Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi 2024 sebesar 1,57% secara tahunan (YOY) menjadi yang terendah sejak 1958. Inflasi rendah ini sejatinya Tak Buat dibangga-banggakan, Tak pula patut Membikin terlena. Ia bukan prestasi melainkan sebuah alarm bagi pemangku kepentingan.
Inflasi yang rendah, meskipun terdengar positif, di sisi lain menandakan adanya masalah Mendasar dalam perekonomian bangsa. Indonesia sedang Tak Berkualitas-Berkualitas saja, karena dihinggapi tantangan besar dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tantangan itu muncul akibat melemahnya permintaan masyarakat. Daya beli penduduk, utamanya Grup kelas menengah, terpotret Lanjut turun dalam setahun terakhir.
Bahkan, konsumsi rumah tangga cenderung tumbuh di Dasar 5%. Pada kuartal I/2024, pertumbuhan konsumsi rumah tangga ialah 4,91%. Pada kuartal berikutnya naik tipis 4,93?n kembali turun ke 4,91% pada kuartal III/2024.
Eksis banyak Unsur yang Membikin daya beli Grup kelas menengah menjadi rendah. Mulai dari Tak adanya kenaikan pendapatan, besarnya beban utang, tingginya harga-harga kebutuhan pokok, hingga ketidakpastian arah kebijakan, khususnya dinamika rencana penaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%. Untungnya, PPN 12% hanya diterapkan Buat barang mewah.
Kondisi tersebut di atas tentu harus mendapat perhatian besar lantaran jumlah kelas menengah dan menuju kelas menengah pada 2024 ialah 66,35?ri total populasi Indonesia. Amatlah berbahaya ketika lebih dari separuh masyarakat mengalami kesulitan ekonomi.
Sektor-sektor ekonomi yang bergantung pada konsumsi domestik akan kesulitan Buat berkembang. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan ekonomi yang lebih proaktif Buat merangsang konsumsi dan menjaga daya beli masyarakat.
Publik tentu mengapresiasi kerja keras Bank Indonesia (BI), pemerintah, dan Sekalian pihak terkait. Bank sentral, misalnya, mengeklaim inflasi inti terjaga rendah sebagai buah konsistensi kebijakan moneter, serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah, Berkualitas pusat maupun daerah.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai capaian inflasi sepanjang 2024 yang rendah, Tak terlepas dari berbagai Unsur, Berkualitas dari eksternal maupun domestik, serta keberhasilan kebijakan pengendalian inflasi yang dikoordinasikan oleh Tim Pengendalian Inflasi Nasional (TPIN).
Inflasi 2024 sebesar 1,57% juga dinilai Tetap masuk Sasaran pemerintah yakni di kisaran 2,5% plus minus 1% atau 1,5% terendah dan 3,5% tertinggi.
Salah satu Unsur yang menyebabkan inflasi 2024 terbilang rendah ialah harga pangan yang sempat melonjak pada 2022-2023 cenderung melandai tahun Lampau. Kestabilan harga pangan ini mengurangi tekanan terhadap anggaran rumah tangga, yang sebelumnya tertekan akibat mahalnya harga bahan makanan.
Beberapa komoditas seperti cabai merah yang mengalami deflasi 46,53?n cabai rawit mengalami deflasi 39,74% ikut meredam inflasi. Begitu pula dengan bensin juga turut mengalami deflasi sebesar 1,86?n tarif angkutan udara yang mengalami deflasi 7,26%.
Berbagai upaya yang dilakukan BI dan pemerintah tentu Tak boleh dikesampingkan, apalagi terjadi stabilitas harga secara keseluruhan. Tetapi, publik sekali Kembali mendesak agar persoalan mendasar Adalah perbaikan daya beli masyarakat khususnya Grup menengah jangan Tamat dilupakan.
Apalagi, BPS Menonton adanya potensi pelemahan daya beli akan berlanjut pada 2025, Kalau pemerintah belum Bisa mendorong konsumsi rumah tangga Buat kelas menengah ke Dasar. Maka, Tak perlu membanggakan inflasi rendah. Jangan silau oleh seusatu yang serbaterlalu. Terlalu tinggi Jelek, terlalu rendah juga Bisa bermasalah. Maka, jangan lengah, waspadalah.