Ahli ITB Safiri Disinformasi Label BPA Kemasan Galon Polikarbonat Pandai Menyesatkan Publik

Pakar ITB Nilai Disinformasi Label BPA Kemasan Galon Polikarbonat Bisa Menyesatkan Publik
Ir Akhmad Zainal Abidin, M.Sc. Ph.D, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran, dan Kepala Golongan Studi Polimer ITB(ISTIMEWA)

PERTENGAHAN tahun ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan peraturan baru terkait label pangan olahan, yaitu Peraturan BPOM No 6 Mengertin 2024.

Peraturan tersebut menjadi pembahasan di publik belakangan ini karena berdampak langsung pada industri air minum dalam kemasan (AMDK). Peraturan mewajibkan produsen AMDK yang menggunakan kemasan galon berbahan polikarbonat untuk mencantumkan informasi pada label produk yang menyatakan, ‘dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat
dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’.

Peraturan baru ini bertujuan untuk melindungi risiko kesehatan masyarakat dari paparan Bisphenol-A (BPA).

Baca juga : 120 UMKM Binaan Kemenkop UKM dan SBM ITB Lulus Kurasi Program Mikromandiri

Tetapi, Akhmad Zainal Abidin Ph.D, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran ITB mempertanyakan apakah BPA yang terdapat pada kemasan galon berbahan polikarbonat dapat luruh ke air minum sehingga membahayakan kesehatan?

Golongan Studi Polimer yang dimotori oleh para peneliti dan ahli polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (26/8), merilis hasil penelitian independen uji keamanan dan kualitas air minum pada
kemasan galon berbahan polikarbonat dari berbagai merek ternama di  Jawa Barat.

Cek Artikel:  Tiga Daerah di Jawa Barat Dikepung Bencana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sampel air minum dalam kemasan galon yang diuji terbukti aman dan telah sesuai dengan standar dan regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan juga standar internasional.

Baca juga : ITB CEO Summit Digelar, Perkuat Jaringan Bisnis Industri dan Peneliti

“Intervensi ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa semua air minum tersebut aman untuk dikonsumsi masyarakat,” papar Akhmad Zainal Abidin.

Dia menegaskan bahwa semua sampel air minum yang diuji bebas kandungan zat berbahaya, termasuk Bisphenol-A (BPA).

“Dari penelitian yang kami lakukan, kami tidak mendeteksi (non-detected/ND) BPA di semua sampel air minum yang diuji. Artinya, kadar BPA masih sangat aman, berada jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas keamanan pangan nasional maupun internasional, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO),” tambahnya.

Baca juga : PT Chint Indonesia Hibahkan Peralatan Dynamic Voltage Restorer ke ITB

Cek Artikel:  Petani di Majalengka Dapat Donasi Benih

Edukasi publik

Zainal memaparkan penelitian ini merupakan bagian dari upaya mengedukasi masyarakat mengenai kualitas dan keamanan air minum dalam kemasan galon berbahan polikarbonat yang berbasis pada serangkaian uji ilmiah yang ketat, terpercaya, dan independen. Studi ini berfokus
untuk mendeteksi peluruhan atau migrasi BPA dari kemasan galon polikarbonat ke dalam air.

Merek yang diteliti sebanyak empat (4) merek AMDK galon berbahan polikarbonat terpopuler yaitu Amidis, AQUA, Crystallin, dan Vit. Jawa Barat dipilih menjadi lokasi uji dan pengambilan sampel penelitian karena wilayah ini memiliki jumlah sarana produksi industri AMDK terbanyak di Indonesia1.

Baca juga : ITB Gelar ICMEM 2024, Bahas Tata Kelola Pembangunan Berkelanjutan

Dengan adanya penelitian tersebut dan menanggapi Peraturan BPOM No. 6 Mengertin 2024 tentang pelabelan BPA, Zainal mengungkapkan informasi terkait pelabelan yang menyatakan bahwa kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA tidak tepat dan berpotensi menyebabkan disinformasi di kalangan publik.

“Air minum dalam kemasan yang beredar di pasaran dan telah berizin BPOM tentunya sudah memiliki standar yang sesuai regulasi dan aman untuk dikonsumsi masyarakat,” ujarnya.

Cek Artikel:  Road to Give Bandung 2024 Lari Amal untuk Pendidikan dan Akses Air Kudus

Batas Kondusif

Menurut Zainal, produk dengan kandungan BPA seharusnya tetap aman selama kadarnya sesuai dengan batas yang ditetapkan oleh BPOM. Berdasarkan Peraturan BPOM No. 20 Mengertin 2019, ambang batas maksimum migrasi BPA dalam wadah penyimpanan adalah 600 mikrogram per liter (0,6 ppm).

“Sebenarnya, banyak bahan berbahaya yang dilarang oleh BPOM, puluhan jumlahnya. Harusnya cukup dengan label BPOM yang menjamin semua bahan tersebut aman, tanpa perlu ditulis satu per satu. BPA bukan satu-satunya bahan yang bisa berdampak bagi kesehatan. Jadi jangan sampai
masyarakat disesatkan oleh informasi yang tidak lengkap,” tandasnya.

Selain itu, dia menekankan pentingnya edukasi yang tepat tentang penggunaan air minum dalam kemasan galon yang tersedia di pasaran. Masyarakat perlu memastikan bahwa galon tidak terpapar suhu ekstrem, di atas 150 derajat Celcius, untuk menjaga kualitas air.

“Dengan informasi dan pemahaman yang benar, masyarakat tidak perlu khawatir mengonsumsi air kemasan galon,” tegas Zainal.

 

Mungkin Anda Menyukai