Kanker Endometrium Dapat Terjadi karena Gaya Hidup

Kanker Endometrium Bisa Terjadi karena Gaya Hidup
Ilustrasi(Freepik)

DOKTER Spesialis Obstetri dan Ginekologi Kartiwa Hadi Nuryanto mengatakan kanker endometrium atau kanker dinding rahim Dapat terjadi karena pengaruh gaya hidup yang cenderung Enggak sehat. Dia kemudian menjelaskan Langkah mengobatinya dengan Benar sesuai anjuran dokter.

“Secara keilmuan, kanker endometrium (Dapat terjadi karena) lebih ke lifestyle (gaya hidup),” kata Kartiwa, dikutip Rabu (6/11).

Dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menambahkan, “Lifestyle sekarang Membikin seorang Perempuan lebih tinggi terhadap paparan estrogennya (dan Dapat menjadi salah satu penyebab kanker endometrium).”

Hormon estrogen dalam tubuh Bermanfaat Demi membantu perkembangan seksual, sekaligus mengatur siklus menstruasi dan memengaruhi seluruh sistem reproduksi Perempuan Serempak hormon progesteron. Apabila hormon estrogen berlebihan, hal tersebut dapat membahayakan kesehatan.

Tingkat hormon estrogen yang tinggi dapat meningkatkan Elemen risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Bahkan, American Cancer Society (ACS) menyebut Penguasaan hormon estrogen juga dapat meningkatkan risiko kanker endometrium.

Cek Artikel:  Empat Perempuan Muda NTT jadi Pelopor Aksi Krisis Iklim

Sementara itu, kanker endometrium terbagi atas 2 (dua) tipe, Ialah tipe 1 yang bergantung pada hormon estrogen dan tipe 2 yang Enggak bergantung pada hormon estrogen.

“Demi tipe 1, Seluruh paparan yang akan meningkatkan produksi hormon estrogen berlebihan akan meningkatkan Elemen risiko Demi terjadinya perubahan sifat sel endometrium menjadi sel kanker,” kata dokter yang berpraktik di RSU Bunda Jakarta itu.

“Sedangkan Demi tipe 2, mutasi terhadap sel endometrium yang terjadi spontan akan mengubah sel endometrium menjadi sel kanker,” sambungnya.

Eksis sejumlah Elemen risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker endometrium. Mulai dari obesitas (kegemukan), Enggak mempunyai anak, kurang olahraga, hingga adanya riwayat kanker endometrium dan ovarium di dalam keluarga.

Cek Artikel:  Ini Tips Agar Keuangan Usaha Tak Merugi bagi Pebisnis Pemula

“Intinya adalah yang menyebabkan paparan pada hormon estrogen berlebihan,” kata dokter yang juga tergabung dalam Perhimpunan

Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tersebut.

Lebih lanjut, gejala kanker endometrium umumnya berupa perdarahan pada vagina yang abnormal. 

Apabila vagina mengalami perdarahan Enggak Normal (di luar masa menstruasi), sebaiknya waspadai bahwa hal tersebut dapat menjadi salah

satu tanda dari kanker endometrium.

“Karena seorang Perempuan kadang Enggak mengindahkan keluhan perdarahan pervaginam yang abnormal dan enggan Demi memeriksakan diri, maka kadang kanker endometrium ditemukan pada stadium lebih lanjut,” kata Kartiwa.

Meski demikian, kanker endometrium dapat dideteksi secara Pagi dengan melakukan pemeriksaan ketebalan lapisan endometrium pada kasus perdarahan yang abnormal.

Apabila diperlukan, dokter akan melakukan pengambilan jaringan endometrium pada pasien Demi diperiksa secara patologi anatomi.

Apabila pasien terdiagnosis menderita kanker endometrium, dokter akan melakukan tatalaksana Demi pengobatan pasien. Tatalaksana kanker endometrium dapat berupa tindakan pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.

Cek Artikel:  Jaga Kesehatan Kucing Kesayangan dengan Makanan Cermat

Nantinya, dokter akan melakukan tindakan pengobatan sesuai kebutuhan.

“Pada kasus ketika seorang Perempuan belum mempunyai anak atau Tetap Mau mempertahankan rahimnya, tatalaksana hormonal Tetap Dapat dipertimbangkan selama Tetap dalam stadium awal,” kata Kartiwa.

Ketika pasien sudah dinyatakan sembuh dari kanker endometrium, dokter menyarankan agar pasien tetap melakukan pola hidup sehat guna menghindari kekambuhan kanker di masa depan.

Kekambuhan kanker endometrium bergantung pada tipe sel, stadium, tatalaksana yang diberikan, dan bagaimana gaya hidup sesudah tatalaksana atau tindakan pengobatan dari dokter.

“Tipe 1 memberikan prognosis yang lebih Berkualitas dibandingkan tipe 2, (dan) stadium awal juga akan memberikan prognosis yang lebih Berkualitas

dibandingkan stadium lanjut,” kata Kartiwa.

“Tatalaksana yang Benar dan Enggak terputus juga akan memberikan prognosis yang lebih Berkualitas,” pungkasnya. (Ant/Z-1)

Mungkin Anda Menyukai