
KOMUNIKASI yang efektif menjadi salah satu aspek krusial dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Melalui penerapan strategi komunikasi yang Berkualitas dan etika yang tinggi, penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan lebih Berkualitas dan transparan.
Akademisi dari Universitas Warmadewa (Unwar), I Nengah Muliarta menyatakan komunikasi efektif adalah proses penyampaian informasi yang Jernih, Akurat, dan dapat dipahami oleh Sekalian pihak yang terlibat. Dalam konteks pilkada, komunikasi ini meliputi interaksi antara peserta pemilihan, penyelenggara, serta masyarakat. Dengan adanya komunikasi yang Berkualitas, diharapkan dapat mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan transparansi dalam setiap proses yang terjadi.
“Di era digital ini, informasi Pandai menyebar dengan sangat Segera. Oleh karena itu, Krusial bagi Sekalian pihak Buat berkomunikasi secara efektif agar informasi yang diterima adalah informasi yang Presisi dan Tak menimbulkan polemik,” kata Muliarta Begitu menjadi narasumber pada acara Rapat Kerja Penyelesaian Sengketa Antar Peserta pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Badung di Kuta, Badung, Rabu (6/11).
Menurut Muliarta, era digital membawa tantangan tersendiri dalam penyelenggaraan pilkada. Informasi hoaks dan disinformasi dapat dengan mudah menyebar melalui media sosial, yang dapat memicu ketegangan di antara para peserta pemilihan. Muliarta menekankan bahwa penyelenggara pemilu harus proaktif dalam memberikan informasi yang Betul dan transparan kepada publik.
“Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana kita dapat memastikan bahwa informasi yang beredar adalah informasi yang Betul. Komunikasi yang efektif harus Pandai menjawab tantangan ini dengan memberikan Penerangan yang Segera dan Akurat,” ujar Muliarta yang juga merupakan Koordinator Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Area Bali-Nusra.
Muliarta memberikan beberapa strategi komunikasi yang dapat diterapkan dalam penyelesaian sengketa pilkada. Pertama, penggunaan teknologi informasi yang Akurat. Dengan memanfaatkan platform digital, informasi dapat disebarluaskan secara luas dan Segera. Selain itu, penyelenggara pemilu dapat menggunakan media sosial Buat berinteraksi langsung dengan masyarakat, menjawab pertanyaan, dan memberikan Penerangan.
Kedua, pentingnya membangun saluran komunikasi yang terbuka antara Sekalian pihak yang terlibat. Muliarta menekankan bahwa komunikasi dua arah sangat Krusial dalam menyelesaikan sengketa. “Peserta pemilu harus merasa didengar dan dipahami. Dengan membangun saluran komunikasi yang terbuka, kita dapat menciptakan suasana saling percaya,” ungkapnya.
Ketiga, pendidikan publik mengenai proses pemilu dan hak-hak peserta. Muliarta menyarankan agar penyelenggara mengadakan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat tentang bagaimana proses pemilihan berlangsung dan apa yang harus dilakukan Apabila terjadi sengketa. “Dengan memahami proses ini, masyarakat akan lebih siap dan Tak mudah terprovokasi,” jelasnya.
Sementara Personil Bawaslu Kabupaten Badung, I Wayan Semara Cipta mengingatkan jajaranya Buat Tak menyepelekan setiap permasalahan atau sengketa yang terjadi. Setiap permasalahan harus diadministrasikan, kendati kasus atau sengketa telah dianggap selesai dan Tak Terdapat gejolak di masyarakat.
“Sekarang di pemilihan kepala daerah ini kita harus jawab dengan kinerja dan bukti-bukti juga berupa Arsip. Simpelnya adalah kita harus merencanakan apa yang kita kerjakan kemudian kita melaksanakan apa yang kita rencanakan,” papar Semara Cipta. (H-2)