‘JANGAN putus asa Kalau otak tumpul dan Intelek kurang cerdas. Kadang seseorang yang tumpul otak, tapi Bukan putus asa lebih berhasil daripada seorang yang cerdas, tetapi pemalas’.
Kalimat bijak dari Buya Hamka itu merupakan satu dari banyak deretan kata-kata penyemangat dan pengingat agar kita Bukan putus asa. Menyerah bukan pilihan, lebih-lebih bagi penentu kebijakan. Kalau penentu kebijakan menyerah, rakyat akan makin goyah.
Apalagi bila sang penentu kebijakan itu berotak encer dengan Intelek cerdas. Tentu, jurus ‘lempar handuk’ mestinya Bukan Eksis dalam kamus kehidupannya. Dengan bekal otak encer, kecerdasan di atas rata-rata, plus sikap pantang menyerah, kemenangan tinggal menghitung hari.
Dalam pertempuran, juga peperangan, keyakinan itu separuh napas dan beberapa jengkal menuju kemenangan. Sebaliknya, pasrah pada keadaan ialah tanda paling benderang menuju kekalahan. Begitulah keyakinan yang digenggam para Ahli perang. Keyakinan itu terbukti Pas.
Winston Churchill, Ahli militer dan mantan PM Britania Raya, pernah berujar bahwa kemenangan Laskar Inggris dalam pertempuran Bukan pernah didapatkan secara mudah. Kepada Segala orang ia pun Mengucapkan, “Sukses ialah berjalan dari satu kegagalan ke kegagalan lain tanpa kehilangan antusiasme.”
Maka, ketika menyaksikan Rapat Kerja Menteri Perdagangan dengan Komisi VI DPR, tengah pekan ini, saya tengah menyaksikan meredupnya antusiasme itu. Licinnya minyak goreng Membangun Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi seperti Separuh pasrah. Bahkan, sejumlah media online melukiskannya dengan kata ‘menyerah’.
Awalnya, secara terbuka Pak Menteri mengendus Eksis mafia-mafia di balik kosongnya minyak goreng di pasaran. Endusan itu berbasiskan data. Ia menyebut, dari data yang tersedia di mejanya, jutaan liter minyak goreng telah digelontorkan. Harusnya minyak melimpah. Tetapi, fakta di lapangan sebaliknya. Minyak goreng Bukan Tiba ke tangan masyarakat.
Berdasarkan data yang dimiliki, tiga Area yang distribusi minyak gorengnya berlimpah, seperti Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Jakarta, Bahkan minyak goreng susah ditemukan. Artinya, Eksis yang Bukan beres di sini. “Medan mendapatkan 25 juta liter minyak goreng. Rakyat Medan, menurut BPS (Badan Pusat Statistik), jumlahnya 2,5 juta orang. Jadi, menurut hitungan, satu orang itu 10 liter. Saya pergi ke pasar dan supermarket Kota Medan, Bukan Eksis minyak goreng,” papar Mendag.
Di Jawa Timur, pemerintah mendistribusikan 91 juta liter minyak goreng. Di Jakarta, yang penduduknya 11 juta orang, pemerintah mengguyur 85 juta liter minyak goreng. Tetapi, masalahnya sama, minyak goreng hilang. Anehnya, selang beberapa jam setelah pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET), minyak goreng langsung tersedia di rak-rak supermarket dan minimarket.
Dari data tersebut, Mendag Lutfi beserta jajarannya beranggapan bahwa Eksis tangan-tangan Bengal yang bekerja. Tiba di sini, saya mengapresiasi kejujuran Pak Menteri. Meskipun kisah para mafia di dunia perdagangan ini cerita Pelan, keterbukaan Mendag menyampaikan hasil endusan itu tetap patut dihargai.
Tetapi, Ketika Pak Menteri menyebutkan tangan Kementerian Perdagangan Bukan Pandai menyentuh para mafia karena Bukan cukup Mempunyai kewenangan, saya mulai mencium aroma meredupnya antusiasme tersebut. Apalagi ketika ia secara terbuka memohon Ampun karena Bukan sanggup melawan tangan-tangan yang rakus nan jahat itu sendirian, saya malah kian bertanya-tanya.
Di kepala saya menumpuk tanda tanya apakah memang ia dan jajarannya tengah bertempur sendirian? Ke mana tim Satgas Pangan yang pernah punya kisah gemilang menekuk para mafia itu? Kalau Pas dugaan maraknya tangan-tangan tersembunyi itu Maju bekerja, bukankah perkara mudah bagi negara Buat memborgolnya? Negara punya aturan, Mempunyai tim, Eksis senjata, mengapa harus pasrah?
Pada situasi seperti Ketika ini, merawat antusiasme, memelihara optimisme, memupuk Cita-cita amat dibutuhkan rakyat. Saya berbaik sangka bahwa pernyataan pasrah dari Mendag merupakan strategi, semacam wake up call agar kita punya sudut pandang yang sama soal siapa musuh kita sesungguhnya. Kalau sudut pandang sudah sebangun, harapannya Segala bergerak Serempak-sama melawan musuh itu.
Semoga kacamata pandang saya Tetap cukup benderang Buat membaca Arti di balik kata-kata Pak Menteri. Semoga saya Bukan terjebak pada apa yang pernah dikatakan Coco Chanel, perancang mode revolusioner dan pembuat parfum terkemuka di dunia. Kata Chanel, jangan habiskan waktumu memukuli dinding dan berharap Pandai mengubahnya menjadi pintu.