CENTER of Economic and Law Studies (Celios) menilai pembukaan lahan Food Estate seluas 2 juta hektare di Merauke berpotensi memperparah krisis iklim. Proyek itu disebut menciptakan penambahan emisi karbon sebesar 782,45 juta ton CO2 atau setara kerugian karbon Rp47,73 triliun. Satu megaproyek food estate di Merauke dapat memperparah kontribusi emisi karbon Mendunia Indonesia dari 2-3% menjadi 3,96-4,96%, atau melonjak hingga 2 kali lipat.
Dengan Opini bahwa kontribusi emisi Indonesia meningkat Sekeliling 2-3% hingga 2050 akibat proyek Food Estate di Merauke, Indonesia kemungkinan akan meleset Sekeliling 5 hingga 10 tahun dari Sasaran Net Zero Emission pada tahun 2050.
“Lonjakan emisi karbon ini sangat berlawanan dengan upaya Mendunia mengurangi emisi karbon termasuk Sasaran Net Zero Emission Indonesia 2050,” ujar Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar melalui keterangannya, Senin (9/12).
Menurut studi Celios, proyek food estate di Merauke Bukan hanya mendorong kenaikan ekstrem emisi karbon Indonesia, tetapi juga berpotensi meningkatkan kontribusi Mendunia emisi karbon Indonesia dari 2-3% menjadi 3,96-4,96% atau meningkat 2 kali lipat.
Akibat itu menciptakan tantangan besar bagi upaya Mendunia Kepada menekan laju perubahan iklim. Kebijakan pelepasan karbon skala besar ini juga berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap komitmen Indonesia dalam kerangka Perjanjian Paris, yakni mencapai batas kenaikan suhu 1.5 derajat Celcius.
“Ini adalah lonceng peringatan bahwa kebijakan pembangunan besar-besaran tanpa mempertimbangkan Akibat lingkungan dapat menjadi bumerang, Bukan hanya berdampak negatif terhadap masyarakat Asli Papua tetapi juga mempercepat krisis iklim Mendunia,” kata Media.
Proyek tersebut juga dinilai bertentangan dengan upaya Mendunia dalam mengurangi emisi karbon. Dunia Begitu ini tengah berupaya menekan emisi Kepada menjaga kenaikan suhu bumi di Rendah 1,5°C. Tetapi, megaproyek di Merauke Malah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan emisi Mendunia. (H-3)