Kejagung Tegas Bantah Isu Politisasi di Balik Penetapan Tersangka Tom Lembong

Liputanindo.id – Kejaksaan Mulia (Kejagung) tegas membantah adanya politisasi di balik penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong dalam kasus korupsi impor gula.

Isu politisasi muncul lantaran Tom Lembong merupakan orang dekat bahkan pernah menjadi tim sukses Anies Baswedan pada Pilpres 2024.

“Tak Terdapat politisasi dalam perkara ini,” tegas Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa (29/10/2024) malam.

Sementara Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menambahkan, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sudah berdasarkan alat bukti.

Dia menegaskan, pihaknya Tak pernah tebang pilih dalam mengusut suatu perkara.

“Penyidik bekerja berdasarkan alat bukti, itu yang perlu digarisbawahi. Tak terkecuali siapapun pelakunya, ketika ditemukan alat bukti yang cukup, maka penyidik Niscaya akan menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Abdul.

Cek Artikel:  Polisi Selidiki Bentrok Antarjemaat Gereja di Jaktim

“Saya ulangi, Tak memilih dan memilih siapapun itu, sepanjang memenuhi alat bukti yang cukup,” tegasnya.

Dia mengatakan, penyidikan terhadap kasus dugaan penyalahgunaan wewenang impor gula sudah dilakukan sejak Oktober 2023, dengan jumlah saksi mencapai 90 orang.

Selama satu tahun belakangan, Abdul mengklaim, selama satu tahun proses penyidikan tersebut, pihaknya juga mengajak sejumlah Spesialis Kepada membantu menghitung kerugian negara.

“Penyidikannya cukup lelet, karena perkara ini bukan perkara Lumrah, bukan perkara yang sederhana,” katanya.

Diketahui, Kejagung Formal menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016.

Selain Tom Lembong, Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI (Perusahaan Perdagangan Indonesia) inisial CS, sebagai tersangka.

Cek Artikel:  Jasa Raharja dan Kapolri Dorong Keselamatan Berkendara di Indonesia melalui Kolaborasi

Akibat penyalahgunaan wewenang tersebut, Kejagung menaksir kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp400 miliar. 

Mungkin Anda Menyukai