Adu Gagasan, Bukan Adu Singkatan

PANGGUNG Debat Pilpres 2024 periode kedua yang menampilkan para calon wakil presiden telah menyadarkan publik betapa ruang dialektika digunakan untuk menjatuhkan lawan, bukan untuk mencerahkan publik. Rakyat sebagai pemilih pun sudah cerdas menilai, mana gagasan serta mana pula yang sekadar riasan.

Podium debat, terutama  proses kandidasi level tertinggi, mestinya berbasis gagasan, program, dan orientasi pemecahan masalah bangsa dan negara saat ini dan ke depan. Sehingga, rakyat akan paham program dan kebijakan apa saja yang diusung tiap-tiap kandidat.

Layaknya dielaktika ataupun diskusi, panggung debat secara dialogis merupakan strategi sosialisasi dan pertukaran gagasan program dan pengetahuan, sebagai bagian dari proses politik adiluhung. Debat bukan aksi kemasan yang hanya untuk meneguhkan politik pencitraan dan riasan agar dianggap mampu memberikan pertanyaan sulit, meskipun sebenarnya itu hanya pertanyaan teknis yang disulit-sulitkan.

Cek Artikel:  Industri Tekstil Menjemput Tewas

Sesuai dengan diksi politik tinggi, aturan main dalam sirkulasi dan distribusi gagasan disampaikan dengan mengedepankan komunikasi yang mencerahkan, menjernihkan, serta menyadarkan akan pentingnya visi-misi dan kebijakan yang diusung.

Buat itulah, Komisi Pemilihan Biasa perlu untuk mempertegas aturan main untuk debat selanjutnya. Pertanyaan jebakan, retorika yang membelokkan subtansi, pertanyaan yang tidak menjadi tema debat harus bisa disetop oleh moderator.

KPU juga harus berani tegas mendorong kandidat mematuhi tema yang sudah ditetapkan sehingga tidak mengajukan pertanyaan di luar tema. Begitu juga pertanyaan yang menjebak dengan menggunakan singkatan atau istilah-istilah yang lebih tepat dijawab mesin pencari atau peserta cerdas-cermat ketimbang ditanyakan di forum debat. Debat itu menjawab substansi, bukan menjawab singkatan atau istilah yang dirumit-rumitkan.

Cek Artikel:  Jalan Konstitusional Bongkar Kecurangan

Penyelenggara tentu harus menyadari bahwa trik-trik debat semacam itu akan menghambat jalannya dialog, menghalangi hak publik untuk mendapatkan gagasan subtantif dari para kandidat. Pasalnya, ketika pertanyaan digunakan tidak untuk mencari pemahaman, tetapi untuk menyerang atau memojokkan, ruang bagi perdebatan yang produktif menjadi terbatas. Kualitas program dan kebijakan tidak dapat terlihat dan teruji seutuhnya.

Pertanyaan mengenai Carbon Capture Storage dan SGIE kepada lawan debat misalnya, ialah contoh bagaimana istilah itu ditanyakan dengan maksud menjebak lawan. Penggunaan istilah asing tanpa disertai penjabaran ini menimbulkan ketidakjelasan substansi persoalan. Bahkan, pertanyaan singkatan bisa dipersepsi lain, karena singkatan itu bisa saja dipersepsikan lain.

Semestinya, moderator yang ditunjuk KPU tidak boleh membiarkan hal ini terjadi. Moderator wajib menanyakan lebih lanjut kepada kandidat yang memberikan pernyataan atau pertanyaan yang tidak jelas. Inilah aturan yang harus dikoreksi KPU.

Cek Artikel:  Menanti Nyali Bawaslu

Debat selanjutnya yang akan diikuti capres akan digelar pada 7 Januari 2024. Debat ketiga tersebut mengangkat tema Pertahanan, Keamanan, Interaksi Global dan Geopolitik. 

Cita-citanya, debat ketiga akan mencerahkan, mampu menunjukkan capres dengan gagasan bukan kemasan. Podium dialektika yang mampu menguji gagasan dan kebijakan akan muncul, bukan sekadar gimmick kemasan untuk menutupi kedangkalan.

Mungkin Anda Menyukai