Usut Anomali Bunyi Pilpres

KEKHAWATIRAN publik mengenai rendahnya integritas dalam pelaksanaan Pemilu 2024 sepertinya semakin terbukti. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Komisi Pemilihan Standar (KPU) yang menyebut adanya data bermasalah yang masuk ke penghitungan suara Pemilu 2024.

Berdasarkan perbaikan yang sedang dilakukan, KPU menemukan suara anomali untuk suara Pilpres 2024 yang berasal dari 154.541 tempat pemungutan suara (TPS). Padahal, total jumlah TPS yang disiapkan KPU pada perhelatan Pemilu 2024 kali ini mencapai 823.220 titik. Itu berarti, tingkat anomali yang terjadi hampir 20% TPS.

Menurut Ketua KPU Hasyim Asy’ari, keanehan tersebut diperoleh dari data yang masuk sejak 15 Februari hingga 27 Februari 2024. Anomali tersebut terjadi akibat kekeliruan sistem IT KPU saat membaca foto formulir model C-hasil suara yang diunggah Grup Penyelenggara Pemungutan Bunyi (KPPS).

Cek Artikel:  Hadirkan Keadilan untuk Pagi

Terdapatpun bentuk keanehan yang selama ini sudah diketahui publik, yaitu adanya perolehan suara salah satu paslon di satu TPS di dalam negeri yang lebih dari 300 suara. Padahal, maksimal jumlah surat suara yang tersedia di satu TPS hanya untuk 300 pemilih.

Pihak KPU mengaku sudah mengoreksi anomali penghitungan suara tersebut dan mengeklaim data yang terbaca di publik melalui laman penyelenggara pemilu ini merupakan angka sebenarnya.

Sesaat pernyataan Ketua KPU yang menyebut sudah mengoreksi anomali suara pilpres seperti menyelesaikan penyebab kekisruhan yang terjadi di publik selama beberapa pekan belakangan ini. Tetapi, kenyataannya, penyelesaian karut-marut pelaksanaan Pemilu 2024 tidak sesederhana yang dilakukan Ketua KPU dan jajarannya.

Cek Artikel:  Rusaknya Integritas Wasit Pemilu

Sejak awal penghitungan, masyarakat sudah menemukan berbagai kejanggalan dalam proses rekapitulasi suara Pilpres 2024. Mulai adanya penggelembungan suara salah satu calon di berbagai lokasi hingga adanya suara yang sudah dihitung di wilayah Indonesia bagian barat saat waktu pencoblosan belum usai.

Yang membuat masyarakat serta pendukung paslon nomor urut 01 dan 03 semakin jengkel, sepertinya tidak ada ungkapan penyesalan dari penyelenggara pemilu mengenai kegagalan sistem informasi dan teknologi (IT) yang mereka kelola. Padahal, anggaran negara yang disediakan untuk IT ini tidak sedikit.

Yang semakin mengherankan publik, kesalahan fatal yang dilakukan KPU sepertinya dianggap sambil lalu oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu justru menunjukkan sikap bersahabat ketimbang keras terhadap karut-marutnya proses penghitungan suara yang dilakukan KPU.

Cek Artikel:  Tangar atas Pembonceng Buruh

Karena itu, sangatlah wajar apabila publik mencurigai apa yang dilakukan lembaga penyelenggara pemilu kali ini sebagai bagian dari rekayasa demi mendukung salah satu paslon yang bertarung di Pilpres 2024. Apalagi, KPU dan Bawaslu sepertinya tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan paslon tersebut.

Dengan melihat kekacauan ataupun rekayasa tersebut, tidaklah aneh apabila masyarakat serta juga politisi pendukung paslon 01 dan 03 kemudian menggulirkan Hak Angket di DPR. Dengan adanya langkah yang konstitusional, publik dan wakil rakyat di parlemen bisa melihat secara transparan apa yang dilakukan KPU, Bawaslu, dan pemerintah dalam pemilu kali ini. Anomali itu tidak boleh dibiarkan melenggang.

Mungkin Anda Menyukai