Prediksi Bencana Minim Mitigasi

TEKNOLOGI prakiraan cuaca sudah makin canggih. Sayarasi atas prediksi yang dihasilkan juga telah kian presisi. Berbagai macam pemodelan saat ini sudah mampu melakukan proyeksi kondisi cuaca, tidak hanya berhitung hari, tetapi lebih detail dan intensif hingga hitungan jam.

Pemanfaatan teknologi pemodelan cuaca sebenarnya telah mampu menginformasikan cuaca secara tepat dan akurat di mana pun. Prakiraan cuaca pun kini ditopang pemodelan berbasis dampak. Itu merupakan informasi prakiraan cuaca yang sudah memperhitungkan potensi dampak yang akan terjadi akibat dari cuaca.

Karena itu, prediksi bencana hidrometeorologi yang makin mutakhir mestinya membantu pemegang kebijakan untuk melakukan mitigasi. Sialnya, canggihnya teknologi tidak tergambar dari situasi bencana yang terjadi di negeri ini.

Bangsa ini selalu gagap dalam mengantisipasi bencana, khususnya bencana hidrometeorologi. Bukannya kian membaik, banjir malah makin parah terjadi.

Cek Artikel:  Nestapa Pohon di Pahamn Pemilu

Di wilayah Demak, Jawa Tengah, misalnya, alih-alih proses mitigasinya membaik, kemarin justru Demak terendam Banjir. Begitu pun di wilayah Jabodetabek, hujan bukannya membawa berkah, justru masih dirasakan sebagai nestapa, karena sebagian warga harus mengungsi akibat bencana banjir.

Padahal Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah jauh hari memprediksi cuaca yang bakal berlangsung ekstrem di sejumlah wilayah, termasuk Demak dan Jabodetabek. Rupanya proyeksi cuaca BMKG yang dikeluarkan lebih dini tidak dijadikan basis untuk melakukan mitigasi.

Pemerintah seolah tidak pernah serius untuk memitigasi dampak bencana hidrometeorologi. Para pemangku kepentingan di daerah seakan pasrah melihat kotanya terendam berhari-hari, bahkan hingga berminggu-minggu. Padahal bencana itu terjadi berulang. Hujan turun, bencana datang. Begitu siklusnya.

Cek Artikel:  Teladan Independenitas Jangan Omon-Omon

Kepada itulah, sokongan pemerintah pusat diharapkan mampu menyediakan solusi mujarab demi mengakhiri penderitaan warga. Negara berkewajiban menjalankan mitigasi bencana.

Presiden Joko Widodo yang turun langsung meninjau ke lokasi banjir di Demak, kemarin, sedikit membuka asa warga di sana agar bencana segera dituntaskan. Kehadiran Presiden di lokasi, diikuti dengan instruksi strategis, memastikan perbaikan tanggul yang jebol tertangani dengan baik. Jokowi juga menerangkan pemerintah pusat sudah melakukan rekayasa cuaca supaya intensitas hujan di kawasan Demak berkurang.

Tetapi, itu saja tentu belum cukup. Bencana hidrometeorologi tentu terjadi karena faktor kerusakan lingkungan. Penebangan hutan secara liar di area hulu juga menjadi penyebab banjir sehingga sungai tidak ada penahan ketika debit air sedang tinggi. Karena itulah, penanaman kembali, penghutanan kembali, pengalihan lahan memang harus dilakukan.

Cek Artikel:  Tergilas Harga Beras

Satu hal lagi yang paling penting saat ini ialah harus segera dirumuskan upaya penanganan pascabencana. Masyarakat tentu enggan tertimpa bencana setiap kali hujan datang. Hentikan kebiasaan lama. Bertindak lambat, instan, dan parsial dalam menangani bencana harus jadi kamus usang yang ditinggalkan.

Enggak lupa juga agar upaya mitigasi bencana di tengah kondisi cuaca ekstrem di Indonesia perlu melibatkan masyarakat. Hal ini dalam rangka mengurangi risiko bencana serta dampak yang ditimbulkan dari bencana yang terjadi selama masa cuaca ekstrem melanda.

Mungkin Anda Menyukai