Urgensi Peran Orangtua dalam Dunia Literasi

Urgensi Peran Orangtua dalam Dunia Literasi
(Dokpri)

PADA 8 Oktober 2024, koran Kompas menerbitkan Informasi Kecakapan Literasi Tentukan Kualitas Indonesia Emas 2045. Menariknya, ditulis Indonesia mengalami darurat literasi. Berdasarkan data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau UNESCO, hanya 1 dari 1.000 orang Indonesia yang Giat membaca Kitab. Lebih lanjut, di edisi 15 Oktober 2024, Kompas menerbitkan Informasi Banyak Mahasiswa di NTT Belum Lancar Membaca. 

Ini realitas. Pertanyaannya, latar belakang permasalahannya di mana? Padahal lembaga-lembaga pendidikan dasar, menengah, bahkan perguruan tinggi kelihatan Enggak pernah alpa dalam gerakan literasi. Komunitas-komunitas literasi dan Taman Baca Masyarakat (TBM) pun Enggak ketinggalan dalam mendorong literasi Buat Segala generasi. Bahan-bahan bacaan beraneka ragam model dan bentuk terpampang rapi di rak-rak. 

Kondisi darurat literasi berdampak pada tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang. Satu Misalnya ditunjukkan dalam akun TikTok Punya @dini_wakkjess yang viral dan kemudian diangkat dalam program Tegur Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa 8 Oktober 2024. Akun tersebut menampilkan @dini_wakkjess mengajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana, seperti singkatan DPR, MPR, juga nama ibu kota salah satu provinsi kepada beberapa peserta didik yang dijumpainya. Hasilnya, jawaban para peserta didik itu sangat mengejutkan, tentu Enggak sesuai dengan fakta dan Asa. 

Pengalaman saya sendiri ketika berkunjung ke beberapa sekolah menengah di daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sembari ngobrol tentang daerah-daerah yang Mempunyai gunung berapi, saya iseng-iseng bertanya, berapa jumlah kabupaten di Provinsi NTT? Mereka antusias menjawab tanpa berpikir terlebih dahulu dan hasil jawaban Eksis yang mengatakan 25 provinsi, Eksis yang mengatakan 24, Eksis yang jawab 27. Tentu, kita Segala Mempunyai pengalaman mirip yang menunjukkan Tetap rendahnya literasi membaca peserta didik di Daerah kita masing-masing. 

Cek Artikel:  Kecelakaan Super Tucano dan Masalah Perawatan

Pemberitaan Kompas sungguh suatu yang paradoks, karena realitas selalu menunjukkan bahwa gerakan literasi menguasai aktivitas akademik di lembaga-lembaga pendidikan, komunitas-komunitas literatif, TBM-TBM, bahkan merupakan program Primer pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

Lebih dari itu, negara menyalurkan begitu banyak anggaran Buat pendidikan. Tetapi, mengapa mutu pendidikan dan kemajuan peserta didik rata-rata menurun? Enggak salah Apabila masyarakat melancarkan kritik-kritik tajam terhadap pendidikan di Indonesia.  

Mata rantai yang terputus

Enggak sedikit masyarakat Indonesia menyerukan melalui media massa maupun media sosial agar dihidupkan kembali iklim disiplin klasik yang Berkualitas ke dalam sekolah-sekolah. Kita harus mulai kembali dari dasar. Sebagian Ingin meninjau kembali sistem yang sekarang sedang berjalan. Sebagian Kembali, mengambinghitamkan para guru dengan mengatakan bahwa para guru Enggak punya motivasi yang Berkualitas dalam mengajar, hanya menuntut kenaikan gaji yang lebih tinggi. Dari Segala masukan itu, Eksis satu hal yang dilupakan. Laporan itu Nyaris Enggak pernah menyebutkan peran orangtua yang vital dalam pendidikan. 

Kemerosotan pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia sebagian akibat perubahan yang terjadi dalam rumah tangga. Kita punya banyak keluarga yang kedua orangtua bekerja dan lebih banyak Kembali yang hanya punya satu orangtua (janda atau duda) yang Tetap bekerja di luar rumah. Kondisi inilah yang menyebabkan banyak orangtua Enggak terlibat dalam pendidikan anak mereka. Bagi kebanyakan orangtua, kontak pertama terjadi dengan anak-anak bila muncul masalah. Bila anak Mengucapkan, “Mama, saya Enggak mengerti,” barulah orangtua memperhatikan kemajuan pelajaran anak mereka. Para guru umumnya mengeluh atas sikap acuh orangtua tersebut. 

Belajar dari Jepang

Victor R. Fuchs berkomentar dalam Wall Street Journal, “Sukses dari anak-anak Asia di sekolah-sekolah Lumrah AS memperlihatkan kepada kita bukti Konkret bahwa belajar, kerja keras, hormat terhadap guru, dan keterlibatan orangtua dalam proses pendidikan sangat berpengaruh bagi kemajuan pendidikan anak-anak di sekolah. Orangtua yang secara aktif melibatkan diri dalam kegiatan belajar anak-anaknya akan membawa hasil yang sangat positif.”

Cek Artikel:  Mencoblos Memuliakan Demos

“Misalnya yang paling menonjol dalam hal ini ialah Jepang. Ibu-ibu Jepang melibatkan diri dalam kegiatan belajar anak-anak,” demikian tulis George De Vos, antropolog kenamaan Universitas Berkeley, AS. De Vos telah mendalami kebudayaan Jepang selama 25 tahun. De Vos menulis, “Pengaruh ibu-ibu Jepang sangat Krusial dan sangat berarti dalam pendidikan anak-anaknya. Mereka memikul tanggung jawab itu dalam dirinya dan ikut mengukuhkan proses pendidikan yang telah dilembagakan di sekolah-sekolah.”

Pendidikan sejak anak dilahirkan

Kesimpulannya, ketidakterlibatan orangtua dalam proses pendidikan menyebabkan turunnya prestasi anak dan mutu pendidikan. Orangtua mengirimkan anak-anaknya ke sekolah mulai usia 4-6 tahun dan mengharapkan pemerintah mendidik anak-anak mereka. Ini Metode berpikir yang keliru dalam proses pendidikan anak. 

Pendidikan sesungguhnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan. Para psikolog menyetujui bahwa usia tahun-tahun pertama kanak-kanak menjadi dasar Buat perkembangan masa depan. Beberapa penulis, seperti Th. M. Black bahkan lebih tegas mengatakan, “Bukan sekolah, bukan pemerintah, melainkan orangtua ialah penanggung jawab Primer pendidikan anak-anaknya.”

Orangtua hendaknya menyadari bahwa sekolah hanyalah salah satu unsur dalam penddikan anak-anak. Anak-anak telah disentuh, dididik orangtua–sadar atau Enggak–sejak dari lahirnya sang bayi. 

Bayi mencontoh sikap orangtuanya. Bayi mengamati perilaku orangtua, yang orangtua berikan kepada anak sejak Awal, pengenalan  terhadap musik, mengajarkan Metode makan dan minum, sikap saling menghormat, dan kesopanan. Orangtua Enggak Dapat begitu saja lepas tangan dalam pendidikan anak-anaknya. Orangtua bertanggungjawab sepenuhnya.

Cek Artikel:  KPU serta Sikap Membangkang pada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Akbar

Apa yang harus dilakukan orangtua?

Orangtua harus menyadari perannya yang sangat vital dalam pendidikan anak-anaknya yang merupakan generasi muda penerus bangsa. Orangtua Enggak perlu tamat universitas Buat mengajarkan anak-anak mereka. Yang perlu adalah membangun kesadaran, kemampuan, dan sedikit berfantasi Buat menyiapkan anak berfungsi secara intelektual dalam kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat. 

Orangtua Dapat membawa anak-anaknya ke luar rumah menyaksikan pertunjukkan kesenian, membawa ke kebun binatang dan museum, berkunjung ke tempat-tempat bersejarah, tempat-tempat rekreasi, ruang terbuka Buat berekspresi. Program pendidikan dan alam lingkungan  (margasatwa, Tumbuhan, dan peninggalan budaya) merupakan unsur pelengkap yang bagus bagi pendidikan formal di kelas-kelas. 

Di rumah, orangtua harus menyediakan ruang belajar dan menciptakan suasana yang mendukung anaknya Buat belajar. Misalnya, Berbarengan-sama memperhatikan peta ilmu bumi Indonesia dan mengenalkan kepada anak Sembari bermain. Dapat juga dengan mengenalkan gambar tokoh-toloh nasional berpengaruh. 

Sangat banyak objek di Sekeliling kita yang Dapat diperkenalkan pada anak-anak sejak Awal. Ini termasuk menceritakan tentang Corak pelangi, pemandangan gunung, sungai di Sekeliling kita. Enggak akan habis objek yang Dapat diceritakan kepada anak sesuai usia mereka. 

Buatlah menarik dan dalam suasana gembira. Bangkitkanlah antusiasme, bukalah pintu hati dan pikiran anak-anak. Bila memungkinkan, Dapat Membikin perpustakaan atau ruang baca dalam rumah.

Hal yang juga sering diabaikan oleh orangtua ialah menanyakan alat kebutuhan belajar anak, kemajuan, dan kesulitan dalam pelajarannya. Ini Krusial, karena perhatian orangtua merupakan dukungan besar bagi semangat belajar anak. Apabila ini dijalankan secara berkelanjutan, kita akan memetik buahnya nanti, bagi diri anak maupun bagi masyarakat luas. Dengan demikian, generasi emas Indonesia kita adalah pribadi-pribadi yang siap Bertanding Buat Indonesia gemilang.

Mungkin Anda Menyukai