Senjata Makan Tuan RUU Perampasan Aset

SENAYAN sepertinya membangun benteng kukuh yang sulit ditembus Buat membahas RUU Pemberantasan Aset Tindak Pidana. RUU yang disiapkan sejak 2012 itu selalu mental Buat masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

RUU itu mental karena Bisa menjadi bumerang, senjata makan tuan. Hal itu sekaligus memperlihatkan betapa lemahnya komitmen pembuat undang-undang Buat memperkuat regulasi pemberantasan korupsi. Komitmen hanya kuat di bibir.

Naskah Akademik RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sudah rampung disusun Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Orang, pada Oktober 2012. Draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana diajukan pemerintah ke DPR pada 2 Februari 2015.

RUU Perampasan Aset bercokol di urutan 44 dari 189 judul RUU di dalam Prolegnas 2015-2019. Akan tetapi, RUU itu tak sekalipun muncul ke daftar prioritas tahunan. Artinya, dalam lima tahun masa jabatan DPR, RUU itu belum pernah menjadi prioritas Buat segera dibahas.

Pada Prolegnas 2020-2024, RUU Perampasan Aset berada di urutan 138 dari 247 judul RUU. Diusulkan pemerintah pada 17 Desember 2019, tetapi RUU itu sudah tiga kali mental masuk Prolegnas Prioritas 2021.

Cek Artikel:  Menyudahi Kebohongan

Teranyar RUU Perampasan Aset gagal masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022. Rapat Paripurna DPR pada 7 Desember 2021 telah menetapkan 40 RUU Prolegnas Prioritas 2022. Rinciannya ialah 26 RUU diusulkan DPR, 12 RUU diusulkan pemerintah, dan 2 RUU diusulkan DPD.

Meski berkali-kali mental, pemerintah tetap ngotot memasukkan RUU Perampasan Aset. Presiden Joko Widodo dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Kamis (9/12), menegaskan bahwa pemerintah Lanjut mendorong segera ditetapkannya Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana.

Deskripsi konsep pemerintah tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana Bisa ditemukan di webside dpr.go.id. Latar belakang penyusunannya ialah kebutuhan adanya sistem yang memungkinkan dilakukannya penyitaan dan perampasan hasil dan instrumen tindak pidana secara efektif dan efi sien, yang memperhatikan nilai-nilai keadilan dengan Kagak melanggar hakhak perorangan.

Di dalam RUU itu dapat ditemukan apa yang dimaksud dengan perampasan aset tindak pidana. Perampasan aset didefi nisikan sebagai ‘upaya paksa yang dilakukan oleh negara Buat merampas aset tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan tanpa didasarkan pada penghukuman terhadap pelakunya’.

Cek Artikel:  Pecunia Non Olet

Sementara itu, aset tindak pidana sendiri diartikan ‘setiap aset yang diperoleh atau diduga dari tindak pidana, atau kekayaan Kagak wajar yang dipersamakan dengan aset tindak pidana’.

Naskah Akademik RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menyebutkan aset tindak pidana yang dapat dirampas. Pertama, aset yang diperoleh secara langsung atau Kagak langsung dari tindak pidana, termasuk yang telah dihibahkan atau dikonversikan menjadi harta kekayaan pribadi, orang lain, atau korporasi Berkualitas berupa modal, pendapatan, dan keuntungan ekonomi lainnya yang diperoleh dari kekayaan tersebut.

Kedua, aset yang diduga kuat digunakan atau telah digunakan Buat melakukan tindak pidana. Ketiga, aset lainnya yang Absah sebagai pengganti aset tindak pidana. Keempat, aset yang merupakan barang Intervensi yang diduga berasal dari tindak pidana.

Dalam ketentuan Perampasan Aset Tindak Pidana ini juga diatur mengenai aset yang dimiliki oleh setiap orang yang Kagak seimbang dengan penghasilannya atau yang Kagak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan Kagak dapat membuktikan asal-usul perolehannya secara Absah maka aset tersebut dapat dirampas.

Cek Artikel:  Dikit-Dikit Bansos

Tindakan perampasan aset, menurut Naskah Akademik itu, dilakukan terhadap, pertama, tersangka atau terdakwanya meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau Kagak diketahui keberadaannya.

Kedua, terdakwanya diputus lepas dari segala tuntutan. Ketiga, aset yang perkara pidananya Kagak dapat disidangkan. Keempat, aset yang perkara pidananya telah diputus bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan di kemudian hari Rupanya diketahui terdapat aset dari tindak pidana yang belum dinyatakan dirampas.

Kalau membaca secara cermat Naskah Akademik dan draf RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Kagak Terdapat Argumen bagi DPR Buat menolaknya. Apalagi, menemukan dan menempatkan koruptor dalam penjara Rupanya Kagak menimbulkan Pengaruh Cegah bila Kagak disertai dengan upaya Buat menyita dan merampas hasil dan instrumen tindak pidana. Kalau RUU itu Lanjut-menerus ditolak, sulit Buat menampik adanya anggapan bahwa ia ditolak karena khawatir senjata makan tuan.

Mungkin Anda Menyukai