Terobosan agar Lenggang Ikat Pinggang

HARI ini, 16 Agustus, Presiden Joko Widodo akan menyampaikan pidato kenegaraan dan nota keuangan terakhir di masa pemerintahannya. Karena itu, pidato kenegaraan sekaligus penyampaian Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 beserta nota keuangannya kali ini merupakan pidato yang strategis.

Strategis, bukan saja karena menjadi pidato penutup, melainkan juga pembuka gerbang bagi mulusnya transisi. Karena, Rancangan APBN 2025 yang disusun pemerintahan Presiden Jokowi kali ini bakal dijalankan oleh pemerintahan berikutnya, yakni pasangan presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Keduanya akan mulai memimpin Republik ini pada Oktober 2024 mendatang.

Kondisi yang menguntungkan dari penyusunan APBN 2025 ini ialah transisi pemerintahan berjalan mulus. Tak ada friksi antara Jokowi dan penggantinya, Prabowo. Itu artinya, keduanya bisa berembuk untuk saling mengakomodasi agar program-program kedua belah pihak tetap bisa berjalan seiring. Tak ada pihak yang saling menyandera. Tak ada yang saling menjegal. Dengan demikian, proses transisi keuangan pun bisa berjalan dengan mulus. Begitu pula kesinambungan fiskal tetap terjaga.

Cek Artikel:  Hukum Timpang, Demokrasi Tumbang

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?

Salah satu contoh mulusnya transisi itu ialah arahan Presiden Jokowi agar seluruh program dan visi-misi presiden terpilih Prabowo Subianto dimasukkan dalam Rancangan APBN 2025. Salah satu program presiden terpilih yang dipastikan masuk itu ialah program makan bergizi gratis untuk anak-anak sekolah.

Pemerintah mengalokasikan dana senilai Rp71 triliun kepada pemerintah baru untuk mengeksekusi program tersebut di tahun depan. Besaran dana itu juga telah disepakati oleh tim perwakilan dari presiden terpilih.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan memastikan dana yang dialokasikan tersebut telah masuk dalam postur Rancangan APBN 2025 yang disepakati dan dibahas oleh pemerintah dan DPR. Biaya tersebut juga telah masuk dalam kisaran defisit anggaran yang sejauh ini disetujui, yakni 2,29% hingga 2,82% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Cek Artikel:  Politik Dinasti Membunuh Demokrasi

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Di tengah mulusnya transisi tersebut, yang masih menjadi alarm penting ialah ruang fiskal yang dipastikan bakal sesak tahun depan. Setidaknya, akan ada jatah pasti sebesar Rp800 triliun anggaran negara harus dikucurkan untuk membayar utang jatuh tempo tahun depan. Tetap juga ada anggaran dikucurkan untuk kelanjutan proyek Ibu Kota Nusantara. Dan, ada mandatori anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN.

Pilihan untuk membuat ruang fiskal agak longgar cuma menggenjot pendapatan atau menambah utang. Pilihan menambah utang jelas lebih mudah, tapi akan menjadi masalah bila rasio utang terhadap penerimaan negara terus membengkak.

Karena itu, opsi menggenjot pendapatan mau tidak mau harus dilakukan. Pemerintahan Jokowi dan presiden terpilih harus membuat terobosan-terobosan baru untuk mencari sumber pendanaan bagi program-program yang dijalankan. Pola konvensional, seperti mengamputasi program lain dan menumpuk utang, sudah selayaknya menjadi solusi paling akhir.

Cek Artikel:  Perubahan Demi Indonesia Maju

Apalagi, pemerintahan mendatang bakal dihadapkan pada tantangan-tantangan dan kondisi makro yang tidak mudah. Misalnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan kondisi politik yang memanas di Timur Tengah. Belum lagi kenaikan harga minyak.

Dengan kondisi transisi peralihan pemerintahan yang mulus, pemerintahan Jokowi dan presiden terpilih bisa menyusun terobosan-terobosan yang benar-benar cespleng agar bisa membawa ekonomi Indonesia terbang lebih tinggi. Tanpa terobosan, negeri ini akan terus berada dalam lingkaran beragam jebakan tanpa henti, yakni lepas dari jebakan satu menuju jebakan lain. Kita tidak mau itu terjadi.

 

Mungkin Anda Menyukai