PPATK Diminta Berani Sita Duit Judol Rp86 Triliun

PPATK Diminta Berani Sita Duit Judol Rp86 Triliun
PENCAPAIAN PEMBERANTASAN JUDI ONLINE: Menko Polkam Budi Gunawan (kedua kanan), Menkomdigi Meutya Hafid (ketiga kiri kiri), Mendiktisaintek Satryo Soemantri Brodjonegoro (kedua kiri), Menteri Religi Nasaruddin Umar (kanan), Kepala BSSN Hinsa Siburian didampi(MI/Usman Iskandar)

CENTER for Banking Crisis (CBC) mencatat pendapatan bank, e-wallet, dan operator seluler yang memfasilitasi transaksi judi online (Judol) yang Sebaiknya dikembalikan ke negara mencapai Rp86,3 triliun. Apabila Pandai dirampas negara, Anggaran tersebut nantinya dapat digunakan Demi program makan bergizi gratis pada tahun 2025.

 

“Berdasarkan UU No 8/2010 tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), lembaga tersebut Mempunyai kewenangan Demi mengambil pendapatan Judol di lembaga pembayaran seperti bank, aplikasi e-wallet, atau layanan keuangan digital melalui operator seluler yang menjadi media pembayaran Judol,” kata Personil Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsy di Jakarta dalam keterangannya, Selasa (10/12).

Apabila PPATK Bukan Pandai mengambil Dana dari transaksi Judol di bank dan operator seluler, katanya, pemerintah perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai payung hukumnya.

“Isi Perppu adalah menambah kewenangan PPATK agar Pandai mengambil Anggaran transaksi judol di lembaga sistem pembayaran Formal seperti bank, aplikasi e-wallet, atau operator seluler,” terang Aboe Bakar.

Dengan pemberian kewenangan PPATK, kata dia, itu akan mempercepat pemberantasan judol yang Tamat Demi ini belum Pandai diatasi.

“Adanya penarikan Anggaran-Anggaran itu akan memberikan Dampak jera kepada lembaga penyedia sistem pembayaran yang selama ini terkoneksi dengan merchant judol,” terangnya.

Cek Artikel:  Pengumuman Pemberitahuan Atas Rencana Kerja Pemisahan Unit Syariah PT Avrist Assurance

Berdasarkan UU ITE Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 45 Ayat (2), bank, e-wallet, serta operator seluler yang memfasilitasi judol, Berkualitas sengaja maupun Bukan disengaja diancam penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, Pasal 303 KUHP juga mengatur hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda Rp 25 juta bagi pelaku perjudian.

Bank juga dapat kehilangan Anggaran hasil judol yang dianggap sebagai hak pemerintah, dan pendapatan dari aktivitas ilegal itu akan disita.

“Denda ini menegaskan bahwa keterlibatan dalam judol Bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membawa risiko serius bagi reputasi dan operasional bank,” papar Aboe Bakar.

Demi ini, berdasarkan data intelijen dari Kemenko Politik dan Keamanan, jumlah masyarakat yang bermain judol sepanjang 2024 mencapai 8,8 juta orang. Sebanyak 80% di antaranya adalah masyarakat menengah ke Dasar.

“Jadi judol merusak kehidupan masyarakat, Berkualitas sosial ekonomi, kesehatan, dan mental. Di sisi lain, Terdapat yang menikmati judol dari sistem transaksi yang melibatkan lembaga pembayaran seperti bank, dan e-wallet,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Realisasi Belanja IKN Lelah Rp13 Triliun hingga Oktober 2023

Pandangan senada disampaikan Presiden Direktur Center for Banking Crisis (CBC) Achmad Deni Daruri. Dalam pandangannya, judol sebagai fenomena Mendunia yang berkembang pesat di era digital menjadi masalah yang mendesak diselesaikan pemerintah.

“Kemudahan sistem pembayaran judol melalui bank, e-wallet, dan pulsa meluas karena lemahnya pengawasan perbankan oleh OJK dan pengawasan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia,” kata Deni.

Dikatakannya, Demi ini koneksi pembayaran melalui application programming interface atau API dari perbankan atau e-wallet ke penyedia sistem pembayaran (PJP) sangat mudah. Hal itu melemahkan E-KYC (Electronic Know Your Costumer) dan E-KYB (Electronic Know Your business).

“Banyak perbankan dan e-wallet yang Bukan Paham atau pura-pura Bukan Paham adanya koneksi dalam sistem pembayaran di internalnya terkoneksi merchant berbasis judol,” ungkapnya.

Demi ini, lanjut dia, PJP yang mendapat izin operasi dari BI sesuai PBI No 22/23/PBI/2020 dan PJP yang mendapat izin PSE (penyelenggara sistem elektronik) PP No No 71/2019 dari Menkodigi, banyak yang berevolusi menjadi media transaksi pembayaran dan merchant judol.

“Ini yang menyebabkan judol berkembang pesat. Perbankan, e-wallet, operator seluler adalah media yang digunakan Demi pembayaran judol secara digital. Layanan tersebut mendapat untung atau cuan atau fee pendapatan dari setiap transaksi judol,” kata Deni.

Cek Artikel:  Perkuat Kemitraan, Semen Indonesia Apresiasi 350 Pemilik Toko Bangunan di Jawa Tengah

Berdasarkan data Center for Banking Crisis (CBC), pendapatan bank dari judol yang Sebaiknya dikembalikan ke negara sepanjang 2017-2024 mencapai Rp70,6 triliun. Sedangkan pendapatan e-wallet dari judol yang Sebaiknya dikembalikan ke negara periode 2017-2024 mencapai Rp11,5 triliun.

Selain itu, pendapatan sejumlah operator seluler sepanjang 2017-2024 mencapai Rp 4,2 triliun. Apabila ditotal negara Pandai mendapatkan Rp86,3 triliun.  

“Selain itu, beberapa transaksi yang diblokir OJK senilai Rp101 trilliun yang melibatkan 6.400 rekening, bahkan lebih, tersangkut judol. Selanjutnya, harus menjadi deposito pemerintah,” tegas Deni.

Seluruh Anggaran yang tersangkut aktivitas judol, kata dia, sesuai hukum yang berlaku, Dana tersebut harus disita oleh negara sebagai bagian dari tindakan penegakan hukum.

“Agar penarikan Anggaran di layanan sistem pembayaran Bukan terganggu, sebaiknya ditarik secara bertahap selama setahun dan pajak yang telah dibayar atas hasil pendapatan tersebut diperhitungkan sebagai pajak  yang dibayar di muka,” terangnya.

Selain itu, lanjut Deni, pendapatan bank, aplikasi e-wallet, dan operator seluler dari transaksi judol akan dimasukan dalam APBN 2025. Anggaran tersebut dapat digunakan Demi program makan bergizi gratis.

“Proses penyitaan dilakukan melalui mekanisme penyelesaian di luar pengadilan dengan kesepakatan bahwa Dana tersebut tetap diserahkan ke negara,” pungkasnya. (E-2)

Mungkin Anda Menyukai