Acuh Kesehatan Mental

Peduli Kesehatan Mental
(Dok. mbkmparamadina)

KEHIDUPAN manusia tidak terlepas dari kehidupan manusia lainnya. Interaksi dan komunikasi dengan orang lain merupakan salah satu faktor yang sangat membantu seseorang mengatasi keresahan, kegalauan, dan kekecewaan yang sedang dihadapinya. Tujuannya manusia tersebut dapat merasakan ketenangan jiwa hingga dapat mencapai kesejahteraan dalam dirinya.

Bila permasalahan dalam hidup tidak dapat diatasi, akan berpengaruh kepada kesehatan jiwanya. Atau bahkan mungkin telah ada bibit-bibit yang dapat mengacaukan jiwa atau mental seseorang dan bila ada pemicu yang membuatnya terpuruk, akan dengan cepat mengganggu kesehatan mental.

Dari beberapa hal memang permasalahan jiwa atau mental berawal dari hal-hal sederhana yang tidak dapat diatasi hingga masalah menjadi ‘menggunung’ dan menumpuk. Permasalahan tersebut dapat membuat seseorang putus asa, kecewa, stress, kecemasan, dan depresi sehingga berpikiran untuk melakukan tindakan bunuh diri menunjukkan potensi krisis kesehatan mentalnya.

Baca juga : Kagak Terdapat Bullying, Sekolahku Menyenangkan

Di era digital, salah satu generasi yang lahir dan tumbuh di era ini ialah generasi Z. Generasi ini yang lahir antara 1997 dan 2012 dan menjadikan teknologi dan media sosial bagian penting dari kehidupan mereka, dan cenderung menjadi pengguna media sosial yang aktif. Hal itu memicu tingginya penggunaan internet di kalangan gen Z sebesar 34,4% pada 2024 (APJII, 2024).

Dalam interaksi dan komunikasi, mereka mendokumentasikan setiap momen dalam hidup mereka dan membagikannya melalui media sosial. Satu hal yang terkadang tidak disadari mereka, dengan tingginya penggunaan teknologi dan media sosial dapat terjadi ancaman dan risiko dalam kehidupan mereka seperti cyberbullying child abuse, dan beberapa kondisi yang dapat menyebabkan gangguan dan permasalahan kesehatan mental.

Cek Artikel:  Resolusi Sekolah Sukma Bangsa 2024

Lamban sebelum isu kesehatan mental menjadi fenomena yang diangkat hingga viral di generasi Z, seorang tokoh Indonesia, Zakiah Daradjat, telah menulis buku Kesehatan Mental (1983). Kesehatan mental menurutnya adalah terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh di antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem biasa yang terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya kita peduli dengan kesehatan jiwa. Tanpa ada harmonisasi antara diri dan lingkungan, tidak akan tercapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam diri.

Baca juga : Hari Mental Sedunia, Cleora Beauty dan Marshanda Mantapkan Musuh ‘Beauty Bullying’

Pada 2014 telah dicanangkan Undang-Undang No 18 Mengertin 2014 tentang Kesehatan Jiwa, disingkat Keswa. Tetapi, pada 2023, UU Kesehatan Jiwa terintegrasi ke dalam UU Kesehatan No 17 Mengertin 2023 yang tercantum bagian ke sebelas tentang kesehatan jiwa dengan Pasal 74 sampai Pasal 85.

Pada Pasal 74 dijelaskan, bahwa kesehatan jiwa merupakan kondisi seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.

Kepedulian akan kesehatan mental menjadi faktor penting untuk dapat menghadapi berbagai tekanan yang dapat ditimbulkan dari kondisi saat ini dengan tantangan menghadapi kehidupan yang dirasa dapat berdampak pada gangguan kesehatan mental. Isu tentang kesehatan mental sudah mulai merambah dan viral terjadi, seiring dengan berkembangnya teknologi yang telah menjadi santapan ‘harian’ semua generasi. Spesifiknya generasi Z yang berdasarkan hasil penelitian menunjukkan generasi yang rentan dengan kesehatan mental.

Cek Artikel:  Deteksi Unsur Risiko Penyakit Jantung sebagai Antisipasi Infeksi Covid-19

Baca juga : Jangan Biarkan Orang yang Mengalami Gangguan Mental Merasa Sendirian

American Psychological Association (APA, 2018) menyebutkan gen Z merupakan generasi yang memiliki kecenderungan permasalahan kesehatan mental dari generasi lain. Gen Z berjuang mencari kesejahteraan psikologi karena generasi itu mengalami tekanan hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan generasi tua.

Penelitian Andini (2024) meningkatnya intensitas penggunaan media sosial berkorelasi dengan menurunnya tingkat psychological well-being mahasiswa. Penggunaan teknologi dan media sosial yang berlebihan menimbulkan gangguan kesejahteraan kesehatan mental, dan beberapa masalah yang dihadapi generasi Z adalah stres, kecemasan, pola makan yang berubah, gangguan tidur, perubahan suasana hati, dan interaksi sosial yang kurang dengan lingkungan.

Kepada mencapai kesehatan mental dan kualitas hidup yang baik seseorang perlu menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Tetapi, memang untuk dapat mencapai apa yang diharapkan merupakan tantangan tersendiri dan diperlukan komponen guna melihat urgensi tentang masalah kesehatan mental. Sekalian pihak agar aware dengan berbagai peristiwa yang sesungguhnya ialah indikator tentang masalah yang akan mengganggu kesehatan mental seseorang.

Baca juga : Gerakan Cek Mitra Sebelah untuk Jaga Kesehatan Mental

Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan secara berkesinambungan oleh berbagai pihak adalah menyosialisasikan informasi dan kejelasan tentang kesehatan mental, serta bagaimana peran dan tanggung jawab mereka.

Terdapat empat komponen penting yang harus berinteraksi untuk mendorong kesehatan mental. Pertama adalah individu. Kondisi itu menunjukkan bagaimana setiap orang ‘wajib’ untuk dapat memahami kelebihan dan kelemahan yang dia miliki.

Cek Artikel:  Nasib Papua dan Pilpres 2024

Hal itu penting karena memahami dan peduli dengan keberadaan diri sendiri dapat menguatkan seseorang dalam menjaga stabilitas emosi dan pikiran hingga perilaku yang ditunjukkannya. Permasalahan yang dihadapi akan dapat diantisipasi penanganannya bila dia sudah memahami kondisi diri dan lingkungan yang dapat men-support-nya, dalam menghadapi situasi sulit.

Kedua adalah interpersonal. Kepada dapat menguatkan kemampuan individunya, seseorang membutuhkan orang-orang yang ada di sekitarnya di antaranya teman-teman, keluarga, jejaring sosial yang dimilikinya. Memperoleh dukungan dari orang-orang di sekitar akan menjadi dorongan agar tetap dapat menjaga stabilitas kesehatan mental.

Ketiga adalah institusional dan kemasyarakatan. Lebih luas lagi, kehidupan seseorang juga akan bergantung pada suasana di lingkungan kesehariannya menjalankan kehidupan seperti sekolah, masyarakat, tempat bekerja. Bila suasana membuat seseorang nyaman, tenang, serumit apa pun permasalahan yang menimbulkan tekanan akan dapat dijalaninya.

Keempat adalah penentu kebijakan. Bila sudah ‘telanjur’ terjadi permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kesehatan mental, perlu adanya dukungan penentu kebijakan yang dapat mengakomodasi akar dapat mencapai kehidupan mental yang sehat.

Melalui upaya-upaya yang diberikan secara proaktif, terintegrasi, komprehensif dan terus-menerus mengikuti siklus kehidupan manusia. Kepada itu, diperlukan interaksi yang dinamis mulai karakteristik pribadi, faktor psikologis, hubungan dekat, lingkungan komunitas, hingga faktor sosial yang lebih luas agar setiap orang dapat meraih kualitas hidup yang baik, memiliki kejiwaan yang sehat, ‘jauh’ dari berbagai tekanan, kecemasan rasa takut, dan dapat terus mengembangkan potensi dirinya.

Mungkin Anda Menyukai