BEBERAPA hari pascapemungutan suara Pemilu 2024, masyarakat mulai mengarahkan perhatian ke model perhitungan suara Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) Komisi Pemilihan Biasa (KPU).
Sirekap dikembangkan dan digunakan KPU untuk perhitungan suara agar tidak simpang siur karena pada hari H pemungutan suara, masyarakat yang tidak sabar, lebih banyak melihat perhitungan suara yang dilakukan sejumlah lembaga survei yang populer dengan sebutan quick count.
Sekadar contoh, kemarin, lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) telah merilis 100% suara yang masuk melalui quick count. Hasilnya, sembilan partai yang selama ini sudah eksis kembali masuk ke Senayan.
Baca juga : Kecurangan Sirekap KPU bukan cuma di Caleg, Tapi Juga DPD
Partai-partai papan bawah seperti Perindo dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) serta partai-partai yang baru berdiri tidak lolos ke Senayan. PSI, misalnya, menurut SMRC, hanya mendapatkan suara dua koma, padahal untuk bisa lolos ke Senayan minimal harus 4%.
Hari-hari ini dan hingga akhir perhitungan suara nanti, masyarakat berharap KPU lewat Sirekap-nya bisa menyajikan hasil perhitungan yang akurat dan terpercaya.
Tetapi, harapan itu rupanya untuk sementara ini, belum bisa memuaskan masyarakat, karena terjadi salah input, salah kutip, salah rekap atau salah hitung.
Baca juga : Sirekap Juga Gelembungkan Bunyi untuk Prabowo-Gibran di Jawa Barat
Kita khawatir jika persoalan ini tidak segera diatasi atau bahkan “kekeliruan” itu disengaja akan memunculkan opini bernuansa tuduhan berkepanjangan bahwa Pemilu 2024 sarat kecurangan.
KPU seharusnya mengapresiasi masyarakat yang kini hampir setiap hari mengecek hasil perhitungan suara, baik pemilu presiden (pilpres), maupun pemilu legislatif (pileg).
Masyarakat sudah terlanjur percaya kepada KPU terkait dengan akurasi hasil perhitungan suara. Jangan sampai KPU menganggap remeh kepercayaan ini. KPU harus menjaganya dengan tanggung jawab, profesionalisme, moral dan etika yang tinggi.
Baca juga : KPU Harus Transparan soal Kebobrokan Sirekap
Sayang memang, semoga saya keliru, masyarakat belum sepenuhnya menaruh harapan positif kepada KPU. Masyarakat, terutama para calon anggota legislatif (caleg). Mereka resah dan mungkin akan berteriak, “KPU jangan bikin resah terus, dong!”
Hari Minggu (18/2), masyarakat, khususnya para caleg partai-partau tertentu benar-benar dibuat resah karena suara mereka tiba-tiba berkurang cukup signifikan.
Bunyi hilang ini bukan hitungan satuan, belasan, puluhan, atau ratusan, melainkan ribuan. Hilangnya suara ini tentu berdampak pada berkurangnya suara partai. Tetapi, sebaliknya bisa menggelembungkan suara caleg atau partai lain.
Baca juga : Sistem Keamanan Teknologi Informasi Pemilu 2024 Bobrok
Gara-gara suara hilang ini, antarcaleg dalam satu partai bahkan ada yang saling curiga karena menganggap suaranya dicuri teman sendiri.
Apakah ini sengaja dirancang KPU agar terjadi keributan di internal partai untuk mengalihkan perhatian karena KPU sedang melaksanakan misi meloloskan salah satu partai yang tidak memenuhi syarat masuk Senayan?
Entahlah, saya tidak mau menuduh, sebab di luar ramai terdengar suara seperti itu sudah bergaung santer. Intinya penghilangan dan penambahan suara yang sangat mencolok tersebut sengaja dilakukan KPU dalam rangka mengamankan posisi partai yang belum aman ke Senayan seperti hasil akhir quick count SMRC.
Baca juga : Sirekap Bikin Gaduh lagi, Hasil Pilpres TPS 09 Bungo Pasang Berubah
Semoga suara-suara minor itu tidak benar karena masyarakat masih menaruh harapan besar kepada KPU sehingga tidak terus berteriak, “KPU jangan bikin resah, dong!”
Masyarakat tetap menaruh kepercayaan kepada KPU yang berkomitmen untuk terus memanfaatkan Sirekap guna menciptakan pemilu yang profesional dan memberikan kemudahan bagi masyarakat mengakses segala informasi yang ada di sana.
KPU sebaiknya juga menyadari bahwa di luar KPU banyak anak muda yang memiliki keahlian informasi teknologi (IT) yang andal. Mereka tidak bisa ditipu-tipu dengan bahasa politik.
Baca juga : Kisruh Sirekap, KPU Pagilai tidak Belajar dari Situng
Diakui atau tidak, model atau tahapan perhitungan suara dari pemilu ke pemilu di negeri ini masih rawan dengan peluang transaksional dan koruptif.