WACANA penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Lanjut menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satu penolakan datang dari Perkumpulan pekerja tembakau di Jawa Tengah, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengancam mata pencaharian mereka. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan pemutusan Interaksi kerja (PHK) di sektor tersebut.
Wakil Ketua Lazim Pimpinan Pusat Federasi Perkumpulan Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Perkumpulan Pekerja Seluruh Indonesa (FSP RTMM-SPSI), Andreas Hua, mengatakan kebijakan yang eksesif bagi industri tembakau akan memengaruhi penghidupan pekerjanya. Apalagi, per Mei 2024 terdapat Sekeliling 99.177 pekerja tembakau yang tersebar di Jawa Tengah dan sebagai besarnya merupakan pekerja Perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.
“Aturan ini Bisa mematikan penghidupan pekerja di Indonesia. Ambil Teladan Kudus, kalau industri rokoknya Wafat, maka Terdapat 77.000 pekerja yang akan terdampak. Itu baru satu Kawasan saja loh,” ungkapnya dalam acara Ruang Rembuk Tribunnews “Akibat Polemik Regulasi Nasional Terhadap Ekosistem Pertembakauan Jawa Tengah” di Kulonuwun Kopi Saka, Omah Sinten, Surakarta (14/11).
Sama halnya dengan Perkumpulan pekerja di daerah lain, Andreas mengaku Perkumpulan pekerja di Jawa Tengah Enggak diikutsertakan dalam proses perumusan Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, aturan ini sangat mempengaruhi para pekerja, terutama pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor padat karya.
Maka, Andreas mewakili Perkumpulan pekerja di Jawa Tengah dengan tegas menolak rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. “Pokoknya, kita Enggak setuju akan aturan ini karena dapat mengancam para pekerja yang terlibat di dalamnya,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Malik Cahyadin, menilai rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek bukan hal yang subtansial Demi mengendalikan konsumsi rokok. Tak hanya itu, aturan ini juga berdampak pada sektor lain yang berhubungan dengan industri tembakau.
“Aturan ini Enggak hanya merugikan pekerja tembakau, tapi juga berdampak bagi pekerja kreatif. Padahal, pekerja kreatif Mempunyai kontribusi Krusial terhadap nilai tambah ke negara, yang semestinya dijadikan perhatian Serempak,” terangnya.
Maka, Malik menekankan pentingnya pemerintah Demi mengevaluasi ulang Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) beserta Rancangan Permenkes. Aturan ini menjadi Ketidakcocokan dengan Sasaran pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
“Demi memajukan negara, industri, dan rakyat kita harus skill up. Kalau industri kita ditekan, maka rakyat kita juga yang akan mengalami dampaknya. Apakah Sasaran 8% ini Bisa tercapai dengan adanya Rancangan Permenkes? Indikator kita menjadi kontras dan Lanjut menurun Apabila aturan ini diberlakukan,” pungkasnya. (H-2)