Menabur Rahmatan lil Alamin

SAYA kaget saat seorang teman yang beragama Katolik tiba-tiba bertanya kepada saya. Pertanyaan itu ia sampaikan beberapa jam setelah ia menyaksikan kunjungan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal. Ia bertanya, “Apa, sih, sebetulnya makna ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu?”

Mendapat pertanyaan seperti itu, saya balik bertanya kepada teman saya, “Ini beneran nanya, apa ngetes doang? Sebenarnya sudah tahu, pura-pura tidak tahu, atau memang benar-benar tidak tahu?”

Sang teman lalu menerangkan bahwa dirinya memang tahu arti dari rahmatan lil ‘alamin, yakni rahmat bagi seluruh alam. Tetapi, ia mengaku tidak memahami lebih jauh makna ajaran yang menurutnya ‘sangat agung nan mulia’ itu.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Nikmat?

Karena merasa bukan ahli tafsir kitab suci Al-Qur’an, saya lalu menjelaskan soal rahmatan lil ‘alamin kepada teman saya dengan meminjam penjelasan Prof Quraish Shihab. Dalam pandangan saya, Quraish Shihab ialah ahli tafsir yang sangat mumpuni dan amat sahih menjadi rujukan untuk mendapatkan kejelasan.

Saya menemukan bagaimana Quraish Shihab menafsirkan ajaran yang tertera dalam Kitab Bersih, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”

Cek Artikel:  Utang dan Negara Gagal

Menurut Quraish Shihab, Nabi Muhammad diutus tidak hanya membawa rahmat, tetapi juga ia sendiri adalah rahmat. Definisinya, segala risalah (ajaran) yang dibawa serta alam sebagai sasaran risalah Nabi juga termasuk rahmat.

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

“Satu-satunya makhluk yang disebut di dalam Al-Qur’an menyandang sifat rahim ialah Nabi Muhammad. Maka itu, pasti ucapan dan perbuatannya adalah rahmat, risalah yang dibawanya adalah rahmat, alam yang menjadi sasaran risalahnya harus dianggap juga sebagai rahmat,” begitu Quraish Shihab menjelaskan.

Selain itu, ia menyampaikan bahwa sebagai sebuah bangsa, Indonesia memiliki nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi oleh setiap warga negara, yakni Pancasila. Segala dapat tertampung dan diakui di Indonesia selama masih sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

Oleh karena itu, dilarang mencaci atau menghina kelompok lain yang berbeda. “Islam bukan ajaran untuk memaki. Kita boleh mengkritik, tetapi harus disampaikan dengan penuh rahmat dan kasih sayang serta niat yang tulus untuk memperbaiki,” ucap Quraish Shihab.

Cek Artikel:  Gedor Pintu Pemakzulan

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Penulis tafsir Al-Misbah itu menjelaskan banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang bebicara tentang nikmat Allah, hanya sekian yang berbicara tentang siksa-Nya. Maka itu, dalam berdakwah, jangan terlalu banyak mengancam, tapi perbanyaklah memberi harapan. “Berikan harapan supaya orang lebih simpati pada ajaran Islam. Berdakwahlah dengan ramah untuk menarik simpati orang, hindari cara yang bisa menimbulkan orang antipati,” ujarnya.

Intinya begitu penegasan saya kepada teman saya itu, Islam itu mesti mempromosikan perdamaian. Islam itu antikekerasan. Islam itu sejalan dengan Pancasila karena sebagian besar perumus Pancasila ialah tokoh-tokoh dan pemimpin ormas Islam.

Sembari mengucapkan terima kasih, teman saya itu lalu meminta saya agar terus menulis suasana damai dan baik antarpemeluk agama dan keyakinan berbeda-beda di negeri ini. ‘Pas kata tulisan spanduk-spanduk milik TNI itu, ‘damai itu indah’, tulisnya sembari dibubuhi emotikon tertawa.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Cek Artikel:  Kekuatan Influencer

Saya pun tergerak untuk menegaskan lagi poin-poin homili Paus Fransiskus di Gelora Bung Karno, Kamis (5/9). Paus mengatakan bahwa umat Katolik Indonesia dipanggil untuk terus berdialog dalam damai. “Memang kadang terasa berat. Terasa sia-sia. Tetapi, jangan pernah terpenjara dalam rasa gagal,” seru Paus.

“Coba sekarang hening sejenak. Pandang lagi satu kegagalan dalam hidupmu. Tatap itu. Hadapi lagi. Jangan takut. Jangan pernah lelah menabur. Jangan pernah lelah menebar jala. Jangan pernah lelah bermimpi untuk membangun bangsa yang damai. Jangan pernah lelah berdialog,” Paus menekankan.

Apa yang disampaikan Paus Fransiskus sebangun dengan penjelasan Quraish Shihab soal rahmatan lil ‘alamin tadi. Dalam bahasa Quraish: jangan memaki, lemah lembutlah. Dalam bahasa Paus Fransiskus: ‘jangan pernah lelah tersenyum. Kalian adalah bangsa yang murah senyum. Senyum adalah senjata ampuh. Majulah berjalan bersama. Jangan pernah lelah menabur harapan’.

Lampau, jika sudah seperti itu, jika masih banyak orang suka bertengkar, itu semua untuk apa? Buat siapa? Demi apa?

Mungkin Anda Menyukai