Menelaah Tatib DPR di Balik Pengusiran

SAYA mencoba memaklumi pengusiran Dirut Krakatau Steel Silmy Karim dari ruang rapat Komisi VII DPR pada 14 Februari 2022. Anggap saja Demi itu Member DPR sedang berjuang memenuhi lafal sumpahnya, memperjuangkan aspirasi rakyat.

Mudah-mudahan kepentingan rakyat yang Akurat-Akurat diperjuangkan di ruang rapat bukan kepentingan pribadi yang dibungkus sebagai kepentingan rakyat. Kata John Petrov Plamenatz, elite sekali terpilih mewakili rakyat melalui pemilu dapat dengan mudah mengatasnamakan kepentingan pribadi sebagai kehendak rakyat. Itulah yang disebut Plamenatz sebagai demokrasi impossible.

Ragam tafsir atas pengusiran Silmy. Terdapat yang menuding DPR seolah-olah bertindak sebagai bos besar. Tudingan itu mestinya Kagak beralasan karena mereka yang diundang menghadiri rapat di DPR ialah Kenalan kerja. Kenalan ialah Kawan atau Kawan kerja. DPR Kagak Pandai menempatkan diri sebagai atasan yang seenak udel mengusir Kenalan kerja dari ruang rapat.

DPR sebagai institusi menempatkan Kenalan kerja sejajar. Karena itu, menurut kode etik DPR, Member harus bersikap profesional dalam melakukan Rekanan dengan Kenalan kerja. Member dilarang melakukan Rekanan dengan Kenalan kerjanya Buat maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sepintas, dilihat dari perspekstif kode etik DPR, pengusiran Kenalan kerja dari ruang rapat memperlihatkan sikap yang kurang profesional. Akan tetapi, Wakil Ketua DPR Lodewijk Paulus mengingatkan bahwa dalam setiap rapat di parlemen Terdapat tata tertib yang harus ditaati Sekalian pihak. Silmy yang memotong pembicaraan ketua sidang dianggap biang keroknya.

Cek Artikel:  Cemburu pada Singapura

Menelaah video rapat dengar pendapat di Komisi VII, setelah ketua sidang memperingatkan Silmy, suasana rapat seperti di pasar. Bunyi Member saling bersahutan tanpa meminta izin kepada ketua sidang Buat bicara. Tetapi, ketua sidang Kagak memberikan peringatan kepada Member yang nyerocos.

Pasal 294 (1) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 menyebutkan Member rapat berbicara setelah dipersilakan ketua rapat. Pengusiran dari rapat baru dilakukan bila peserta menggunakan kata yang Kagak layak, melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat, dan menganjurkan Buat melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum (Pasal 298).

Terdapat mekanisme yang ditempuh Tiba pada pengusiran. Dimulai dari peringatan pemimpin rapat agar Member menarik kembali kata yang Kagak layak dan/atau menghentikan perbuatannya. Kalau peringatan Kagak diindahkan (Pasal 299), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah ketua rapat.

Silmy diusir hanya karena memotong pembicaraan Wakil Ketua Komisi VI Bambang Haryadi selaku pemimpin rapat, bukan karena menggunakan kata yang Kagak layak. Bambang panjang lebar menyoroti kebijakan Krakatau Steel soal blast furnace. Kemudian ia melontarkan pernyataan ‘maling teriak maling’. Silmy langsung menyela, “Maksudnya maling bagaimana, Pak?”

Cek Artikel:  True Olympian

Bambang pun tak terima pernyataannya dipotong Dirut Krakatau Steel. “Anda tolong ini dulu, hormati persidangan ini. Terdapat teknis persidangan. Kok, kayanya Anda enggak pernah menghargai Komisi. Kalau sekiranya Anda enggak Pandai ngomong di sini, Anda keluar!” kata Bambang. Silmy menjawab, “Berkualitas, kalau memang harus keluar, kita keluar.”

Selaku pemimpin rapat, Bambang terikat dengan ketentuan Pasal 292 Tata Tertib. Pasal 292 ayat (2) menyatakan ketua rapat hanya berbicara selaku pimpinan rapat Buat menjelaskan masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan persoalan yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan Member rapat sesuai kesepakatan Member yang menghadiri rapat.

Ketentuan Pasal 292 ayat (3) juga kurang diperhatikan. Ayat itu menyebutkan dalam hal ketua rapat hendak berbicara selaku Member rapat, Buat sementara pimpinan rapat diserahkan kepada pimpinan yang lain. Ayat (4), pimpinan yang hendak berbicara selaku Member rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berpindah dari kursi pimpinan ke kursi Member rapat.

Kesan yang ditangkap Pandai saja salah bahwa pada Demi berbicara, ‘maling teriak maling’, Bambang sudah menggunakan haknya sebagai Member karena itu mestinya dia berpindah tempat duduk dan menyerahkan palu sidang kepada pimpinan lainnya.

Cek Artikel:  Ganja Kepada Medis atas Nama Asmara

Sejatinya, reaksi Silmy memotong pembicaraan ketua rapat wajar-wajar saja karena Terdapat istilah ‘maling teriak maling’. Maksud peribahasa itu ialah seseorang yang melakukan perbuatan jahat yang Lagi disembunyikan dan menuduh orang lain yang melakukan perbuatan tersebut. Silmy Pandai saja ditafsir sebagai maling sehingga dia minta Penjelasan.

Sekalipun Silmy Kagak menerima istilah ‘maling teriak maling’, ia Kagak Pandai menggugat Bambang Asal Mula menurut Pasal 204 Tatib DPR, Member DPR mempunyai hak imunitas. Disebutkan, Member Kagak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya, Berkualitas secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi, wewenang, dan tugas DPR.

Pada titik itulah sesungguhnya terjadi ketidaksetaraan dalam istilah Kenalan kerja. Suka-suka Member DPR memakai istilah, toh, mereka Kagak Pandai dituntut ke pengadilan. Sekalipun Terdapat tameng imunitas, jangan pernah lelah mengawasi tingkah laku Member DPR sehingga mereka Kagak mengatasnamakan kepentingan pribadi sebagai kehendak rakyat.

Mungkin Anda Menyukai