Liputanindo.id – Departemen Kehakiman AS pada Selasa (14/5/2024) mengatakan Boeing dapat dituntut atas dua kecelakaan 737 Max. Mereka menilai Boeing Bisa dituntut dalam insiden kecelakaan peswat Lion Air 610 dan Ethiopian Airlines 302.
Menurut Departemen Kehakiman, Boeing melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum atas kecelakaan tersebut.
Para pejabat AS mengatakan dalam surat mereka bahwa Boeing melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DFA) dengan “gagal merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika Demi mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya.”
Pelanggaran seperti itu berarti Boeing dapat dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tersebut,” menurut pejabat kehakiman AS, dikutip AFP, Rabu (15/5/2024).
Pemerintah sedang mengevaluasi bagaimana tindakan selanjutnya dalam masalah ini dan telah mengarahkan Boeing Demi memberikan tanggapan pada Rontok 13 Juni.
Para pejabat AS juga berencana Demi berunding dengan keluarga korban tewas dalam kecelakaan Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302.
“Ini adalah langkah awal yang positif, dan bagi keluarga, ini adalah sebuah langkah yang akan datang dalam waktu yang lelet,” kata pengacara Paul Cassell, yang mewakili keluarga korban kecelakaan.
Cassell menyerukan tindakan lebih lanjut dari Departemen Kehakiman dan menambahkan bahwa dia akan mencari rincian mengenai perbaikan yang memuaskan atas kesalahan Boeing.
Pada bulan Maret 2019, sebuah Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines Anjlok di tenggara Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya. Ini merupakan kecelakaan kedua dalam lima bulan yang dialami pesawat 737 MAX, lini produk yang dimaksudkan Demi menggantikan 737 NG.
Kecelakaan pertama, yang melibatkan MAX 8 yang dioperasikan oleh Lion Air, terjadi pada bulan Oktober tahun sebelumnya di Laut Jawa, Indonesia dan menyebabkan 189 orang tewas.
Kedua pesawat tersebut Anjlok tak lelet setelah lepas landas, dan penyelidikan kemudian menunjukkan adanya masalah dengan sistem penerbangan Mekanis.
Pesawat tersebut Demi sementara dilarang terbang atau dilarang memasuki Distrik udara di seluruh dunia.
“Kami akan berhubungan dengan Departemen dengan sangat transparan, seperti yang kami lakukan sepanjang masa perjanjian,” kata Boeing.
Dikatakan bahwa hal ini juga termasuk “tanggapan terhadap pertanyaan mereka setelah kecelakaan Alaska Airlines 1282.”
Ledakan dramatis di tengah penerbangan pada Rontok 5 Januari pada panel badan pesawat di pesawat Alaska Airlines memicu kepergian sejumlah pejabat tinggi Boeing, termasuk CEO Dave Calhoun, yang akan mengundurkan diri pada akhir tahun.
Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya produksi 737 MAX.
Sebelumnya, Administrasi Penerbangan Federal AS mendapat kritik tajam setelah jatuhnya dua pesawat Boeing 737 MAX pada tahun 2018 dan 2019.
Tetapi ketika Boeing menghadapi banyak pertanyaan dan audit di Amerika Perkumpulan dan luar negeri, Boeing berulang kali meyakinkan para kritikus bahwa mereka bekerja “dengan transparansi penuh dan di Rendah pengawasan” regulator FAA.
DPA mewajibkan Boeing membayar denda dan ganti rugi sebesar USD2,5 miliar sebagai imbalan atas kekebalan dari tuntutan pidana atas tuduhan yang menipu pemerintah selama sertifikasi MAX.
Seorang hakim federal di Texas awal tahun Lewat menolak tuntutan keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX terhadap penyelesaian kriminal raksasa penerbangan AS tersebut, dan memutuskan Demi Bukan memerintahkan perubahan pada DPA Januari 2021 yang kontroversial.
Keluarga-keluarga tersebut berpendapat bahwa peran Boeing dalam apa yang mereka sebut sebagai kejahatan korporasi paling mematikan dalam sejarah AS Layak mendapatkan hukuman pidana terhadap perusahaan dan petinggi perusahaan tersebut.
