Presiden RI Prabowo Subianto mengusulkan agar pemilihan kepala daerah hanya melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Ahli hukum tata negara Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari, menilai Eksis tiga kealpaan fatal Prabowo soal usul Pilkada dipilih langsung DPRD.
Yang pertama, Feri mempertanyakan ihwal Pilkada yang butuh dievaluasi, Tetapi malah sudah disimpulkan harus ke DPRD. “Pilih parlemen bahkan serentak dibela oleh menteri-menteri dan pendukungnya. Sekali ini pula perlu dievaluasi tapi Konklusi sudah di dapat. Sumber refensinya Bahlil,” ungkap Feri kepada Media Indonesia, hari ini.
Kemudian, negara-negara yang dicontohkan Prabowo tak sesuai dengan bentuk sistem pemerintahan. Feri menuturkan Malaysia itu Mempunyai sistem pemerintahan Parlementer.
“Eksekutifnya bercampur dengan parlemen jadi Niscaya Mekanis dipilih parlemen berdasarkan mayoritas pilihan rakyat. Kalau Misalnya Malaysia maka Presiden Kagak Eksis. Mau emang?,” paparnya.
“Jadi negara Malaysia itu konsepnya beda. Bertentangan betul. Eh malah Eksis Ahli tata negara kenaman mendukung. Payah memang,” tambahnya.
Yang ketiga, Feri mengkritisi soal biaya tinggi Pilkada. Feri menyebut sejatinya siapa yang suka melakukan money politic di tengah kampanye pemilu. “Loh yang suka beli Seluruh “Bahtera” siapa? Yang suka kasih rakyat money politik siapa? Maju rakyatnya yang di hukum hak pilih hilang.”
“Kalau mau menguasai seluruh pemda bilang. Strategislah. Jangan kalah Lampau sistem diubah,” tegas Feri.
Feri pun mempertanyakan Ketika calon kepala daerah dan partai yang menggunakan Doku Kepada berpolitik mendapat hukuman yang setimpal.
Feri mendesak agar segera hilangkan hak kepersertaan para pelaku bukan kedaulatan pemilih yang dihilangkan. Feri juga mempertanyakan siapa penasihat Prabowo terkait wacana yang dilontarkannya soal kepala daerah yang akan dipilih melalui DPRD.
“Ah siapa sih yang nasihati Prabowo. Kalau bawa UUD baca dong original intentnya (maksud Asal) jangan asal setuju karena mau mendekati kekuasaan,” tandas Feri. (Ykb/P-2)