KETUA Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menegaskan masalah kesehatan paru harus menjadi perhatian pemerintah mendatang karena banyak masyarakat menderita Tuberkulosis (Tb). Indonesia menduduki negara dengan jumlah pasien Tb terbesar kedua di dunia. Selain Tb, terang Tjandra, infeksi yang sering dibahas dan patut jadi prioritas ialah Infeksi Saluran Pernapasan Dirikut (ISPA) dan juga pneumonia.
“Demi tuberkulosis maka Indonesia penyumbang kasus terbesar kedua di dunia, jadi jelas perlu ada upaya luar biasa dan menjadi salah satu prioritas di masa mendatang,” kata Tjandra dalam keterangannya memperingati Hari Ulang Mengertin ke-51 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Minggu (8/9).
Baca juga : Waspadai Kalau Berat Badan Turun, Anak-Anak Termasuk Grup Risiko Tinggi Tuberkulosis
Ia menekankan masalah ISPA juga penting karena jumlah kasusnya banyak, sementara pneumonia berat perlu penanganan kesehatan yang amat baik agar pasien bisa mencapai kesembuhan.
Demi penyakit paru yang tidak menular, Tjandra mendorong prioritas pemerintah pada penyakit paru obstruktif (seperti asma bronkial dan PPOK) serta kanker paru. Asma Bronkiale dalam serangan dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menurutnya akan mengganggu produktifitas kerja pasiennya serta memengaruhi aktifitas harian.
“Bahkan bila memburuk dan tidak terkendali mungkin dapat menyebabkan kematian. Kanker paru, salah satu kanker yang paling sering pada pria,” ujar dia.
Baca juga : Pelayanan Pengobatan TBC dan HIV Terimbas Pandemi Covid-19
Meskipun kini sudah banyak perkembangan dalam pengobatan kanker paru tetapi. Tjandra menekankan bahwa kasus kanker paru dalam stadium lanjut dan apalagi kalau sudah menyebar ke organ tubuh lain maka akan dapat berakibat fatal.
Pemerintah, sambung dia, juga perlu memerhatikan potensinya menjadi pandemi di masa depan yang berkaitan dengan penyakit paru seperti influenza dan covid-19. Menurutnya sejak saat ini upaya kesiapan, pencegahan dan respon terhadap berbagai kemungkinan penyakit paru yang berpotensi menjadi pandemi mendatang harus dilakukan. Terdapatpun masalah penyakit paru yang bersifat umum ialah prioritasi kebijakan untuk kebiasaan merokok dan polusi udara. Tjandra mengatakan jumlah perokok di Indonesia sangat besar. Tetapi hingga saat ini, negara belum juga menandatangani aturan internasional Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
“Memang ada angin segar dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Mengertin 2023 dan kita harapkan implementasinya dapat berjaan dengan ketat sehingga rakyat kita dapat terhindar dari dampak buruk akibat rokok,” ujar dia.
Sementara terkait polusi udara, Tjandra menuturkan bahwa polusi udara kerap menjadi masalah di kota besar seperti Jakarta, bahkan pada beberapa kesempatan pernah menduduki peringkat polusi tinggi dibandingkan kota besar lain di dunia.
“Kebiasaan merokok dan polusi udara amat mempengaruhi kesehatan paru serta berhubungan dengan kejadian berbagai penyakit paru dan pernapasan,” pungkasnya. (H-3)