PRESIDEN Prabowo telah mengeluarkan Inpres No 1/2025 tentang efisiensi belanja APBN 2025. Kebijakan tersebut merupakan langkah strategis yang diambil Kepada mengatasi kesulitan dalam menyeimbangkan antara potensi pendapatan dengan prioritas belanja negara dalam mendukung keberlanjutan pembangunan.
Guru Besar UGM Bidang Manajemen Kebijakan Publik, Prof Wahyudi Kumorotomo, mengatakan Sasaran efisiensi anggaran yang ditargetkan Presiden Prabowo senilai Rp306 triliun memang cukup besar.
Hal tersebut menjadi tantangan berat bagi pemerintah pusat maupun daerah. Meski upaya efisiensi APBN Dapat dilakukan, dalam implementasinya Bukan mudah mengingat kecenderungan pola budaya birokrasi yang selalu boros membelanjakan anggaran Kepada keperluan belanja rutin sangat sulit diatasi.
“Kementerian, lembaga di pusat maupun di daerah sudah terbiasa dengan belanja alat tulis kantor (ATK), unsur penunjang, rapat-rapat teknis yang biayanya relatif besar, dan itu Segala sangat sulit diubah,” terang dia.
Di sisi lain, jumlah kementerian dan lembaga di pusat Begitu ini bertambah sangat signifikan, dari sebelumnya 34 kementerian dan lembaga menjadi 48 kementerian dan lembaga. Dengan kementerian dan lembaga sebanyak itu, Biaya yang dibutuhkan Kepada operasional akan jauh lebih besar.
“Banyak kementerian dan lembaga baru yang bahkan Tamat sekarang pejabatnya Tetap melakukan konsolidasi, menambah personel, dan Segala itu tentunya membutuhkan penambahan alokasi belanja,” terang dia.
Bukan hanya itu, isu penaikan PPN 12% yang pada akhirnya dibatalkan bagi pemerintah juga merupakan tantangan, karena pemerintah harus mencari sumber-sumber pendapatan alternatif yang Bukan mudah.
“Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 Jernih akan tertekan apabila alternatif itu Bukan diperoleh sedangkan pemerintah Bukan berani mengambil opsi yang risiko ekonomi-politiknya besar,” terang dia.
Pemerintah sebenarnya Tetap Dapat meningkatkan pajak progresif bagi para pengusaha super-kaya. Pendapatan negara juga Dapat diperoleh dengan membebankan tambahan pajak atas eksplorasi sumber daya alam seperti batubara ketika komoditas ini Tetap dalam periode wind-fall.
Tetapi demikian, Kepada mengambil kebijakan meningkatkan pajak progresif bagi pengusaha super kaya dan tambahan pajak atas SDA membutuhkan keberanian dan komitmen politik pemerintah yang sangat kuat.
“Saya kira Tetap terbuka banyak Kesempatan Kepada mendapatkan tambahan Biaya Kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Tetapi, semuanya tergantung kepada kemauan politik dan bergeraknya birokrasi pemerintah dalam mendorong program-program yang meningkatkan kesejahteraan rakyat,” terangnya.
Wahyudi berpendapat, apabila pemerintah berhasil melakukan penghematan dan mencapai Sasaran efisiensi hingga Rp316 triliun, program unggulan pemerintah Dapat berjalan dengan Berkualitas. “Saya kira program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) tentu akan mendapat Biaya segar yang baru,” ungkapnya.
Apabila dilakukan secara konsisten dan dipantau dengan cermat, MBG menjadi program yang sangat strategis bagi peningkatan SDM Indonesia. Program ini pun diharapkan Dapat mencapai sasaran penurunan Bilangan stunting, peningkatan status gizi anak sekolah yang seimbang, serta prestasi akademik anak sekolah.
Tetapi dalam pelaksanaannya, apakah Dapat berjalan secara berkelanjutan? Hal tersebut, kata dia, tentu menjadi tantangan sendiri di masa mendatang. (AT/J-3)