RENCANA pemerintah yang akan membatasi pendistribusian BBM bersubsidi disebut akan memperlemah daya beli masyarakat kelas menengah. Member Komisi VII DPR Mulyanto meminta kebijakan tersebut ditunda.
Apalagi sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, menyebut kebijakan tersebut lebih tepat dilaksanakan awal 2025. Mulyanto khawatir penerapan kebijakan ini akan memperparah kondisi ekonomi nasional yang sedang tertekan. Bila hal tersebut dipaksakan bukan tidak mungkin akan menimbulkan gejolak sosial.
“Menurut saya memang sebaiknya pemerintah menunda rencana pembatasan BBM bersubsidi 1 Oktober 2024. Kalau ini dilakukan akan semakin memukul kelas menengah. Dan kalau masyarakat kelas menengah bermasalah akan berdampak pada aktivitas ekonomi secara luas,” kata Mulyanto, Selasa (10/9).
Baca juga : Pemerintah Harus Atasi Turunnya Jumlah Kelas Menengah
Ia mengatakan data mutakhir menunjukkan terjadi penurunan jumlah kelas menengah yang ditandai dengan anjloknya jumlah pekerja formal dan meningkatnya jumlah pekerja informal.
“Komparasi data 2014-2019 dengan 2019-2024 menunjukkan grafik terbalik. Periode 2014-2019 angkatan kerja Indonesia lebih banyak diserap sektor formal,” ungkapnya.
Sementara di periode 2019-2024 jumlahnya berbalik. Nomortan kerja lebih banyak diserap sektor informal daripada formal. Hal ini diperparah dengan banyaknya PHK terhadap buruh industri tekstil dan turunannya.
“Kondisi yang memprihatinkan ini jangan diperburuk dengan pembatasan BBM bersubsidi karena secara langsung akan memperlemah daya beli mereka yang sudah lemah,” tegasnya.
Wakil Ketua FPKS DPR ini menyarankan sebaiknya kebijakan penting itu diputuskan oleh pemerintahan baru yang akan dilantik pertengahan Oktober 2024. “Dalam masa transisi kepemimpinan nasional seperti sekarang sebaiknya Pemerintahan Joko Widodo fokus menuntaskan sisa program yang sudah berjalan tanpa membuat kebijakan baru yang berpotensi menimbulkan masalah,” tukasnya. (Z-2)