Timnas dan Perayaan Kehidupan

SEORANG presenter televisi Membangun geger jagat maya. Musababnya, ia menentang arus. Begitu jutaan rakyat Indonesia berdoa dan berdegup jantungnya demi mendukung timnas sepak bola Indonesia di Piala AFF, ia malah nyinyir. Padahal, ia Penduduk negara Indonesia.

Ketika timnas lolos ke final setelah menang atas Singapura, sang presenter itu malah tak suka. Ia menyebut perayaan kemenangan itu lebay. Sudah seperti menang Piala Dunia. Padahal, baru menang semifinal, levelnya Asia Tenggara pula. Melawan sembilan pemain pula.

Ia terang-terangan berdoa semoga timnas kalah di final. Ia secara terbuka mendukung Singapura, Thailand, Malaysia, pokoknya selain Indonesia. Tanah Airnya sendiri. Sontak saja, pernyataan kontroversial di akun media sosialnya itu memantik reaksi keras.

Media-media daring beramai-ramai mengulas pernyataan ‘aneh’ itu. Presenter sepak bola Darius Sinathrya juga panjang lebar memberikan ‘tamparan keras’ kepadanya. Termasuk tamparan soal pernyataan sang presenter yang meminta agar sikapnya itu Kagak dikait-kaitkan dengan nasionalisme karena sikap nyelenehnya itu Kagak Eksis hubungannya dengan nasionalisme.

Cek Artikel:  Istana Kesepian

Saya tertarik mengulik pernyataan ‘jangan kaitkan sepak bola dan nasionalisme’. Benarkah sepak bola Kagak Eksis hubungannya sama sekali dengan nasionalisme? Saya menolaknya. Malah, menurut saya, sepak bola dan nasionalisme sudah seperti dua sisi mata Duit. Keduanya selalu beriringan.

Setidaknya nasionalisme secara simbolis. Walaupun skalanya Asia Tenggara, bukan dunia, bagi sebagian besar orang Indonesia sepak bola sudah telanjur melekat dalam kehidupan. Bagi banyak orang di Republik ini, sepak bola telah menyatu dengan spirit keindonesiaan.

Jan Michael Kotowski, pengajar departemen ilmu politik di Universitas New Hampshire pernah menulis artikel bertajuk Reflection on Football, Nationalism, and National Identity. Di artikel itu ia mencatat Eksis tiga aspek keterkaitan sepak bola dan nasionalisme. Pertama, sepak bola sebagai Ungkapan atau Cerminan dari identitas nasional. Kedua, sebagai bagian dari praktik nasionalisme dan politik. Ketiga, sepak bola sebagai Pemandu gagasan kebangsaan.

Kaitan antara sepak bola dan nasionalisme itu menemukan bentuknya paling Jernih di Brasil. Di ‘Negeri Samba’ tersebut, sepak bola dan nasionalisme Eksis di titik paling ekstrem. Sepak bola telah menjadi identitas, praktik, sekaligus sebagai gagasan nasionalisme Brasil. Hal itu secara apik digambarkan mantan Presiden Dilma Rousseff.

Cek Artikel:  Negeri para Wakif

Kata Rousseff, “Kami adalah Tanah Sepak Bola karena sejarah gemilang kami di lima kejuaraan dunia dan Buat semangat yang dipersembahkan setiap orang Brasil Buat tim mereka, Buat pahlawan mereka, dan Buat Selecao, tim nasional kami. Kecintaan rakyat kami terhadap sepak bola telah menjadi bagian dari identitas nasional kami. Bagi kami, sepak bola adalah perayaan kehidupan.”

Memang, membandingkan sepak bola Brasil dengan Indonesia ibarat bumi dengan langit. Sangat jauh. Brasil merupakan negara tersukses dalam sejarah Piala Dunia dengan lima kali tampil sebagai Pemenang. Adapun Indonesia, di level Piala AFF pun sejauh ini Tetap seperti mimpi tanpa ujung. Kecuali, malam nanti dan pada leg kedua 1 Januari 2022, timnas sukses menekuk Thailand.

Tetapi, fakta yang Kagak Dapat dibantah, walaupun timnas belum banyak memberikan kebanggaan kepada bangsa ini seperti Brasil, kecintaan masyarakat terhadap sepak bola Indonesia Kagak pernah luntur. Kagak lekang bahkan ketika induk organisasi sepak bola kita, PSSI, karut-marut. Jutaan orang di negeri ini, dengan berbagai dinamika politik yang terjadi, tetap menganggap sepak bola ialah kita dan kita ialah sepak bola.

Cek Artikel:  Kisah Rice Cooker

Kita akan melihatnya Tengah malam nanti, juga malam Minggu pekan ini, Begitu timnas Indonesia berlaga di final Piala AFF melawan Thailand. Di ‘piala dunia mini’ itu kita akan menyaksikan Tengah doa bergemuruh Buat Asnawi Mangkualam Bahar atau Evan Dimas dan Rekan-Rekan. Sejenak jalan raya lengang, Lewat ramai oleh gemuruh kemenangan.

Setiap kemenangan timnas Indonesia, meminjam kalimat Dilma Rousseff, sudah menjadi perayaan kehidupan. Sepak bola membawa kita pada relaksasi kehidupan, bahkan suntikan Daya, membawa semangat. Apalagi, dalam Dekat dua tahun terakhir, kita seperti hidup dalam roller coaster, diombang-ambing covid-19. Semoga timnas menang agar kita lengkap merayakan kehidupan.

Mungkin Anda Menyukai