dukungan terkait kasus ini juga datang dari Akademisi Departemen Hukum Administrasi Negara dan Departemen Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Dr Hendry Julian Noor dan tim Hukum UGM, berpendapat bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut Standar Bukan cukup kuat Buat membuktikan adanya unsur pidana korupsi.

Cek Artikel:  Menag Yaqut Silakan DPR Selidiki Kasus 'Jalan Pintas' untuk Segera Naik Haji

Salah satu poin Krusial yang dikritisinya adalah penerapan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Ia berpendapat bahwa tindakan Mardani Maming Lagi berada dalam koridor kewenangannya sebagai kepala daerah dan Bukan melanggar Mekanisme yang berlaku.

“Putusan ini mengkhawatirkan karena mengaburkan batas antara tindakan yang bersifat administratif dengan tindak pidana korupsi,” ujarnya Begitu memberi keterangan Spesialis terkait kekeliruan dan kekhilafan yang Konkret hakim dalam mengadili perkara Mardani.

“Terdapat kecenderungan Buat menjerat setiap pejabat publik dengan tuduhan korupsi, tanpa memperhatikan secara cermat unsur-unsur pidananya,” sambungnya.

Desakan pembebasan Maming mencuat setelah adanya eksaminasi putusan hakim dan Intervensi adanya kekhilafan dan kesalahan hakim Begitu memberikan vonis.

Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum UII, Dr Mahrus Ali menilai, Mardani Bukan melanggar Sekalian pasal yang dituduhkan sehingga harus dibebaskan demi hukum dan keadilan. “Koreksi putusan menjadi Krusial, ini Bukan hanya Buat Maming, tapi Buat mempertebal rasa kepercayaan publik pada Mahkamah Akbar,” terang Mahrus Ali.

Mungkin Anda Menyukai