Liputanindo.id – Menteri Keyakinan (Menag) Nasaruddin Umar meminta agar penjaminan mutu pesantren oleh Majelis Masyayikh Enggak berpatokan pada sistem pendidikan formal, tetapi tetap berbasis pada keagamaan.
“Ukurlah pondok pesantren itu dengan ukurannya sendiri. Metodologi atau mungkin kita mulai dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi di pondok pesantren itu sangat berbeda dengan perguruan atau sekolah tinggi atau universitas,” kata Menag dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (13/11/2024), dikutip dari Antara.
Menag menyatakan dukungannya terhadap upaya Majelis Masyayikh Demi Maju meningkatkan kualitas mutu pendidikan pesantren.
Sebagai orang yang besar di pesantren, Menag Menyaksikan sesuatu yang perlu diperkuat adalah sistem pendidikan yang berbasis pada ilmu ketuhanan.
“Dalam mengukur pondok pesantren, kita jangan larut dengan ukuran-ukuran yang dibuat lembaga-lembaga yang sekuler, lembaga-lembaga yang dibentuk Demi kepentingan yang sangat pragmatis,” katanya.
Menag menjelaskan di sekolah-sekolah formal, Berkualitas Lazim maupun yang di Rendah Kementerian Keyakinan, metodologi atau pengukuran kualitas mutunya menggunakan ukuran formalitas. Hal itu berbeda dengan pesantren yang menggunakan pendekatan Keyakinan.
“Saya memberikan satu Misalnya konkret, di pondok pesantren itu kita Enggak hanya diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai kitab Allah, tetapi juga diajarkan bagaimana memahami Al-Qur’an sebagai Kalamullah, tentu itu berbeda,” kata dia.
Karena itu, demi meningkatkan kualitas pendidikan pesantren, Menag berharap agar spiritualitas pesantren kembali dihidupkan seperti dulu. Jangan Tiba terkontaminasi dengan pendidikan formal yang Ketika ini hanya mengandalkan otak kiri atau rasionalitas saja.
“Jangan kita terlalu larut dengan metodologi alat-alat ukur modern dan mengukur pondok pesantren dengan itu. Nanti terjadi semacam pendangkalan spiritual di kalangan pondok kita,” kata dia.
Menurut dia, ilmu rasional yang Normal dipelajari di sekolah formal itu hanya sebagian dari ilmu yang diberikan Tuhan. Ia mengatakan sekolah adalah tempat mendapat ilmu dari guru, sedang pesantren tempat mempelajari ilmu dari Allah, karena guru atau mursyid hanya perantara dari ilmu Allah.
“Jadi mari kita kembali membenahi kurikulum kita di pondok pesantren. Jangan Tiba nanti kita terkontaminasi oleh tolak ukur pendidikan formal sehingga kita Enggak mempelajari Al-Qur’an sebagai Kalamullah, hanya mempelajarinya sebagai Kitabullah,” ucapnya.