Gagal Total Mitigasi Pangan

HARGA beras yang sudah berminggu-minggu bertahan tinggi, ditambah kelangkaan beras di sana-sini, menunjukkan secara kasatmata ada kegagalan dalam mengatasi keadaan. Pemerintah telah gagal melakukan mitigasi pangan.

Kegagalan itu berlapis-lapis pula. Sudah gagal mengantisipasi El Nino, padahal telah diprediksi sejak setahun lebih yang lalu, gagal pula mengantisipasi restriksi impor dari negara-negara lumbung padi.

Memberi label gagal kepada pemerintah memang tidak akan mengubah keadaan. Tetapi, saat ini kita perlu jelas-jelas menyatakan karena pemerintah tidak juga selesai bersilat lidah dan memelintir logika. Maka, kita perlu memaparkan secara jelas kegagalan itu agar pangkal persoalan menjadi benderang. Kemudian yang terpenting, kesalahan yang sama tidak boleh terjadi lagi.

Pangkal persoalan utama memang El Nino yang menyebabkan panen mundur. Tetapi, itu tidak akan menjadi persoalan yang berlarut-larut bila cadangan beras Bulog mencukupi. Sejumlah analisis memaparkan biang kerok krisis cadangan beras ialah program bansos besar-besaran yang digeber di masa kampanye pemilu selama 75 hari itu.

Kita sepakat dengan pernyataan sejumlah ahli dan pengamat soal bumerang program bansos karena fakta menyatakan demikian. Demi melihat fakta ini, kita tinggal merunut cadangan beras, setidaknya sejak 2022, atau sejak El Nino panjang diperingatkan bakal melanda.

Cek Artikel:  Kaji Serius Aturan Cukai Makanan

Ketika itu saja Badan Pangan Nasional atau Bapanas menyatakan bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) sudah jauh berada di bawah batas normal sebesar 1,2 juta ton. Ketika itu, CBP di Perum Bulog hanya mencapai 514 ribu ton per 5 Desember 2022. Padahal CBP juga merupakan sumber untuk beras program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP).

Hal itulah yang kemudian menjadi dasar pemerintah meneken impor beras besar-besaran. Maka, dari Januari hingga November, Badan Pusat Stagnantik (BPS) mencatat Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 2,53 juta ton.

Pemerintah memang meneken total impor beras 3,06 juta ton selama 2023. Tetapi, kuota itu terkendala karena negara-negara sandaran kita dalam impor beras, khususnya Thailand dan Vietnam, melakukan restriksi demi mengamankan pasokan beras untuk dalam negeri mereka sendiri.

Tiba Agustus 2023, Perum Bolog berhasil menyerap hasil panen raya hingga 780 ribu ton. Jumlah itu masih jauh dari target penyerapan, yakni sebesar 2,4 juta ton untuk 2023.

Cek Artikel:  Pekerja Migran Selalu Jadi Korban

Meski begitu, dengan realisasi impor yang belum penuh pada 2023 tersebut, stok beras pemerintah semestinya aman karena cukup di atas batas normal 1,2 juta ton. Ironisnya, cadangan beras yang ‘pas-pasan’ bukannya dikelola dengan sangat cermat, malah sebaliknya. Peringatan-peringatan berlanjutnya El Nino dikalahkan dengan program bansos jorjoran.

Kita sepakat program bansos memang diperlukan untuk menolong kelompok masyarakat yang paling rentan. Tetapi, ketika jumlah penerima bansos tidak lagi rasional, seluruh rakyatlah yang malah jadi korban.

Langkah pemerintah membahayakan stok beras nasional sendiri sebenarnya sudah tercium sejak Maret 2023. Kala itu, ketika cadangan beras masih ‘merah’, program bansos bagi 21,6 juta warga miskin sudah dinyatakan berasal dari CPB yang stoknya dari dalam negeri plus impor. Hingga 10 Desember 2023, pemerintah sudah menghabiskan 1,3 juta ton beras untuk bansos. Kemudian sepanjang tahun ini hingga Februari, pemerintah telah menggelontorkan lagi sekitar 193 ribu ton beras bansos.

Cek Artikel:  Pertaruhan Pemberantasan Korupsi

Artinya, meski betul bahwa beras bansos tidak menghabiskan CPB, tidak pula bisa dibantah bahwa program tersebut membahayakan stok beras. Pasalnya, ketika realisasi impor belum lengkap, ditambah penyerapan panen raya yang jauh dari target, maka program bansos semestinya dilakukan sangat cermat.

Berkali-kali kita katakan bahwa bansos itu untuk kepentingan orang yang diberi, bukan kepentingan pemberi. Karena itu, kapan dan berapa kebutuhan bansos mestinya ditentukan sesuai dengan kapan dan berapa kebutuhan yang diberi.

Kini, publik meminta pertanggungjawaban pemerintah, mengapa harga beras bertahan tinggi dengan suplai yang tersendat. Jawaban Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan yang menyatakan bahwa stok beras mencukupi dan harga akan turun, jelas jawaban bertahan akan bentuk kegagalan antisipasi dan mitigasi.

Pemerintah tidak boleh dan tidak cukup menghibur rakyat yang kian kelaparan dengan jawaban yang jauh dari kenyataan. Lakukan pembenahan segera. Buktikan saja bahwa stok cukup dan harga bisa terjangkau segera. Jangan menambah kegagalan yang sudah bertumpuk.

Mungkin Anda Menyukai