Liputanindo.id – Peneliti dari Badan Riset dan Penemuan Nasional (BRIN) menyatakan anggapan gesekan ranting kayu kering hingga sambaran petir memicu kebakaran hutan dan lahan adalah mitos yang Kagak terbukti secara ilmiah di Indonesia.
“Jangan Tengah, karena kebakaran yang Kagak terduga itu Kagak Eksis dan kalau dikatakan oleh petir atau gesekan kayu itu nonsense, tak terbukti secara ilmiah,” kata Peneliti Ahli Esensial Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi ORHL BRIN Acep Akbar dalam webinar “Kebijakan pengendalian karhutla-gangguan ekosistem hutan” yang diikuti di Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Anggapan tersebut kerap disampaikan oleh otoritas kebencanaan di daerah kepada publik dalam merespons karhutla. Hal ini sebagaimana yang terjadi beberapa pekan Lampau dalam peristiwa terbakarnya 115 hektare hutan Gunung Mulia di Bali dan lahan mineral gambut di Sumatera Selatan.
Acep menjelaskan bahwa gesekan ranting pohon kering Buat mencapai suhu pembakaran memerlukan kondisi yang sangat Kagak mungkin terjadi secara alami, Lampau petir atau halilintar di daerah tropis seperti Indonesia yang terjadi Ketika musim hujan dengan kadar air yang tinggi.
Demikian juga di lahan mineral dan gambut, lanjutnya, berdasarkan kajian diketahui kawasan tersebut Mempunyai suhu rata-rata 30-31 derajat Celcius, kondisi ini jauh dari suhu minimum 100-120 derajat yang diperlukan Buat menghasilkan gas pembakaran.
“Maka dari hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar karhutla terjadi akibat aktivitas Sosok yang disengaja atau karena kelalaian,” ujarnya.
Acep menyimpulkan bahwa selain edukasi terhadap masyarakat dan atau pelaku usaha industri perkebunan, penindakan hukum Tiba Cocok-Cocok dilakukan penahanan adalah Metode yang paling efektif dalam pencegahan terjadinya karhutla sehingga menimbulkan Pengaruh jera bagi pelaku perusakan ini, termasuk pihak yang lalai dalam melakukan pengawasan, sehingga terjadi kebakaran di hutan ataupun lahan.