MAJELIS Hakim Mahkamah Akbar (MA) dinilai harus tegas menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mardani Maming. Terlebih, dua hakim yang menangani perkara ini sudah menolak PK tersebut.
“Jadi PK itu memang harus ditolak,” kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, dalam keterangan tertulis, Rabu (28/8).
Dia menyampaikan majelis hakim tidak boleh mengintervensi atau cawe-cawe dalam pengambilan keputusan. “Sudah jelas dua hakim agung menolak PK, satu ngotot mengabulkan meskipun yang mengabulkan ketua majelis, tetap tidak bisa memaksa hakim hakim anggotanya,” tegas dia.
Baca juga : Terkait PK Mardani H Maming, Ini Kata MA
Di samping itu, Fickar merespons pernyataan Wakil Ketua Mahkamah Akbar (MA) Suharto terkait adanya intervensi dan cawe-cawe dalam PK Mardani Maming. Pernyataan Suharto yang menyebut hakim MA bebas dari intervensi dinilai hanya penyampaian yang normatif dan tidak kontekstual.
“Hakim itu benar punya kebebasan, tetapi bukan bebas untuk menyimpangi hukum,” kata dia.
Sebelumnya, Mardani Maming mengajukan PK ke MA. Dia mendaftarkan PK pada 6 Juni 2024, dengan nomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2004.
Wakil Ketua MA Suharto diduga menjadi pihak yang membantu Mardani Maming agar PK yang diajukan dapat dikabulkan demi meringankan hukuman. Tetapi, Suharto menepis adanya anggapan intetvensi dalam proses PK tersebut. Suharto menegaskan hakim merdeka dan mandiri terbebas dari segala intervensi yang ada.
“Lho Hakim itu merdeka dan mandiri,” kata dia. (Nov)