Duet Anies dan Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta Terganjal Aturan Undang-Undang

Liputanindo.id – Anies Rasyid Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), takkan Pandai berduet dalam Pilgub DKI Jakarta 2024, Apabila mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 itu membahas tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1/2015, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada menyebutkan calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota belum pernah menjabat sebagai gubernur Kepada calon wakil gubernur, atau bupati/wali kota Kepada calon wakil bupati/calon wakil wali kota pada daerah yang sama.

Sepanjang ketentuan itu belum berubah, keduanya Bukan mungkin bersatu karena Anies maupun Ahok Bukan Pandai menjadi calon wakil gubernur pada Pilkada DKI Jakarta 2024, tetapi kedua mantan gubernur itu Tetap berpeluang menjadi calon gubernur.

Hal ini mengingat, Berkualitas Anies maupun Ahok, menjabat gubernur baru satu periode. Ketentuan ini termaktub dalam UU Pilkada Pasal 7 ayat (2) huruf n.

Pasal tersebut menyebutkan, calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota belum pernah menjabat sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama Kepada calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon wali kota, dan calon wakil wali kota.

Cek Artikel:  Viral! Pemotor Terperosok Terlindas Truk Diduga Ulah Polisi, Keluarga Korban Malah Minta Ampun

Wacana menyatukan keduanya sontak mengingatkan pertarungan mereka pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno memenangi pemilihan itu.

Pertarungan politik Anies dan Ahok pada pilkada itu, menurut Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, dalam pertarungan persepsi yang menjadi Fakta dalam sekejap, tetapi kemudian lenyap dalam sekejap berikutnya.

“Banyak pihak yang takut kemenangan Anies di Jakarta akan menjadi monster politik radikal, yang Bukan akan toleran terhadap keberagaman,” katanya, Minggu (12/5/2024).

Pilkada DKI Jakarta 2017, menurut Prof. Didik, adalah pilgub paling brutal dan jangan Tamat diulangi Kembali, Berkualitas di Jakarta maupun daerah lainnya.

“Imej dan persepsi itu hanya dalam beberapa tahun lenyap ketika Anies ikut Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 dengan partai pendukung dari partai-partai nasionalis. Tim pemenangan di kanan kirinya juga datang dari kaum nasionalis dengan latar belakang Keyakinan yang lengkap. Dalam pilpres ini Bukan Eksis Kembali pertarungan Imej radikal Keyakinan dan radikal sekuler, anti-NKRI, dan rasisme.”

Cek Artikel:  Pamer Foto Pilates di IG Ketika Bolos Rapat Paripurna DPRD DKI, Anak Ketum PAN Dihujat

Prof. Didik yang juga politikus ini mengemukakan, politik sebenarnya hanya Imej, persepsi, dan bukan yang sebenarnya atau bukan sebenar-benarnya.

Dalam politik praktis dan proses politik di lapangan, persepsi Berkualitas atau Bukan baik, persepsi toleran, radikal, atau persepsi apa saja Pandai dibentuk dengan gampang serta berbagai Metode dan metode.

Politik dan demokrasi yang terbuka seperti sekarang ini, menurut dia, adalah pertanda Berkualitas, paling Bukan dilihat dari sisi persepsi Imej seperti ini.

“Gagasan politik menyatukan Anies dan Ahok di Jakarta adalah eksperimen yang Berkualitas dan berani Kepada membersihkan pencitraan politik menuju polarisasi radikal Keyakinan atau radikal sekuler. Radikal sekuler di sini mirip-mirip radikal kiri yang anti-Keyakinan.”

Kesempatan Anies dan Ahok bersatu, menurut Prof. Didik, sangat mungkin karena beberapa Unsur. Pertama, Anies sejatinya seorang yang religius, tetapi Bukan radikal seperti yang dipersepsikan ketika hadir dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.

“Bersatu dalam pengertian bukan dalam satu paket Kekasih cagub dan cawagub, melainkan berada dalam satu kubu dalam Pilgub DKI 2024.”

Kedua, Ahok memang temperamental, yang kadang-kadang tabu di dalam politik. Tetapi, sesungguhnya Ahok adalah seorang yang nasionalis dilihat dari sejarah garis politiknya.

Cek Artikel:  Pengacara Firli Bahuri Minta Kasus Dugaan Pemerasan di-SP3, Polisi: Enggak Perlu Ditanggapi

Ketiga, Bukan Eksis Kembali Unsur pendorong keduanya ke arah radikal karena Anies sudah Pandai tampil pada Pilpres 2024 dengan Imej nasionalis religius Lumrah. Keempat, Ahok juga akan Pandai diterima publik.

Anies dan Ahok akan berpikir positif Apabila paham gagasan seperti ini dari berbagai pihak yang hendak menjadikannya simbol kesatuan dari keduanya. Anies masuk Jakarta mempunyai Kesempatan menang sangat besar.

Anies punya prestasi di Jakarta meskipun banyak kritik terhadapnya. Jakarta menjadi indah dan banyak hal diselesaikan, juga bagian dari prestasinya. Selain itu, Anies makin Terkenal ketika menjadi calon presiden pada Pilpres 2024.

“Apabila Anies Bukan masuk politik dalam dalam 5 tahun ke depan, namanya bakal hilang dari peredaran. Pasalnya, Anies bukan pemimpin partai politik seperti Prabowo Subianto atau Jusuf Kalla pada masanya.”

Oleh karena itu, masuk ke dalam politik di Jakarta adalah Kesempatan yang Berkualitas. Bukan hanya bagi kariernya, tetapi juga Kepada bangsa pada Pemilu 2029. Apa yang disampaikan Prof. Didik itu, Apabila Anies maju sebagai calon gubernur pada Pilkada DKI Jakarta, 27 November 2024. Tetapi, kalau posisinya sebagai calon wakil gubernur, ia terganjal aturan main kepemiluan.

Mungkin Anda Menyukai